Articles
DOI: 10.21070/iiucp.v1i1.594

Academic Buoyancy for New Students during the Covid-19 Pandemic


Academic Buoyancy Mahasiswa Baru pada Masa Pandemi Covid-19

Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
Indonesia
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
Indonesia
Academic Buoyancy Mahasiswa Baru Pandemi Covid-19

Abstract

Changes in the education system due to the COVID-19 pandemic are causing challenge and difficulties for students. These things can lead to higher stress levels. Thus, students need academic buoyancy to be able to deal effectively with the ups and downs of daily academic life. This study aims to describe the level of academic buoyancy of freshman. The subjects of this study were 232 college students. The sampling technique was purposive sampling. The results of this study are the level of student academic buoyancy in the medium category. Most students have low scores on the composure dimension (low-anxiety). Women have a higher mean in academic buoyancy than men. Most of male students are higher on composure.

Pendahuluan

Pada tahun 2020, Negara di seluruh dunia sedang menghadapi wabah pandemi corona-virus disease (COVID-19). Akibat dari pandemi ini berdampak pada hampir seluruh sektor, seperti sektor ekonomi, ketenagakerjaan, pendidikan dll [11]. Dalam sektor pendidikan, terhitung sejak 18 Maret seluruh sekolah dan perguruan tinggi menghentikan kegiatan belajar mengajar dalam kelas. Seluruh lembaga pendidikan diwajibkan untuk melakukan proses pembelajaran secara daring [2]. Oleh karena itu, kementerian pendidikan dan kebudayaan [4] RI melakukan berbagai penyesuaian seperti perubahan sistem pembelajaran dengan pendekatan daring, penyesuaian ujian sekolah dan kebijakan penyesuaian bantuan operasional sekolah [4]. Aji [1] mengemukakan beberapa dampak dari pandemi ini dalam dunia pendidikan, seperti a) sekolah dan perguruan tinggi harus melakukan proses pembelajaran dengan metode daring. b) akibat dibatalkan atau ditundanya ujian, siswa kehilangan informasi indikator penilaian dalam proses belajar mengajar. c) proses pergantian ujian tradisional dengan alat bantu daring memungkinkan adanya kesalahan (system error). d) lulusan universitas atau pendidikan menengah kesulitan mendapatkan pekerjaan.

Pembelajaran dengan metode daring menjadi suatu tantangan tersendiri baik bagi pelajar maupun tenaga pendidik. Tenaga pendidik perlu untuk mempersiapkan rancangan pembelajaran baru untuk menyesuaikan dengan pendekatan daring. Tenaga pendidik juga perlu untuk mempelajari media pembelajaran daring, mengubah tata cara penilaian dari konvensional menjadi sesuai dengan mode daring, beradaptasi dengan teknologi dan sebagainya [12]. Bagi pelajar, proses pembelajaran dapat menjadi penyebab stress (stressor) yang besar. Moawad [10] menjelaskan enam tema stressor pada mahasiswa yaitu ujian (exams), tugas-tugas (assignments), waktu perkuliahan (lecture time), pengaturan akademik dan rumah (home and academic setting), penggunaan media daring (using online platforms), dan ketidakpastian (uncertainty). Mahasiswa mengalami stress mengenai banyaknya tugas dan tingkat kesulitan yang semakin tinggi terkait tugas tersebut, bagaimana akhir dari ujian semester dilaksanakan, waktu perkuliahan yang seringkali berubah, kondisi lingkungan rumah yang tidak kondusif atau memadai untuk belajar, koneksi internet yang buruk dan masalah lain terkait penggunaan media daring, serta hal-hal tak terduga atau ketidakpastian selama proses pembelajaran.

