Articles
DOI: 10.21070/iiucp.v1i1.600

Sincerity and Happiness of Students in Yogyakarta


Keikhlasan dan Kebahagiaan Mahasiswa di Yogyakarta

Indonesia
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
Indonesia
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
Indonesia
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
Indonesia
Sincerity Happiness College Student Yogyakarta

Abstract

This research was done to known the relationship between sincerity and the level of happiness of college students in Yogyakarta. This research use quantitative method approach. The subjects in this research consisted of 154 students from various universities in Yogyakarta. The sampling technique used was purposive sampling. In this research, data collection used the Sincerity Scale from Chizanah and Hadjam (2013) to measure sincerity and the Happiness Scale from Seligman (2005) to measure the level of happiness. The data analysis technique used is non-parametric statistical analysis. The results of this research indicate that there is a positive relationship between sincerity and happiness in college students. This is in accordance with our hypothesis that there is a relationship between  sincerity and happiness.

Pendahuluan

Badan Pusat Statistik [6] menjelaskan bahwa indeks kebahagiaan Indonesia menunjukkan angka 70,69. Indeks komposit adalah hasil dari perhitungan menggunakan dimensi dan indikator dengan skala 0-100. Skala tersebut menunjukkan jika nilai indeks tinggi, maka tingkat kebahagiaan penduduk semakin tinggi pula. Sebaliknya, semakin rendah nilai indeks maka tingkat kebahagiaan penduduk semakin rendah.

Figure 1. Indeks Indikator Penyusun Indeks Kebahagiaan Indonesia Tahun 2017

Pada tahun 2017, indeks kebahagiaan mengalami penambahan dimensi, yakni Dimensi Perasaan (Affect) dan Dimensi Makna Hidup (Eudaimonia). Selain itu, terdapat 2 subdimensi Kepuasan Hidup, yakni Subdimensi Kepuasan Hidup Personal dan Subdimensi Kepuasan Hidup Sosial. Indikator dengan indeks tertinggi dalam Dimensi Perasaan (Affect) adalah perasaan senang atau gembira dalam menjalani kehidupan sehari-hari, yakni memiliki persentase 75,06. Indeks terendah adalah perasaan tidak khawatir atau cemas memiliki persentase 64,33. Selain itu, pada Dimensi Makna Hidup (Eudaimonia), indeks tertinggi adalah tujuan hidup dengan nilai persentasi 75,83. Dengan demikian, tujuan hidup merupakan salah satu indikator yang menentukan kebahagiaan.

Berdasarkan hasil Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK), Provinsi D.I. Yogyakarta memiliki indeks kebahagiaan cukup tinggi, yaitu sebesar 72,93 (Badan Pusat Statistik, 2017). Indeks kebahagiaan tersebut terdiri dari tiga dimensi, yaitu makna hidup (eudaimonia) sebesar 34,02%, perasaan (affect) sebesar 31.18%, dan kepuasan hidup (life satisfaction) sebesar 34.80%. Kebahagiaan merupakan salah satu tujuan yang diharapkan semua manusia. Namun, masih banyak dari kita yang belum dapat menemukan kebahagiaan. Salah satunya adalah di kalangan mahasiswa. Hasil penelitian Maharani [13] terhadap mahasiswa FIP UNY pada bulan Juli 2013 menjelaskan bahwa terdapat mahasiswa yang kurang bahagia, seperti mahasiswa yang mengalami kecemasan akan masa depan akibat mengalami salah jurusan. Penelitian Anwar [4] juga menjelaskan bahwa dari 70 mahasiswa yang menjadi responden dalam penelitiaan, tingkat kebahagiaan para responden sebesar 45,71% berada pada kategori sedang, 25,71% berada pada kategori rendah, 20% yang berada pada kategori tinggi, 5,71% sangat tinggi, dan 2,86% berada pada kategori sangat rendah.

