Articles
DOI: 10.21070/iiucp.v1i1.618

Steps to Respect Training: Kindergarten Teacher Competency Development Program to Prevent Student Bullying Behavior


Pelatihan Steps to Respect: Program Pengembangan Kompetensi Guru TK untuk Mencegah Perilaku Bullying Siswa

Indonesia
Universitas Airlangga, Surabaya
Indonesia
Universitas Airlangga, Surabaya
Indonesia
Bullying Kindergarten Teachers Training

Abstract

Nowadays bullying behavior is often raised by children in the process of daily social interactions, including interactions that occur at school. Teachers as a substitute for parents in schools have a significant role in dealing with student bullying behavior, both from the perspective of victims and perpetrators. This study is aimed at increasing the competence of kindergarten teachers to prevent student bullying behavior by increasing their knowledge and skills in handling cases of student bullying through training activities. This study used a quantitative approach, involving 26 participants who were kindergarten teachers. Training activities consist of several methods including (1) Education and training, (2) Roleplay, (3) Pre-test and post-test of knowledge and skills, and (4) Field assignments. The data in this study were processed using the SPSS ver. 26 for Windows. The results of the study showed that training was able to significantly improve the knowledge and skills of kindergarten teachers, as seen from the two-tailed sig value p <0.05. The results of this study have the potential to be used as an effort to optimize the competence of kindergarten teachers in preventing student bullying in Indonesia.

Pendahuluan

Sekolah merupakan rumah kedua bagi anak setelah keluarganya. Sekolah sebagai rumah kedua seyogyanya memberikan kenyamanan dan keamanan untuk mendukung tumbuh kembang anak agar optimal, baik dari aspek fisik maupun psikologis[8]. Sekolah memiliki kewajiban untuk memastikan siswa-siswanya agar dapat belajar dengan nyaman dan mampu menjalankan tugas perkembangannya di masa anak-anak secara baik. Meskipun demikian, ternyata masih banyak sekolah yang belum bisa menyediakan lingkungan yang secara optimal mendukung tumbuh kembang anak. Salah satunya adalah karena maraknya kasus bullying di kalangan siswa, termasuk siswa di Taman Kanak-Kanak (TK).[3];[4] Bullying, menurut Dan Olweus, adalah perilaku yang bersifat negatif yang menyebabkan orang lain mengalami situasi yang tidak menyenangkan, ditujukan untuk menyakiti orang lain, dan dilakukan secara berulang-ulang . Bullying berpotensi untuk ditemukan dimana saja dan kapan saja, termasuk ketika anak berada di sekolah dan selama jam sekolah berlangsung. Bullying yang terjadi di sekolah disebut sebagai school bullying. School bullying adalah tindakan agresif yang dilakukan oleh siswa maupun sekelompok siswa secara berulang terhadap siswa lain dengan memanfaatkan kekuasaan yang dimiliki atas kelemahan siswa yang dirundung. Perilaku tersebut terkadang dimunculkan semata-mata untuk menyakiti siswa lain yang dianggap lemah dan alasannya tidak jelas.

Bullying di sekolah tidak dapat dipandang sebagai suatu peristiwa tunggal yang hanya melibatkan pelaku, korban, dan saksi. Bullying selalu berkaitan dengan fungsi-fungsi lain yang ada di sekolah. Menurut Frey dkk. (2005) terdapat empat faktor risiko terjadinya bullying di sekolah, yaitu: a) rendahnya kesadaran orang dewasa dan lemahnya sistem dukungan untuk mencegah bullying, b) perilaku destruktif siswa-siswa yang menyaksikan peristiwa bullying, c) adanya siswa yang mendukung bullying, dan d) rendahnya keterampilan sosial-emosional siswa.[6] Terdapat beberapa alasan yang umum mengapa siswa di sekolah biasanya memunculkan perilaku bullying, seperti memanfaatkan kekuasaan (power), ajang balas dendam, sarana penyaluran agresivitas, dan kecemburuan sosial. [5] Bullying memberikan dampak yang negatif, tidak hanya untuk korban namun juga pelaku [7]. Tindakan bullying di sekolah dapat membuat korban menjadi paranoid dengan sekolah, memunculkan perasaan cemas, merendahkan harga diri (self-esteem), dan bahkan dapat mengarah pada depresi. Terhadap pelaku, bullying dapat memunculkan perilaku-perilaku negatif lainnya dan mengancam optimalisasi fase perkembangan yang akan datang. [1]

Dewasa ini pemberitaan media massa, baik media cetak maupun elektronik, terkait kasus bullying di kalangan siswa kian marak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat bahwa setidaknya ada 37.381 laporan kekerasan pada anak yang diterima sejak tahun 2011 hingga 2019. 2.473 di antaranya merupakan laporan kekerasan pada anak berbentuk tindakan bullying di instansi pendidikan. Berdasarkan Undang-Undang nomor 35 tahun 2014 pasal 9 tentang Perlindungan Anak, anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan atau pihak lain. Oleh sebab itu, sekolah harus menciptakan lingkungan yang kondusif dan mampu mendukung perkembangan anak secara optimal. Salah satu usaha yang dapat dilakukan sekolah adalah dengan memaksimalkan peran guru melalui peningkatan kompetensi guru.

