COVID-19 has a huge impact on the well-being of mothers who have to work during the pandemic. This condition makes each individual forced to work from home or with other alternatives to reduce the chain of the spread of COVID-19 and also have to meet all dependents at home. This situation certainly has a psychological impact on a mother, one of which causes a decrease in her psychological well-being. Therefore, the aims of this article are 1) To describe the subjective well-being of a mother working during a pandemic, 2) To find out the approaches that can be used to increase maternal subjective well-being during a pandemic. Using the literature review technique, it was further explored through PubMed, APA, Google Scholar and ScienceDirect. Articles are selected in the category of original articles, in English and Indonesian with publication in 2020 and research methods by online surveys or other data collection and have subjects on working mothers. Of the 35 articles found, there were 8 articles that met the criteria. The results of the study found that the subjective well-being condition of working mothers has decreased, such as satisfaction in work or family and dilemmas in her role as a mother. Strategies that can be used to increase this are by using stress coping: regulation of emotions, maintaining online communication, limiting thoughts or activities that refer to negative self-assessments and replacing them with positive activities such as sports. This finding is expected to be an alternative solution for subjective well-being on mothers who work during a pandemic.
Wanita yang telah menikah memiliki berbagai peran dalam menjalankan setiap aktivitasnya. Beberapa peran yang dijalankan, diantaranya mengelola keuangan yang didapatkan oleh suami untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Selain itu, tidak jarang pula wanita yang telah menikah juga ikut andil dalam mendapatkan penghasilan agar tidak hanya bergantung pada pekerjaan suami dan bersama-sama berjuang dengan suami demi membangun kesejahteraan keluarga [6]. Kemudian, bagi wanita yang telah memiliki anak, secara otomatis akan memiliki peran tambahan dalam mengasuh anak. Hal tersebut dijelaskan lebih lanjut oleh Lestari [9] bahwa suami istri memiliki peran dalam pengasuhan anak, akan tetapi istri lebih banyak berperan dalam pengasuhan tersebut. Berbagai peran wanita yang telah menikah dijalankan bersama pasangan dengan berbagai pembagian tugas. Berbagai peran yang telah dijalankan sebelumnya, mengalami perubahan keadaan ketika muncul pandemi COVID-19 di tahun 2020 di Indonesia. Berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah seperti social distancing membuat beberapa pembatasan dalam melakukan aktivitas pekerjaan. Fahri dkk (2020) menjelaskan lebih lanjut bahwa banyak perusahaan yang ditutup karena adanya aturan terkait lockdown, PSBB dan social distancing. Dampak ekonomi tersebut juga dirasakan oleh pekerja karena mayoritas pekerja mengalami pemotongan gaji atau bahkan PHK [18]. Selain itu, banyak pekerja juga yang melakukan work from home (WFH). Aktivitas work from home ini dilakukan semenjak bulan Februari demi memutuskan mata rantai persebaran virus COVID-19 [1].
Adanya kebijakan work from home membuat adanya penyesuaian yang harus dilakukan oleh wanita yang bekerja, terlebih lagi jika wanita tersebut juga memiliki anak. Melakukan pekerjaan dirumah bagi pekerja wanita menjadi hal yang menarik dan lebih menantang daripada melakukan pekerjaan secara langsung di tempat kerja [7]. Bagi wanita yang telah memiliki anak, juga harus menemani anaknya untuk melakukan aktivitas pendidikan secara online, terlebih lagi jika usia anak yang belum memungkinkan untuk bisa menggunakan media pembelajaran online seperti laptop maupun handphone secara mandiri. Hal tersebut dijelaskan lebih lanjut oleh Wardani dan Ayriza [19] bahwa orang tua mengalami banyak kendala dalam pembelajaran daring anaknya, seperti: membagi waktu dengan pekerjaan, kesulitan dalam mengoperasikan gadget, kesulitan orang tua dalam memahami materi anak, orang tua menjadi tidak sabar mendampingi anak serta jangkauan layanan internet yang minim. Bagi sebagian karyawan, aktivitas work from home bisa menjadi salah satu penyebab turunnya motivasi dalam mengerjakan deadline pekerjaan dan pekerja ternyata juga merasa terganggu dengan suasana rumah selama melakukan work from home [15]. Hal tersebut dikuatkan dengan pendapat Flores [5] dimana pekerja merasa susah untuk memisahkan aktivitas bekerja dan aktivitas rumah tangga lainnya. Terlebih lagi, seorang wanita yang bekerja memiliki banyak peran dalam aktivitas rumah tangganya dan hal tersebut, bisa saja mempengaruhi kondisi kesejahteraan subjektif pekerja selama pandemic COVID-19. Bryson dkk [3] menjelaskan bahwa apabila individu memiliki kesejahteraan subjektif yang tinggi maka individu tersebut mampu bekerja dengan lebih baik. Selain itu kesejahteraan subjektif yang baik terjadi apabila pekerja tidak mengalami burnout dalam melaksanakan pekerjaannya [17]. Akan tetapi, dalam hal ini banyak kondisi yang harus disesuaikan oleh ibu yang bekerja dengan berbagai tantangan dalam menjalankan perannya sebagai pekerja, pasangan serta orang tua.