Tantangan yang besar ditengah pembelajaran daring juga dialami oleh mahasiswa baru. Selain perlu untuk melakukan penyesuaian terhadap proses pembelajaran daring, mahasiswa baru juga harus menyesuaikan diri dengan kondisi perguruan tinggi. Memasuki dunia kuliah merupakan suatu perubahan besar pada hidup seseorang. Individu mengalami banyak perubahan di tahun pertama kuliahnya dibandingkan pada masa sekolah menengah atas [9]. Hasanah, Ludiana, Immawati, Livana [3] mengemukakan bahwa terdapat masalah psikologis yang dialami mahasiswa dalam proses pembelajaran daring, yaitu kecemasan. Sebanyak 41,58% mahasiswa mengalami kecemasan ringan, 12,11% mahasiswa mengalami stres ringan dan 3,68% mengalami depresi ringan. Maka demikian, mahasiswa membutuhkan academic buoyancy (ketahanan akademik) untuk dapat secara efektif menghadapi pasang-surut kehidupan akademik sehari-hari. Academic buoyancy merupakan gambaran resiliensi akademik sehari-hari (everyday academic resilience) [6]. Academic buoyancy didefinisikan sebagai kemampuan siswa untuk secara sukses menghadapi tantangan dan kemunduran akademik (academic setbacks and challenges) yang merupakan bagian dari kehidupan sekolah sehari-hari. Pelajar yang memiliki academic buoyancy yang baik dapat secara efektif menghadapi kejatuhan (setback), tantangan (challenge), kesulitan (difficulties) dan tekanan belajar (study pressure) yang menjadi bagian dari kehidupan akademik sehari-hari [7].

Terdapat lima dimensi (5Cs) yang membangun academic buoyancy[6];[8], sebagai berikut a) confidence (self-efficacy)yaitu rasa percaya diri seseorang bahwa dirinya mampu untuk memahami dan melakukan pekerjaan sekolah dengan baik dan mampu menghadapi tantangan-tantangan yang ada. b) coordination(planning) yaitu kemampuan untuk menentukan tujuan dan membuat perencanaan tugas. c) control (a sense of control) yaitu kemampuan diri individu untuk melakukan tugas-tugasnya dengan baik, mampu mengelola dan mengendalikan berbagai tantangan-tantangan akademik dari aktivitas belajarnya. d) composure (Low-anxiety) yaitu merasakan ketenangan, memiliki kecemasan dan rasa khawatir yang rendah. Merasa cemas adalah perasaan tidak enak (uneasy or sick) yang dirasakan oleh individu ketika memikirkan mengenai tugas, pekerjaan rumah atau ujian. Khawatir adalah rasa takut siswa saat mereka tidak melakukan tugas, pekerjaan rumah atau ujian dengan baik. d) commitment (persistence) adalah kemampuan siswa untuk berusaha menyelesaikan tuntutan tugas-tugas akademik meskipun hal tersebut sangat sulit dan penuh tantangan. Berdasarkan uraian diatas, diketahui bahwa mahasiswa baru mengalami tekanan yang lebih besar di masa pandemi covid-19. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji tingkat ketahanan akademik (academic buoyancy) mahasiswa baru.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan deskriptif kuantitatif untuk memperoleh gambaran umum dari variabel academic buoyancy. Partisipan dalam penelitian ini adalah 232 orang mahasiswa baru di Makassar. Kriteria subjek dalam penelitian ini yaitu mahasiswa semester 1 sd semester 3 yang mengikuti perkuliahan dengan sistem daring. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Proses pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen alat ukur kuesioner yang disusun oleh peneliti berdasarkan konsep academic buoyancy yang dikemukakan oleh Martin dan Marsh [6]. Skala academic buoyancy questionnaire tersebut telah memenuhi standar dari uji validitas (RMSEA 0,0710,05 < x 0,08). dan uji reliabilitas (Cronbach Alpha 0,795, x ≥ 0,60). Adapun teknik analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif. Hasil analisis deskriptif dibuat dalam bentuk mean, standar deviasi, distribusi frekuensi dan persentase masing-masing variabel. Subjek akan dikategorikan ke dalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Data penelitian diolah menggunakan software IBM SPSS 20.0 for windowsdan Jeffrey’s Amazing Statistics Program (JASP).

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan data yang diperoleh, peneliti mendapatkan deskripsi variabel academic buoyancy pada 232 orang mahasiswa baru Figure 1.

Figure 1.Tingkat Academic Buoyancy

Berdasarkan grafik pada gambar 1, diketahui bahwa responden didominasi pada kategori sedang. Responden yang berada pada kategori sedang sebanyak 164 orang (70,69%), responden yang berada pada kategori tinggi sebanyak 38 orang (16,38%), dan responden yang berada pada kategori rendah sebanyak 30 orang (12,93%). Maka dapat disimpulkan bahwa kebanyakan mahasiswa tingkat akhir memiliki academic buoyancy pada kategori sedang.

Figure 2.Tingkat Dimensi Academic Buoyancy

Grafik pada Figure 2 adalah deskripsi persebaran dimensi-dimensi academic buoyancy. Berdasarkan grafik di atas, diketahui bahwa mahasiswa paling banyak memiliki skor rendah pada dimensi composure (low-anxiety)yaitu 18,1%. Adapun mahasiswa paling banyak memiliki skor tinggi pada dimensi composure (low-anxiety) yaitu 23,3% dan dimensi control yaitu 18,5%.