Ada beragam pengertian kebahagiaan (happiness). Seligman [19] mengatakan bahwa kebahagiaan secara umum mengacu pada emosi positif yang dirasakan seseorang dan juga aktivitas positif yang disukainya. Di sini Seligman [19] menekankan emosi dan aktivitas positif. Selanjutnya, kebahagiaan, menurut Mustofa dalam Afifah [2], merupakan suatu bentuk kesukaan, kesenangan, dan rasa puas hati terhadap segala kejadian yang terjadi. Sementara Diener dalam Afifah, [2] mengatakan kebahagiaan merupakan suatu kondisi yang menggambarkan seseorang bisa memfungsikan secara optimal seluruh potensi yang ada dalam dirinya untuk menjalani kehidupan ini. Jadi, semakin seseorang hidup menjadi dirinya sendiri, hidupnya akan semakin baik. Kebahagiaan akan tumbuh jika potensi yang berada dalam diri seseorang terpenuhi, sehingga kebahagiaan bisa muncul dengan mudah jika seseorang bisa mengaktualisasikan dirinya. Di antara berbagai pengertian di atas, definisi Seligman [19] sering dijadikan acuan, termasuk oleh tulisan ini.

Seligman [19] menyebutkan sejumlah aspek kebahagiaan. Pertama adalah emosi positif terhadap masa lalu, seperti merasa puas, lega, sukses, bangga, dan tenang. Kedua adalah emosi positif terhadap masa kini, yaitu memiliki perasaan kenikmatan dan gratisikasi. Terakhir adalah emosi positif terhadap masa depan, yaitu merasa percaya diri, penuh harapan dan optimis. Seligman [19] mengatakan bahwa emosi positif yang dirasakan seseorang dapat membuat mereka bersikap lebih objektif saat dihadapkan pada sesuatu, tidak defensif, toleran, murah hati dan mampu menyelesaikan permasalahan dengan kreatif. Masih menurut Seligman [19], jika individu lebih banyak mengingat kejadian yang menyenangkan dan mencoba melupakan kejadian buruk, hidupnya akan lebih bahagia. Selain itu, sebagaimana disampaikan oleh Anwar [4], kebahagiaan merupakan suatu hal yang penting bagi individu karena dengan individu yang bahagia bisa lebih menikmati dan menjalani kehidupannya dengan baik.

Fuad [11] menjelaskan bahwa terdapat tiga sudut pandang dalam melihat kebahagiaan seseorang. Pertama, sudut pandang objektif. Sudut pandang ini melihat tingkat pemenuhan kebutuhan (fisik, psikis, sosial maupun spiritual). Kedua, sudut pandang preskriptif (eksternal) yang merujuk pada nilai agama. Terakhir adalah sudut pandang subjektif (internal), yaitu menanyakan perasaan subjektif pada kehidupan. Selain itu, Seligman [19] menjelaskanfaktor-faktoryang mempengaruhi kebahagiaan adalah kehidupan sosial, agama atau religiusitas: orang yang religius lebih bahagia dan lebih puas terhadap kehidupan daripada orang yang tidak religius. Keberagamaan merupakan salah satu faktor penting yang turut berperan menentukan kebahagiaan. Dalam ajaran Islam, terdapat konsep hidup di mana seseorang melakukan segala sesuatu dengan niat karena Allah SWT. Konsep tersebut adalah ikhlas. Syukur dalam Ajhari [3] menjelaskan bahwa ikhlas merupakan perbuatan yang dilakukan semata-mata karena Allah. Selain itu, Chizanah [8] menjelaskan bahwa ikhlas merupakan ketulusan dalam melakukan sesuatu bagi orang lain,. Ikhlas juga penerimaan segala sesuatu yang dihadapi serta konsep hidup yang sudah tertuju hanya kepada Allah SWT. Ahmad dalam Nurwulandari [15] menjelaskan definisi ikhlas secara etimologis ialah tulus, rela dan jujur. Ikhlas dalam Bahasa Arab merupakan suatu bentuk mashdar dari kata akhlasa yang akar katanya berasal dari khalasa. Kata khalasa memiliki makna yang berbeda-beda dilihat dari konteks kalimatnya. Kata tersebut juga berarti jernih (shafaa) dan selamat (najaa wa salima). Hamka dalam Ajhari [3] menjelaskan bahwa ikhlas memiliki arti bersih, tidak memiliki campuran. Jika dianalogikan sebagai emas, maka ikhlas adalah emas asli yang tidak memiliki campuran perak atau yang lain.