Berbagai penyesuaian yang harus dilakukan oleh ibu yang bekerja membuat peneliti ingin mengetahui kondisi subjective well-being pada ibu yang bekerja serta ingin mengetahui berbagai aktivitas positif yang bisa dilakukan ibu yang bekerja selama pandemi untuk menjadi alternatif solusi dalam menjaga kesehatan psikologis dan agar ibu yang bekerja bisa melakukan berbagai peran yang diterimanya secara lebih positif.
Metode penelitian dalam bahasan ini adalah menggunakan metode literature review yang dapat diartikan sebagai sebuah metode yang sistematis, reprodusibel dan eksplisit agar dapat mengidentifikasi ataupun mengevaluasi hasil penelitian yang sudah dihasilkan oleh para peneliti sebelumnya dengan tujuan untuk membuat analisis terhadap pengetahuan yang sudah ada terkait dengan topik yang akan diteliti agar dapat menemukan ruang kosong bagi penelitian yang akan dilakukan Rahayu et al., [16], selain pengertian diatas studi review sistematis yang telah dilakukan juga mengacu pada pedoman untuk melakukan review sistematis untuk penelitian psikologi (Carvalho et al., 2019) dan menggunakan pedoman PRISMA. Studi yang menjadi rujukan dalam penulisan ini adalah menggunakan tema subjective well-being, ibu bekerja dan COVID-19. Sumber literatur didasarkan pada kata kunci yang sudah dipaparkan di atas dengan menggunakan pedoman pencarian data ilmiah melalui PubMed, APA, Google Scholar dan ScienceDirect, serta disimpan dalam perangkat lunak Mendeley. Adapun proses pemilihan artikel dapat dilihat pada Figure 1.
Pertanyaan dalam penelitian ini memiliki inti pokok yaitu: 1) bagaimana gambaran mengenai subjective well-being pada seorang ibu yang bekerja selama pandemi?, 2) Pada paparan literature apa saja pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan subjective well-being ibu selama pandemi?. Untuk partisipan yang digunakan dalam penelitian ini adalah artikel atau jurnal yang memiliki subjek dengan ibu yang bekerja di masa Pandemi.
Subjective well-being
Kesejahteraan subjektif atau yang sering disebut sebagai subjective well-being adalah sebuah pemikiran seseorang mengenai pengalaman hidup pribadinya yang terdiri dari penilaian secara afektif maupun kognitif [4]. Hal tersebut juga sesuai dengan yang dikemukakan oleh Diener, et al dalam [4] yang mengemukakan bahwa subjective well-being adalah sebuah konsep secara luas memiliki tingkatan tingginya kepuasan hidup, perasaan negatif yang rendah, semua pengalaman yang menyenangkan dan pengungkapan emosi yang baik dan memiliki tingkatan yang tinggi. Seseorang dinyatakan berhasil memiliki subjective well-being yang baik, jika seseorang tersebut memiliki perasaan puas terhadap kondisi kehidupan yang dijalaninya, tidak pernah atau jarang memiliki emosi negatif dan justru lebih banyak memiliki emosi positifnya. Subjective well-being juga dapat dijadikan sebagai acuan hidup seseorang untuk dapat mengevaluasi apa yang ada pada dirinya.
Diener [4] mengelompokkan mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap subjective well-being sebagai berikut: (1) self esteem, (2) self control, (3) extraversion, (4) optimism, (5) hubungan yang positif, dan (6) mempunyai tujuan dan arti di dalam hidupnya. Adapun faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi adalah (1) usia seseorang, (2) jenis kelamin, (3) pekerjaan seseorang, (4) pendidikan seseorang, (5) agama yang dianut seseorang, (6) keluarga dan status pernikahan seseorang.