Jenis Kelamin Mean
Perempuan 78,18
Laki-laki 78,44
Table 1.Skor Mean Berdasarkan Jenis Kelamin

Data diatas menunjukkan adanya perbedaan nilai rata-rata skor academic buoyancy pada perempuan dan laki-laki. Laki-laki memiliki tingkat academic buoyancy yang lebih tinggi dibandingkan perempuan.

Figure 3.Academic Buoyancy Pada Perempuan

Berdasarkan gambar 3 dan 4 diatas, dapat diketahui bahwa secara umum baik perempuan dan laki-laki memiliki kecenderungan tingkat academic buoyancy pada kategori sedang. Lebih lanjut, diketahui bahwa terdapat perbedaan yang menonjol antara perempuan dan laki-laki pada dimensi composure. Kebanyakan perempuan memiliki composure yang rendah (21,1%), sedangkan kebanyakan laki-laki memiliki composure yang tinggi (38,5%). Artinya, perempuan lebih cenderung merasa cemas memikirkan tugas-tugas perkuliahan, dan merasa khawatir tidak melakukan tugas, pekerjaan rumah atau ujian dengan baik. Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa mahasiswa baru memiliki academic buoyancy pada kategori sedang. Hal tersebut menunjukkan bahwa meskipun dalam kondisi terbatas dan banyaknya tantangan-tantangan karena pandemi COVID-19, mahasiswa baru masih memiliki daya apung atau ketahanan akademik. Mahasiswa tetap yakin bahwa mereka dapat memahami materi perkuliahan dan mengerjakan tugas-tugas dengan baik, memiliki kemampuan perencanaan tugas dan memanfaatkan waktu dengan efektif, mampu mengelola dan mengendalikan tantangan akademik yang ada, memiliki ketenangan atau tidak merasa cemas dan khwatir ketika mengerjakan tugas atau ujian, serta memiliki komitmen untuk menyelesaikan tuntutan akademiknya.

Berdasarkan analisis deskriptif karakteristik jenis kelamin responden, dapat diketahui bahwa laki-laki memiliki skor academic buoyancy lebih tinggi daripada perempuan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Martin, dkk. [8] yang menjelaskan bahwa jenis kelamin memengaruhi perkembangan dan pengaturan kemampuan kognitif, tingkah laku dan emosional. Perempuan cenderung memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi, dan skor lebih rendah pada academic buoyancy dibandingkan laki-laki [5];[6]. Meski demikian terdapat hasil yang menarik bahwa terdapat kecenderungan banyak mahasiswa baru memiliki skor rendah pada composure. Artinya walaupun mahasiswa baru memiliki kemampuan untuk menghadapi tantangan-tantangan akademik yang ada, mahasiswa merasakan kecemasan dan rasa khawatir yang cukup besar. Perasaan cemas dan khawatir yang dirasakan oleh mahasiswa tersebut diakibatkan oleh stress karena banyaknya materi pelajaran yang harus dipelajari, kurangnya feedback yang diberikan dosen, kualitas dosen yang mengajar, serta banyaknya tugas yang diberikan dosen [3]. Yuwono [13] mengemukakan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengelola tekanan yang dirasakan. Berikut uraiannya:

إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى.

Artinya: “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan.”

  1. Senantiasa memiliki niat ikhlas. Islam mengajarkan agar selalu berniat ikhlas dalam berusaha, dengan tujuan agar nilai usaha tinggi di mata Allah SWT dan mendapat ketenangan apabila usaha tidak berhasil sesuai harapan. Sebagaimana tercantum dalam hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim.
  2. Sabar dan shalat. Ketika sedang stres karena merasa tidak mampu menyelesaikan kesulitan yang ada, sabar dapat membantu perasaan menjadi lebih tenang. Sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 153 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”.
  3. Bersyukur dan berserah diri (tawakkal). Hal ini dapat membuat mahasiswa mengatasi kecemasannya. Mahasiswa perlu menanamkan pikiran bahwa selama ia telah melakukan usaha terbaiknya dalam seluruh proses perkuliahan, insya Allah, Allah akan memberikan hasil yang terbaik baginya.
  4. Doa dan dzikir. Melalui doa dan dzikir, perasaan menjadi lebih tenang dan khusyuk, yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan konsentrasi, kemampuan berpikir secara jernih, dan emosi menjadi lebih terkendali. Kalimat dzikir yang dapat digunakan seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an surah Ali Imran ayat 173 yang artinya: “Cukup Allah sebagai penolong kami dan Dia adalah sebaik-baik Pelindung.”