Abdul [1] menjelaskan bahwa keikhlasan adalah dasar penerimaan atau penolakan amal perbuatan. Keikhlasan dijelaskan sebagai inti dan ruh suatu ibadah dimana pancaran niat semata-mata karena Allah SWT dalam beribadah dan juga kunci dakwah para Rasul. Konstruksi ikhlas dengan dasar temuan Chizanah dan Hadjam [9] menghasilkan empat aspek keikhlasan, di antaranya (1) Motif transendensial (konsep hidup sebagai hamba Tuhan). (2) Pengendalian emosi (3) Tidak adanya superiority feeling (tidak berfokus pada kekurangan orang lain). (4) Konsep sebagai Hamba Tuhan (mengakui kelemahan yang dimiliki oleh diri sendiri dan menyadari bahwa manusia merupakan ciptaan Tuhan, yaitu Allah SWT)

Nurwulandari [15] mengatakan bahwa ikhlas merupakan bagian dari religiusitas dan spiritualitas seseorang. Dalam situasi yang sulit dan kurang menyenangkan, keikhlasan sangat dibutuhkan individu agar mereka bisa melewati kesulitan dalam situasi tersebut. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Chizanah dan Hadjam [9] mengenai konstruk psikologis ikhlas, didapatkan suatu gambaran bahwa ikhlas merupakan suatu kondisi mental individu yang memiliki kaitan dengan proses berideologi sebagai hamba Tuhan. Hal tersebut menggambarkan bahwa ikhlas merupakan konstruk yang erat kaitannya dengan spiritualitas. Syukur dalam Ajhari [3] menjelaskan bahwa ikhlas adalah jika semua perbuatan yang dilakukan semata-mata karena Allah dan taqarrub atau ketika hati merasakan kedekatan dengan- Nya. Dapat kita simpulkan bahwa ikhlas merupakan suatu sikap dan perilaku dimana individu melakukan segala sesuatu bertujuan semata-matahanyauntukmendapatkan Ridho Allah SWT.

Dari pemaparan di atas, ikhlas dapat menjadikan kehidupan individu lebih tenang dan damai hatinya karena keberadaan konsep hidup di mana kehidupan mereka hanya tertuju kepada Allah. Dalam berperilaku, individu tidak banyak memikirkan hal yang merisaukan hati dan pikirannya terutama mengenai komentar orang lain terhadap dirinya karena ia ikhlas melakukan sesuatu dengan niat hanya untuk Allah Swt. Dari hal tersebut, individu akan lebih bahagia dalam menjalani kehidupannya. Al-Qur’an menandaskan bahwa kebahagiaan seseorang dapat dicapai dengan memurnikan niat karena iman kepada Allah. Dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman, “Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). (Qs Al-Fath: 4). Di ayat yang lain, Allah berfirman yang artinya “ Dialah yang Maha Hidup, tidak ada tuhan selain Dia. Maka sembahlah Dia dengan tulus ikhlas beragama kepada- Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. (Q.SGhafir:65).” Sejalan dengan Al-Quran, Chizanah dan Hadjam [9] juga menjelaskan bahwa ikhlas berhubungan dengan perilaku yang mengarah untuk mencapai Ridho Allah SWT. Ikhlas juga merupakan salah satu bentuk kedekatan diri kepada Allah SWT dalam berperilaku.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa hubungan antara kedua variabel adalah kebahagiaan dipengaruhi oleh faktor agama atau religiusitas, yang salah satunya dapat termanifestasikan melalui sikap ikhlas. Pernyataan ini didukung oleh yang menjelaskan bahwa ikhlas mengandung makna niat yang murni semata-mata mengharap penerimaan dari Tuhan dalam melakukan suatu perbuatan, tanpa menyekutukan Tuhan dengan yang lain [21]. Akhlak ini kemudian dapat diinternalisasi dalam karakter Religius dan Peduli Sosial. Dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan memiliki berbagai indikator, contohnya adalah perasaan tidak cemas dan juga tujuan hidup. Kedua indikator tersebut sejalan dengan konsep ikhlas, yakni menerima apa yang sedang dihadapi ataupun yang diberikan oleh Allah SWT sehingga dapat menenangkan hati. Selain itu, ikhlas juga menggambarkan seseorang melakukan segala sesuatu karena Allah SWT. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara keikhlasan dan tingkat kebahagiaan pada mahasiswa di Yogyakarta.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, karena gejala-gejala hasil pengamatan dikonversikan ke dalam angka-angka sehingga dapat digunakan teknik statistik untuk menganalisis hasilnya. Penelitian ini menggunakan teknik korelasi untuk mengetahui arah dan hubungan antara variabel dependen terhadap variabel independen. Selain itu, peneliti menggunakan bantuan SPSS (statistical product and service solution) untuk menganalisis apakah terdapat hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. Pada penelitian ini terdapat 2 (dua) variabel yang terdiri dari kebahagiaan dan ikhlas. Variabel dependen (tergantung) pada penelitian ini adalah kebahagiaan. Seligman [19] menjelaskan bahwa kebahagiaan secara umum mengacu pada emosi positif yang dirasakan seseorang dan juga aktivitas positif yang disukainya. Skala yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan tiga aspek kebahagiaan oleh Seligman [19] yang kemudian digunakan oleh