No. | Peneliti | Variabel | Partisipan | Hasil | Negara |
1 | (Martínez et al., 2020) | Subjective well-being, mental health | 2.253 orang dengan usia lebih dari 18 tahun. | Kesejahteraan subjektif, partisipan cenderung rendah. Partisipan menggunakan strategi coping seperti optimism dan kebersyukuran | Colombia |
2 | (Limbers et al., 2020) | Physical activity, parenting stress and quality of life | 200 ibu yang bekerja paruh waktu dengan rata-rata usia 33, 5 tahun. | Stres pengasuhan mempengaruhi kondisi kualitas hidup ibu yang bekerja. Hal tersebut bisa diatasi dengan melakukan aktivitas fisik seperti berolahraga. | United States |
3 | (Brand et al., 2020) | Exercise frequency, subjektif well-being | 13.696 orang | Olahraga secara rutin dan dilakukan setiap hari selama pandemi akan membuat suasana hati menjadi baik dan akan berpengaruh terhadap subjektif well-being individu. | United States |
4 | (Paredes et al., 2020) | Subjective mental well-being, anxiety and resilience | 711 orang | Individu yang memiliki resiliensi yang tinggi dapat mengatasi hal-hal yang akan merusak kesejahteraan mental seperti stress dan traumatis selama pandemi. | Colombia |
5 | (Möhring et al., 2020) | Subjective well-being, satisfaction with work and family | Populasi umum di Jerman | Kesejahteraan subjektif memiliki penurunan dimasa pandemic, penurunan ini paling menonjol dirasakan oleh Ibu yang bekerja akibat menurunnya kepuasan keluarga dan kepuasan kerja yang harus terpaksa bekerja dengan jangka waktu yang lebih pendek. | German |
6 | (Zacher & Rudolph, 2020) | Subjective well-being, Individual differences and changes | 979 orang | Penilaian stress dan penanggulangannya (koping) dapat dikaitkan dengan tingkat kesejahteraan subjektif untuk menghadapi masa pandemi. | German |
7 | (Marliani et al., 2020) | Regulasi emosi, Stress, Work from home, COVID-19 | Populasi Ibu di Indonesia | Regulasi emosi diprediksi menjadi salah satunya aspek personal yang menentukan bagi seorang ibu yang bekerja untuk menghadapi stres yang ada dan lebih lanjutnya akan berperan dalam meningkatkan kesejahteraan psikologis mereka. Regulasi emosi yang tepat dapat memberikan ketenangan psikologis bagi Ibu pekerja sehingga berpengaruh terhadap pengambilan keputusan yang sesuai. | Indonesia |
8 | (Khairiyah & Takwin, 2020) | Subjective well-being, online communication | 85 orang | Terdapat pengaruh antara menjaga komunikasi online dengan kesejahteraan subjektif | Indonesia |
Hasil Pencarian
Hasil pencarian jurnal terkait telah melewati proses dari tanggal 5-10 November 2020 dan telah menemukan 35 artikel untuk dapat diseleksi. Selanjutnya artikel diproses kembali berdasarkan judul, abstrak dan kata kunci. Dari keseluruhan artikel terdapat 2 artikel yang tidak dapat diakses oleh peneliti serta 9 artikel yang tidak diproses oleh peneliti karena tidak memenuhi kriteria. Selanjutnya terdapat 24 artikel yang kemudian diproses lanjutan oleh peneliti dan ditemukan 8 artikel yang memiliki gambaran, subjek maupun intervensi yang sesuai dengan kriteria, sedangkan 16 artikel sisanya tidak dapat diproses kembali karena memiliki gambaran, subjek ataupun salah satu intervensi yang tidak terkait dengan subjective well-being. Artikel yang tidak dapat diproses kembali dikarenakan tidak sesuai dengan kriteria yang diinginkan, penelitian tersebut dilakukan tidak sesuai dengan rentang waktu yang diproses dan dalam artikel tersebut tidak terkait dengan syarat salah satu misalnya dari subjek maupun intervensi yang digunakan. Untuk tahapan pencarian artikel penelitian dapat dilihat pada Figure 1.