Kesimpulan

Tingkat academic buoyancy mahasiswa baru di Makassar adalah sedang. Meskipun dalam kondisi terbatas dan banyaknya tantangan-tantangan karena pandemi COVID-19, mahasiswa baru masih memiliki daya apung atau ketahanan akademik. Mahasiswa paling banyak memiliki skor rendah pada dimensi composure (low-anxiety), serta laki-laki memiliki skor rata-rata academic buoyancy lebih tinggi daripada perempuan. Terkait hasil penelitian ini, diharapkan dapat menjadi acuan bagi tenaga pendidik mengenai kondisi mahasiswa baru sehingga dapat lebih meningkatkan efektivitas proses perkuliahan dengan tetap mempertimbangkan kesejahteraan psikologis mahasiswa.

Ucapan Terimakasih

Terima kasih kepada Magister Profesi Psikologi Universitas Islam Indonesia yang telah memfasilitasi dan mendanai penelitian ini. Terima kasih juga kepada expert judgment yaitu Kirana Hamid, S.Psi., Andi Aisyah Alqumairah, S.Psi., dan Novi Susanti, S.Psi atas kesediaannya menilai dan melakukan validasi alat ukur penelitian.

References

  1. Aji, R.H.S. (2020). Dampak covid-19 pada pendidikan di Indonesia: sekolah, keterampilan, dan proses pembelajaran. Jurnal Sosial & Budaya Syar-I FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Vol. 7 No. 5 (2020), pp. 395-402, DOI: 10.15408/sjsbs.v7i5.15314.
  2. Chaterine, R.N (2020). Sekolah diliburkan cegah corona, Nadiem berlakukan sistem belajar online. News.detik.com diakses pada 23 September 2020.
  3. Hasanah, U., Ludiana, Immawati, Livana, PH. (2020). Gambaran psikologis mahasiswa dalam proses pembelajaran selama pandemi Covid-19. Jurnal Keperawatan Jiwa Vol. 8 No. 3, Hal 299 – 306 e-ISSN 2655-8106.
  4. Kemendikbud (2020). Inilah perubahan kebijakan pendidikan selama masa pandemi covid-19. Setkab.go.id diakses pada 23 September 2020.
  5. Martin, A.J & Marsh, H.W (2006). academic resilience and its psychological and educational correlates: a construct validity approach. Psychology in the schools, Vol. 43(3), DOI: 10.1002/pits.20149.
  6. Martin, A.J & Marsh, H.W (2008). Academic buoyancy: towards an understanding of students' everyday academic resilience. Journal of School Psychology 46 (2008) 53–83.
  7. Martin, A.J & Marsh, H.W (2009). Academic resilience and academic buoyancy: multidimensional and hierarchical conceptual framing of causes, correlates and cognate constructs. Oxford Review of Education, 35:3, 353-370 DOI: 10.1080/03054980902934639.
  8. Martin, A.J., Colmar, S.H., Davey, L.A., Marsh, H.W. (2010). Longitudinal modelling of academic buoyancy and motivation: do the ‘5cs’ hold up over time? British Journal of Educational Psychology (2010), 80, 473–496.
  9. .Melly. (2008). Hubungan antara kreativitas dan stress pada mahasiswa tahun pertama jurusan arsitektur Universitas Indonesia. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
  10. .Moawad, R.A (2020). Online learning during the covid-19 pandemic and academic stress in university students. Revista Românească pentru Educaţie Multidimensională Volume 12, Issue 1 Sup. 2, pages: 100-107.
  11. .Rizal, J.G (2020). Pandemi covid-19, apa saja dampak pada sektor ketenagakerjaan Indonesia? Kompas.com diakses pada 23 September 2020.
  12. Sahu, P. (2020). Closure of universities due to coronavirus disease 2019 (covid-19): impact on education and mental health of students and academic staff. Cureus 12(4): e7541. DOI 10.7759/cureus.7541.
  13. Yuwono, S. (2010). Mengelola stress dalam perspektif Islam dan psikologi. Psycho idea, Tahun 8 No.2, Juli 2010 ISSN 1693-1076.