Afifah [2] yang terdiri dari 27 item dengan jumlah item favourable 11 dan jumlah item unfavourable 16. Skala ini memiliki nilai alpha cronbach sebesar 0,893. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka tingkat kebahagiaan responden semakin tinggi. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh maka semakin rendah juga tingkat kebahagiaannya. Variabel independen (bebas) pada penelitian ini adalah keikhlasan. Chizanah dan Hadjam [9] menjelaskan bahwa keikhlasan adalah suatu bentuk pengelolaan emosi yang dibutuhkan oleh individu untuk menghadapi segala keadaan yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, yang kemudian akan memunculkan sikap taat. Skala yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan empat aspek keikhlasan oleh Chizanah dan Hadjam [9] dan aitem diadaptasi dari jurnal “Penyusunan Instrumen Pengukuran ikhlas” oleh Chizanah dan Hadjam yang terdiri dari 22 aitem. Skala ini memiliki nilai alpha cronbach sebesar 0,507. Jika skor yang yang didapat responden semakin tinggi, maka keikhlasan responden semakin tinggi. Begitupun sebaliknya, jika skor yang didapat semakin rendah, maka keikhlasan responden semakin rendah.

Penelitian ini melibatkan 154 mahasiswa di beberapa universitas negeri dan swasta Yogyakarta. Penentuan subjek menggunakan metode purposive sampling dengan ketentuan: 1) Berusia antara 18-23 tahun, 2) Mahasiswa/i S1 Perguruan Tinggi di Yogyakarta, 3) Beragama Islam. Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan metode angket yang disebarkan secara daring atau online. Angket digunakan untuk menjaring data dari responden yang berupa pernyataaan- pernyataan tentang keihklasan dan kebahagiaan. Sukardi [20] menjelaskan bahwa metode angket ini efektif digunakan karena dapat tersebar untuk responden yang berjumlah besar dengan waktu yang relatif singkat, tetap terjaga objektivitas responden dari pengaruh luar terhadap suatu masalah yang diteliti, tetap terjaganya kerahasiaan responden untuk menjawab sesuai dengan pendapat pribadi, biaya yang murah, dan penggunaan waktu yang lebih fleksibel sesuai dengan waktu yang telah diberikan peneliti.

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan skala kebahagiaan dan keikhlasan. Adaun skala pengukuran yang digunakan dalam instrumen penelitian ini menggunakan skala likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap dalam suatu penelitian [18]. Pengukuran pada skala kebahagiaan menggunakan skala likert dengan skor: untuk yang favourable: (4) sangat sesuai, (3) sesuai, (2) tidak sesuai, dan (1) sangat tidak sesuai. Sedangkan, skor pada aitem unfavourable: (4) sangat tidak sesuai, (3) tidak sesuai, (2) sesuai, dan (1) sangat sesuai. Sedangkan pengukuran pada skala keikhlasan untuk yang favourable: (4) sangat sesuai, (3) sesuai, (2) tidak sesuai, dan (1) sangat tidak sesuai. Sedangkan, skor pada aitem unfavourable: (4) sangat tidak sesuai, (3) tidak sesuai, (2) sesuai, dan (1) sangat sesuai.

Kebahagiaanakandiukur menggunakan skala kebahagiaan yang dikembangkan oleh Seligman [19]. Skala ini mengukur beberapa aspek, yaitu emosi positif terhadap masa lalu, emosi positif terhadap masa kini, dan emosi positif terhadap masa depan. Skala ini memiliki 27 aitem yang terdiri dari 11 aitem favorable dan 16 aitem unfavorable.