Untuk sumber artikel pertama yang didapat dari penelitian Möhring et al., [13] yang melakukan penelitian di German, memiliki tujuan dalam penelitiannya untuk memberikan evaluasi tentang apakah semasa lockdown di masa pandemi tersebut memiliki efek langsung pada populasi di negara Jerman dalam hal perubahan kepuasan dengan pekerjaan dan kehidupan keluarga, serta peneliti ingin mengeksplorasi bagaimana subjective well-being dapat berubah sebelum COVID-19. Penelitian tersebut menggunakan desain penelitian kuantitatif secara longitudinal study. Data diambil dari German Internet Panel (GIP) yang berbasis pada sampel profitabilitas acak dengan populasi umum di Jerman alam usia rentang waktu antara 16-75 tahun. Studi dilakukan dari tahun 2012 dengan peserta tambahan pada tahun 2014 dan 2018. Subjek diambil secara offline dengan prosedur statistik. Setiap bulan subjek diundang untuk mengisi survei online secara sukarela.
Setelah mengalami masa corona, maka GIP meluncurkan survei secara khusus yang diberi nama Mannheim Corona Study (MCS) pada 20 Maret 2020 (Blom dkk, 2020). Pengumpulan data selama COVID-19 di masa lockdown berlangsung dari 17 April-24 April 2020. Serta subjek yang bekerja dari Januari 2020, yang otomatis diubah menjadi bekerja dari jarak jauh dan bekerja jangka pendek di bulan April 2020. Hasil perhitungan pun mengemukakan bahwa: Secara umum selama lockdown, masyarakat mengalami penurunan kesejahteraan subjektif. Sedangkan secara khusus orang-orang mengalami stress yang berkaitan dengan rendahnya kesejahteraan subjektif, kesulitan ekonomi, hilangnya pekerjaan, berisiko memiliki masalah dengan kesehatan, pengurangan kontak sosial, pengurangan aktivitas fisik. Untuk efek positifnya adalah mungkin individu akan menjadi lebih dekat dengan keluarganya. Secara keseluruhan lockdown memiliki efek secara langsung di masa pandemi di negara Jerman. Hasil singkatnya: penurunan kepuasan keluarga secara umum dan menemukan bahwa penurunan kepuasan kerja secara keseluruhan yang paling menonjol adalah pada para Ibu dan individu yang tidak memiliki anak dan terpaksa harus bekerja dengan jangka waktu yang pendek hal ini berbanding terbalik pada kesejahteraan untuk ayah.
Sumber jurnal kedua adalah penelitian dari Zacher & Rudolph [20] yang memiliki tujuan penelitian untuk memeriksa perubahan kesejahteraan subjektif antara bulan Desember 2019 hingga Mei 2020 dan mengemukakan bagaimana cara menilai stress serta strategi koping yang dilakukan selama tahap awal pandemi. Pada penelitian ini data yang diambil dari subjek berjumlah 979 orang di Jerman. Dari hasil temuan menyebutkan bahwa rata-rata kepuasan hidup memiliki pengaruh secara positif, sedangkan untuk efek negatifnya cenderung tidak berubah secara signifikan antara bulan Desember 2019 dan Maret 2020 tetapi justru menurun di bulan Maret sampai Mei 2020. Secara negatif dapat dikatakan memiliki keterkaitan dengan ancaman dan penilaian perencanaan. Pengaruh positifnya berhubungan dengan kontrol diri, koping, menggunakan dukungan emosional dan agama. Secara keseluruhan menyebutkan bahwa COVID-19 tidak hanya mewakili permasalahan pada kasus kesehatan seseorang dan perekonomiannya, namun juga memiliki permasalahan pada dimensi psikologisnya, karena dapat dikaitkan dengan penurunan dalam aspek utama kesejahteraan subjektif seseorang. Penilaian stress dan penanggulangannya (koping) dapat dikaitkan dengan tingkat kesejahteraan subjektif untuk menghadapi masa pandemi.
Selanjutnya jurnal ketiga dari Marliani et al., [11] yang memiliki tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk memberikan sebuah kerangka berpikir teoritis yang menggambarkan hubungan antara regulasi emosi, stres, dan kesejahteraan psikologis dalam sebuah model deskriptif. Penelitian tersebut menggunakan pengumpulan pustaka dengan subjek tujuan adalah ibu yang bekerja di rumah selama masa pandemi. Untuk hasil disimpulkan bahwa regulasi emosi diprediksi menjadi salah satu aspek personal yang menentukan bagi seorang ibu yang bekerja untuk menghadapi stres yang ada dan lebih lanjutnya akan berperan dalam meningkatkan kesejahteraan psikologis terutama penilaian subjektif mereka. Regulasi emosi yang tepat dan sesuai dapat memberikan ketenangan psikologis bagi Ibu pekerja, sehingga berpengaruh terhadap pengambilan keputusan yang sesuai.