Figure 2.Reliability Statistics

Berdasarkan hasil dari data yang diperoleh melalui skala kebahagiaan menghasilkan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0.893 > dari 0.30. Maka dari itu, tidak ada aitem yang gugur karena nilai corrected aitem total correlation lebih besar dari 0.3. Keikhlasanakandiukur menggunakan skala ikhlas yang dikembangkan oleh Chizanah dan Hadjam [9]. Skala ini mengukur beberapa aspek, yaitu motif transendental, pengendalian emosi, tidak adanya superiority feeling, dan konsepsi sebagai hamba Tuhan. Pada skala ini terdapat 22 aitem yang terdiri dari 10 aitem favourable dan 12 aitem unfavourable. Berdasarkantabeldiatas menunjukkan bahwa skala keikhlasan menghasilkan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0.500 < dari 0.30. Ada sejumlah aitem yang dinyatakan gugur karena nilai corrected aitem total correlation kurang dari 0.3, antara lain adalah aitem nomor 1, 3, 5, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19,20, 21, 22.

Figure 3.Aitem Favourable dan 12 Aitem Unfavourable

Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini melibatkan 154 mahasiswa pada perguruan tinggi di Yogyakarta yang terdiri dari 66,2% perempuan dan 33,8 % laki-laki atau 102 responden perempuan dan 52 responden laki-laki. Kemudian, sebanyak 11 responden berusia 18 tahun, 38 responden berusia 19 tahun, 79 responden berusia 20 tahun, 20 responden berusia 21 tahun, 5 responden berusia 22 tahun, dan 1 responden berusia 23 tahun. Berdasarkan kuisioner yang disebarkan via daring, sebanyak 118 responden merupakan mahasiswa Universitas Islam Indonesia, 11 responden merupakan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 9 responden merupakan mahasiswa Universitas Gadjah Mada, 6 responden merupakan mahasiswa Universitas Mercu Buana, 2 responden merupakan mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan, 3 responden merupakan mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2 responden merupakan mahasiswa Amikom,1 responden merupakan mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta, 2 responden merupakan mahasiswa UPN Veteran Yogyakarta, 2 responden merupakan mahasiswa Universitas Teknologi Yogyakarta.

Hasil Uji Asumsi Dasar

Uji Normalitas. Uji normalitas pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah data yang didapatkan berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas pada penelitian ini menggunakan analisis One-Sample Kolmogorov-Smirnov yang terdapat pada SPSS for Mac dengan versi 23. Pada uji normalitas ini, jika data yang diperoleh memiliki koefisien signifikansi p>0.05 maka data dianggap berdistribusi normal [17]. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Figure 4.Hasil Uji Normalitas

Variabel P (Nilai Sig) Kategori
Kebahagiaan 0.200 Normal
Keikhlasan 0.004 Tidak Normal
Table 1.Hasil Uji Normalitas

Hasil Uji Hipotesis

Berdasarkan hasil uji normalitas pada tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa signifikansi pada skala kebahagiaan sebesar 0.200 (p>0.05) berarti data dalam penelitian ini terdistribusi normal. Namun, pada skala keikhlasan memiliki signifikansi sebesar 0.004 (p<0.05) yang artinya data berdistribusi secara tidak normal. Hasil Uji Linearitas. Uji linearitas merupakan tahap selanjutnya setelah uji normalitas. Uji linearitas bertujuan untuk melihat apakah ada pengaruh dari satu variabel terhadap variabel lainnya. Uji linearitas juga berfungsi untuk melihat apakah variabel bebas dan tergantung memiliki hubungan yang linear atau tidak. Apabila nilai signifikansi linearitas memiliki nilai kurang dari 0.05 (p<0.05) maka

Setelah melakukan uji normalitas, maka mendapatkan hasil bahwa skala kebahagiaan terdistribusi normal namun skala keikhlasan terdistribusi tidak normal. Pada uji linearitas menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kedua variabel bersifat linear. Oleh sebab itu, uji hipotesis menggunakan analisis non-parametic dengan menggunakan teknik korelasi Spearman-rho. Jika hasil korelasi memiliki nilai sig p<0.05 maka kedua variabel saling berkolerasi atau berhubungan. Adapun hipotesis yang diajukan pada penelitian ini yaitu adanya hubungan antara keikhlasan dengan tingkat kebahagiaan mahasiswa Yogyakarta.

Variabel r p (Nilai sig) Interpretasi
Keikhlasan terhadap kebahagiaan 0.265 0.001 Signifikan
Table 2. Hasil Uji Hipotesis antara Keikhlasan dan Kebahagiaan

Berdasarkan hasil uji linearitas antara kebahagiaan dan keikhlasan, dapat diketahui bahwa nilai signifikansi p = 0.000 (p<0.05), sehingga dapat diartikan bahwa Hasil uji hipotesis antara keikhlasan dan kebahagiaan di atas menunjukkan hasil r= 0.265 dan p = 0.001 (p<0.05). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara keikhlasan dan kebahagiaan.

Pembahasan

Tujuan penelitian adalah mengetahui adanya hubungan positif antara keikhlasan dan kebahagiaan pada mahasiswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keikhlasan memiliki hubungan positif dengan kebahagiaan. Semakin tinggi kekihlasan semakin tinggi kebahagiaan mahasiswa. Spiritualitas atau iman dan kebahagiaan memiliki hubungan. Hal tersebut dijelaskan oleh Putra & Sudibia [16]bahwa seseorang yang memiliki tingkat keimanan yang kuat lebih bahagia daripada seseorang yang tidak memiliki keyakinan. Selain itu, dijelaskan bahwa iman memberi kekuatan serta menenangkan manusia. Dalam Islam, salah satu implikasi dari diri seorang muslim adalah keikhlasan. Pemahaman mengenai keikhlasan bisa didapatkan oleh setiap individu. Namun, untuk pengimplementasian dalam kehidupan sehari-harinya, ikhlas merupakan suatu hal yang tidak mudah diterapkan oleh masing-masing individu. Hal tersebut dikarenakan salah satu bagian konstruk keikhlasan ialah berkaitan dengan proses berideologi sebagai hamba Tuhan [9].

Keikhlasan didefinisikan oleh Syukur dalam Ajhari [3] sebagai perbuatan yang dilakukan semata-mata hanya karena Allah SWT. Selain itu, Chizanah [9] juga menjelaskan bahwa ikhlas merupakan ketulusan yang dimiliki seseorang dalam melakukan sesuatu untuk orang lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa yang melakukan segala hal semata-mata hanya karena Allah SWT dan melakukan sesuatu untuk orang lain dengan penuh ketulusan akan merasakan kebahagiaan dalam hidupnya karena hal tersebut sejalan dengan konsep dari aspek keikhlasan milik Chizanah [9], yaitu motif transendensial dimana mahasiswa memiliki konsep hidup sebagai Hamba Tuhan dan Al-Qur’an sendiri menjelaskan bahwa kebahagiaan seseorang bisa diraih jika kita memurnikan segala niat dengan beriman kepada Allah SWT.

Dalam Al-qur’an terdapat banyak ayat dan surat yang membahas mengenai keikhlasan, salah satunya yaitu QS. Az- Zumar ayat 11-14 yang artinya (11) Katakanlah,“Sesungguhnyaaku diperintahkan untuk menyembah Allah dengan penuh keikhlasan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama. (12) Dan aku diperintahkan untuk menjadi orangyang pertama-tama berserah diri. (13) Katakanlah, “Sesungguhnya aku takut akan azab pada hari yang besar jika aku durhaka kepada Tuhanku.” (14) Katakanlah, “Hanya Allah yang aku sembah dengan penuh ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku”. Dari ayat tersebut, bisa kita simpulkan bahwa ikhlas merupakan suatu kondisi yang dialami individu dimana ia dengan sepenuh hati berpegang teguh kepada Allah SWT. dan berserah diri kepada-Nya.

Kebahagiaan dalam Islam sejatinya bukan hanya berorientasi pada dunia saja, melainkan kebahagiaan di akhirat. Dalam QS. Az-Zukruf ayat 35 yang artinya: “Dan (Kami buatkan pula) perhiasan-perhiasan (dari emas untuk mereka). Dan semuanya itu tidak lain hanyalah kesenangan kehidupan dunia, dan kehidupan akhirat itu di sisi Tuhanmu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” Telah dijelaskan bahwa kebahagiaan yang lebih utama ialah kebahagiaan akhirat yang hanya dapat diraih bagi mereka yang bertakwa. Mereka yang bertakwa dalam menjalani kehidupannya hanya akan mengharap rahmat dan riddha Allah SWT., merasa yakin sepenuhnya kepada Allah SWT. dan takut dengan segala larangan-Nya sehingga akan melakukan segala hal dalam kehidupannya ditujukan hanya untuk Allah SWT. yang diyakininya dengan sepenuh hati. Hal tersebut sejalan dengan konsep ikhlas yang selalu menjadikan Allah SWT. sebagai tujuan utama dalam melakukan banyak hal dalam kehidupan ini. Dari konsep tersebut, bisa kita lihat bagamaina keikhlasan dan kebahagiaan saling berhubungan.