Sumber jurnal keempat adalah jurnal berdasarkan pemaparan [8] yang memiliki tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh kualitas komunikasi online terhadap kesejahteraan subjektif bagi para pengusaha di PT DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan analisis regresi linear, dengan Subjek penelitian terdiri dari 85 pengusaha dengan rentang usia antara 20-40 tahun. Hasil penelitian dengan menggunakan dua skala yang digunakan, yaitu skala kualitas komunikasi dan skala kesejahteraan subjektif. Adapun hasil yang dikemukakan: terdapat pengaruh antara komunikasi online dengan kesejahteraan subjektif pada pengusaha di DKI Jakarta dengan tingkat signifikan P=0, 016 dengan kontribusi 16, 7% dan 83, 3% lain yang dipengaruhi oleh variabel lainnya. Hal tersebut dapat digunakan sebagai koping untuk kesejahteraan subjektif seorang individu yang harus melewati masa pandemi dengan tetap menjaga komunikasi online dengan sanak saudara ataupun rekan kerja yang memiliki keluhan sama untuk saling menceritakan keluh kesah satu sama lain.
Selanjutnya untuk sumber jurnal kelima adalah menggunakan jurnal dari Martínez et al., [12] yang memiliki tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui tentang konsekuensi dari pandemi COVID-19 pada kesehatan mental dan kesejahteraan subjektif yang berada di Kolombia. Adapun untuk keseluruhan partisipan terdiri dari 2.253 orang dalam pengumpulan data tersebut, dengan usia lebih dari 18 tahun. Setiap survei online yang digunakan memiliki perbedaan antara satu dengan yang lain. Untuk subjek dewasa yang bukan mahasiswa menggunakan snowball sampling, sedangkan untuk mahasiswa peneliti menggunakan jejaring sosial dan platform asosiasi siswa. Untuk kumpulan data kesejahteraan yang menggunakan pekerja informal menggunakan syarat: pekerja yang tidak dibawah naungan perusahaan. Untuk hasil penelitian mengungkapkan dari total dengan jumlah 984 observasi yang valid dikumpulkan dan 941 tanggapan berasal dari individu yang tinggal di Kolombia. Untuk pekerja Informal sebanyak 638 partisipan yang dilakukan observasi secara valid. Total sampel di Cali terdapat sampel sebanyak 484 orang. Dalam kesejahteraan subjektif, partisipan cenderung merasakan rendahnya kepuasan hidup, kesehatan yang buruk dan terdapat gejala umum pada kesehatan mental yang buruk. Untuk koping dalam penelitian ini para partisipan menggunakan koping strategi yang berkaitan dengan emosi positif seperti optimism, rasa syukur, kedekatan dengan rasa cinta ataupun kasih sayang untuk membantu menengahi konsekuensi negatif dari pandemi.
Sumber jurnal selanjutnya berasal dari penelitian oleh Limbers et al., [10] yang memiliki tujuan dalam penelitiannya adalah untuk: (1) mengevaluasi hubungan stress orang tua, kualitas hidup, dan aktivitas fisik pada ibu bekerja yang melakukan work from home selama pandemi, (2) untuk mengetahui apakah aktivitas fisik memoderasi hubungan antara stress pengasuhan dan kualitas hidup pada sampel ibu yang bekerja. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional dengan Subjek pada penelitian ini adalah 200 ibu yang bekerja paruh waktu dari Amerika dengan rata-rata usia 33, 5 tahun. Ibu yang bekerja minimal 30 jam per minggu dan beralih bekerja dirumah selama pandemic. Selain itu, kriteria subjek lainnya memiliki setidaknya satu anak berusia 5 tahun atau lebih muda. Adapun hasil pada penelitian tersebut mengemukakan beberapa temuan: (1) Stres pengasuhan yang besar dikaitkan dengan kualitas hidup yang lebih buruk, (2) Stres pengasuhan memiliki keterkaitan dengan kondisi fisik, psikologis, dan kualitas kehidupan pada ibu yang bekerja dirumah selama pandemi, (3) Pengaruh negatif dari stress pengasuhan terhadap hubungan sosial ibu dan kualitas hidup lebih rendah untuk ibu yang bekerja dan terlibat dalam tingkat aktivitas fisik sedang, (4) Aktivitas fisik dengan intensitas sedang dapat mengurangi dampak negatif dari tekanan pengasuhan, hubungan sosial, kepuasan pada ibu yang bekerja selama pandemi.