Individu yang dalam menjalani kehidupnya memiliki ideologi dan tujuan hidup yang kuat sebagai hamba Tuhan seperti yang dijelaskan dalam QS. Az- Zumar ayat 11-14 tersebut, akan melakukan segala aktivitas dalam kehidupannya semata-mata hanya untuk Allah SWT., Tuhan Yang Maha Esa. Individu yang hanya memiliki tujuan utama hanya untuk mendapatkan ridha Allah SWT. Hal tersebut akan mendatangkan perasaan tenang, damai dan emosi positif lainnya karena individu tidak memikirkan hal lain yang tidak sejalan dengan ideologi dan tujuan hidupnya tersebut. Mereka juga akan mendapatkan balasan berupa kesenangan di kehidupan akhirat kelak seperti yang terdapat dalam QS. Az-Zukruf ayat 35.

Dalam aspek kebahagiaan menurut Seligman [19], terdapat aspek emosi positif dimana individu yang merasakan emosi positif akan bahagia dalam hidupnya. Emosi positif bisa dirasakan oleh individu yang memiliki keikhlasan. Dengan hanya berharap dan memiliki tujuan untuk Allah SWT. semata, individu dapat merasakan ketenangan lahir dan batin, kedamaian dan tidak perlu merasa khawatir terhadap bagaimana reaksi sekitar atas segala hal yang dilakukannya karena ia yakin hanya Allah SWT. yang memiliki kuasa atas segala hal di kehidupan ini. Hasiah [12] menjelaskan beberapa keistimewaan yang diberikan oleh Allah SWT kepada orang yang ikhlas, antara lain: (1) Seseorang akan terhindar dari godaan dan rayuan serta tipu daya iblis. Hal tersebut dijelaskan Allah SWT pada Q.S Shad [38] Ayat 82 – 82 yang artinya, “(82) Iblis menjawab: Demi kekuasaan Engkau, aku akan menyesatkan mereka semuanya (83) kecuali hamba-hambar-Mu yang mukhlis di antara mereka”. (2) Terhindar dari hawa nafsu yang buruk serta bebas dari kesalahan maupun kekeliruan. Hal tersebut dijelaskan Allah SWT pada Q.S Yusuf [12] Ayat 53 yang artinya, “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi MahaPenyayang. Dengan demikian, keikhlasan membentengi manusia dari segala bentuk hawa nafsu, antara lain seperti keinginan terhadap kemewahan, kedudukan, popularitas, harta, simpati ataupun hal lain.

Hasiah [12] juga menjelaskan keistimewaan orang Ikhlas adalah ketenangan dan ketentraman batin. Hal tersebut dapat terpancar dati ketenangan dan bersinarnya sikap, wajah serta hati seseorang seperti halnya yang dijelaskan dalam Q.S Al-Fath [48] : 29 yang artinya, “Muhammad ialah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengannya ialah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itumenyenangkan hati penanam- penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mu’min). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.”

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa terdapat keistimewaan orang Ikhlas, dimana seseorang mendapat kebaikan di dunia. Hal tersebut meliputi terhindar dari godaan dan rayuan iblis,terhindar dari hawa nafsu yang buruk dan bebas dari kesalahan, serta memiliki ketenangan dan ketentraman batin. Salah satu hal yang membuat kita bahagia di dunia adalah ketenangan dan ketentraman batin. Sehingga salah satu keistimewaan keikhlasan adalah upaya untuk meningkatkan kebahagiaan.[10] Hasil penelitian yang dilakukan sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nisrina [14] yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kesabaran dan kebahagiaan pada wanita karir berkeluarga dimana kesabaran erat kaitannya dengan ikhlas karena keduanya sama-sama menggambarkan penerimaan diri yang baik. Penerimaan diri yang baik dilakukan dengan menyerahkan segala urusan hanya kepada Allah SWT. sebagaimana konsep ikhlas sehingga individu bisa merasakan kebahagiaan. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan uji hipotesis antara keikhlasan dan kebahagiaan menunjukkan hasil r = 0.265 dan p = 0.001 (p<0.05). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara keikhlasan dan kebahagiaan. Artinya, keikhlasan yang dimiliki oleh individu akan memengaruhi tingkat kebahagiaan yang dirasakan oleh individu pula. Individu yang memiliki keikhlasan akan merasakan kebahagiaan dalam kehidupannya.

Kesimpulan

Hasil dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara keikhlasan dan tingkat kebahagiaan pada mahasiswa di Yogyakarta dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi keikhlasan akan semakin tinggi kebahagiaan. Diharapkan penelitian selanjutnya bisa menganalisis lebih mendalam mengenai aspek lain yang bisa memengaruhi variabel kebahagiaan. Selain itu, salah satu cara yang dapat digunakan untuk meminimalisasi agresi di kalangan mahasiswa adalah mengimplementasikan keikhlasan secara istiqamah dalam kehidupan sehari-hari.

Ucapan Terimakasih

Pertama-tama syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada pihak keluarga yang sangat mendukung kami dalam penelitian ini. Terimakasih kepada seluruh partisipan yang bersukarela dalam mengisi angket penelitian. Kami juga berterimakasih sekali kepada Bapak Fuad Nashori, yang telah menjadi dosen pembimbing kami dan dosen-dosen serta seluruh pihak Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia.

References

  1. Abdul, H.K. (2016). Aktualisasi keikhlasan dalam pendidikan; telaah atas novel laskar pelangi. Jurnal Ilmiah AL- Jauhari. 1(1). 66 – 82.
  2. Afifah, F. N. (2018). Hubungan antara pemaafan dengan kebahagiaan pada remaja yang tinggal di panti asuhan. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.
  3. Ajhari, A.A. (2019). Jalan menggapai ridho Allah. Bandung: BSA UIN.
  4. Anwar, F. (2018). Hubungan intensitas dzikir dengan kebahagiaan pada mahasiswa universitas islam di yogyakarta. Skripsi. Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya. Universitas Islam Indonesia.
  5. Ardiyantara, N., Rusdi, A., Wicaksono, K., A., Peduk, A., Ramadhani., K., & Saputro, T.A. (2018). Sedekah sebagai prediktor kebahagiaan.Jurnal Psikologi Islam. 5(1). 59-68.
  6. Badan Pusat Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta, 4 September 2017.
  7. Casmini, C., & Sandiah, F.A. (2019). “Urip iku mung mampir ngombe”; Konsep kebahagiaan masyarakat miskin pesisir yogyakarta di era industrialisasi. Jurnal Psikologi. 46(3).
  8. Chizanah, L. & Hadjam, M. N. R. (2011). Validitas konstruk ikhlas: analisis faktor eksploratori terhadap instrumen skala ikhlas. Jurnal Psikologi. 38 (2). 199-214.
  9. Chizanah, L. & Hadjam, M. N. R. (2013). Penyusunan instrumen pengukuran ikhlas. Jurnal Psikologika. 18 (1).39-49.
  10. Departemen Agama RI. (2014). Al-Qur’an Terjemah Per-kata. Jakarta: Sygma.
  11. Fuad, M. (2015). Psikologi kebahagiaan manusia. Jurnal Komunika. 9(1). 112-130.
  12. Hasiah. (2013). Peranan ikhlas dalam perspektif al-quran. Jurnal Darul ‘Ilmi. 1(2). Jurnal Psikologi Terapan dan Pendidikan. 1(1). 22-29.
  13. Maharani, D. (2015). Tingkat kebahagiaan (happiness) pada mahasiswa fakultas ilmu pendidikan universitas negeri yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
  14. Nisrina, I. (2018). Hubungan kesabaran dan kebahagiaan pada wanita karir berkeluarga. Yogyakarta: Skripsi Program Sarjana, Program Studi Psikologi, Universitas Islam Indonesia.
  15. Nurwulandari, S. T. (2018). Peran keikhlasan dalam pengembangan organisasi pada karyawan produksi PT. Sonokembang Wahana Jaya Malang. Malang: Skripsi Program Sarjana, Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
  16. Putra, G.B.B., & Sudibia, I.K. (2019). Faktor-faktor penentu kebahagiaan sesuai dengan kearifan lokal di bali. E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. 8(1). 79-94.
  17. Rusma, T. (2015). Statistika penelitian: Aplikasinya dengan SPSS. Yogyakarta Graha Ilmu.
  18. Sarwono, J. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.
  19. Seligman, M.E.P. (2005). Authentic happiness. Bandung: PT. Mizan Pustaka.
  20. Sukardi. (2012). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
  21. Qalami, A.F. (2003), Ringkasan Ihya’ Ulumiddin. Surabaya: Gitamedia Press