Sumber jurnal berikutnya berasal dari penelitian yang dilakukan oleh Brand et al., [2] dimana penelitian tersebut memiliki tujuan penelitian untuk menyelidiki efek dari pembatasan frekuensi latihan seperti olahraga dan perubahan terkait dalam kesejahteraan subjektif. Jumlah subjek penelitian berjumlah 13.696 responden di 18 negara yang ambil menggunakan survei secara online. Adapun hasil dari survei penelitian tersebut menyebutkan bahwa berkenaan keterkaitan dengan subjektif well-being menunjukkan bahwa setiap subjek yang melakukan olahraga secara rutin dan setiap hari selama pandemi, maka memiliki suasana hati yang baik. Sebaliknya yang tidak rutin dalam berolahraga selama pandemi maka cenderung tidak memiliki perubahan mood sama sekali. Untuk yang mengurangi frekuensi olahraga di masa pandemi cenderung memiliki suasana hati yang lebih buruk dibandingkan dengan yang meningkatkan atau mempertahankan frekuensi olahraganya. Dalam penelitian tersebut salah satunya juga diambil dari subjek ibu yang bekerja selama pandemi, jadi secara keseluruhan latihan fisik dapat meningkatkan kesejahteraan subjektif pada seorang ibu yang bekerja di masa tersebut. Sumber literature terakhir dari Paredes et al., [14] dan memiliki tujuan penelitian untuk menganalisis pengaruh ancaman yang dirasakan COVID-19 pada kesejahteraan mental subjektif individu. Pada penelitian tersebut terdapat subjek penelitian berjumlah 711 orang diantaranya adalah perempuan yang juga bekerja selama pandemi dan memiliki keluarga dirumah. Adapun untuk temuan hasil penelitian tersebut adalah individu dengan tingkat ketahanan tinggi yang dapat mengatasi peristiwa stress dan traumatisnya akan sangat kecil kemungkinan terkena ancaman COVID-19, hal tersebut erat kaitannya dengan kesejahteraan mental subjektif setiap individu.
Keseluruhan artikel yang telah dijadikan literatur menyatakan bahwa gambaran subjective well-being pada ibu yang bekerja di masa pandemi rata-rata cenderung memiliki nilai yang rendah dan penurunan secara signifikan. Penyebab dari beberapa sumber terkait diakibatkan karena rendahnya dalam kepuasan keluarga sehingga menjadikan individu memiliki penilaian negatif terhadap dirinya. Selain pada lingkup keluarga kesejahteraan subjektif juga menurun pada tingkat kepuasan kerja, hal tersebut sejalan dengan faktor-faktor kesejahteraan subjektif yang telah dikemukakan. Sedangkan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan subjektif itu sendiri dalam literature tersebut juga menyatakan bahwa koping stress dengan regulasi emosi dapat memberikan ketenangan dan penilaian positif pada ibu yang bekerja di masa pandemi seperti ini. Selain hal tersebut terdapat juga cara untuk meningkatkan kesejahteraan subjektif seperti menjaga komunikasi online, berolahraga, meditasi sebagai bentuk pengalihan pikiran negatif terhadap diri sendiri dan sebagai bentuk faktor untuk meningkatkan kesejahteraan subjektif dengan tetap resiliensi di masa pandemi. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat mempertimbangkan kembali dalam pencarian subjek ataupun dampak jangka panjang serta diharapkan dapat melakukan penelitian serupa dengan penggalian data secara langsung ataupun survei online dengan subjek, dikarenakan di Indonesia belum terdapat penelitian serupa.
Penelitian yang dilakukan ini difasilitasi oleh Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi Sumber Dana Direktorat Riset dan Pengembangan Kementrian Riset dan Teknologi atau Badan Riset dan Inovasi Nasional pada tahun 2020 dengan nomor penugasan 257-47/UN7.6.1/PP/2020. Serta tidak lupa ucapan terimakasih sebanyak-banyaknya pada tim-tim sebelumnya yang telah memberikan sumber inspirasi dalam penelitian ini dan telah menemukan artikel-artikel sebelumnya.