Guru mensubtitusi peran orang tua di sekolah. Oleh sebab itu, guru memiliki kewajiban untuk memastikan anak mampu bertumbuh dan berkembang secara optimal dan juga memastikan bahwa anak berada dalam situasi yang nyaman dan aman selama berada di sekolah [8]. Guru dapat memantau perilaku siswa jika selama proses interaksi siswa dengan temannya memunculkan indikasi terlibat kasus bullying dan kemudian segera memberikan penanganan. Untuk dapat menangani kasus bullying yang terjadi di kalangan siswa dengan baik dan benar, maka guru harus memiliki keterampilan dalam menyusun metode terencana [2]. Untuk dapat memiliki keterampilan, maka guru harus terlebih dahulu memiliki pengetahuan yang baik mengenai penanganan kasus-kasus bullying siswa, misalnya dengan memahami siswa, baik dari sudut pandang korban maupun pelaku.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan 4 guru di Kabupaten Jember, ditemukan data bahwa sebenarnya selama ini guru telah melakukan upaya-upaya untuk menekan prevalensi perilaku bullying di kalangan siswa. Namun upaya tersebut masih dirasa belum cukup. Hal ini dikarenakan upaya-upaya tersebut terlalu fokus pada perilaku bullying yang muncul saat jam pembelajaran saja, sedangkan saat jam istirahat tidak. Di samping itu, pihak sekolah masih banyak yang belum mengetahui bagaimana langkah konkrit untuk mencegah perilaku bullying. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pelatihan steps to respect: program pengembangan kompetensi guru TK untuk mencegah perilaku bullying siswa dengan mengetahui ada atau tidaknya peningkatan pengetahuan tentang penanganan bullying dan keterampilan guru dalam mengatasi kasus-kasus bullying siswa.[9]

Metode Penelitian

Peneitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan ditujukan untuk mengukur program pengembangan kompetensi guru TK untuk mencegah perilaku bullying siswa. Program pengembangan yang dimaksud terdiri dari beberapa metode meliputi (1) Pendidikan dan pelatihan, (2) Roleplay, (3) Pre-test dan post-test pengetahuan dan keterampilan, dan (4) Penugasan lapangan. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 26 orang yang berprofesi sebagai guru TK di Kabupaten Jember, Jawa Timur.

Penelitian ini melakukan pengukuran terhadap tingkat pengetahuan partisipan tentang penanganan bullying dan keterampilan partisipan dalam menangani kasus-kasus bullying yang terjadi di kalangan siswa. Partisipan diberikan pre-test dan post-test untuk melihat ada atau tidaknya perubahan pada tingkat pengetahuan dan keterampilan. Pengukuran tingkat pengetahuan menggunakan soal pilihan ganda yang telah disesuaikan dengan materi yang disampaikan selama program pengembangan berlangsung. Sedangkan pengukuran keterampilan partisipan menggunakan observasi roleplay yang dikembangkan oleh Zakiah Ulya (2019). Penilaian hasil observasi disusun dalam bentuk rating dengan rentang penilaian 0-2. Semakin tinggi nilai, maka semakin tinggi kompetensinya. Validitas skala observasi diuji melalui uji validitas isi dengan melibatkan ahli. Sedangkan reliabilitasnya diuji dengan melihat nilai Interclass Correlation Coefficients (ICC). Nilai ICC skala observasi sebesar 0,732. Hasil yang diperoleh dari pre-test dan post-test diolah dengan menggunakan program SPSS ver. 26.00 for Windows. Analisis data untuk skala kognitif menggunakan Paired Sample Test dan skala observasi keterampilan menggunakan Wilcoxon Signed Ranks Test program SPSS ver. 26 for Windows.

Hasil dan Pembahsan

Berdasarkan analisis yang dilakukan, terlihat bahwa pengetahuan partisipan tentang penanganan bullying meningkat setelah diberikan pelatihan. Hal ini terlihat dari nilai sig. (two-tailed) p < 0.05. Hasil analisis data pre-test dan post-test pengetahuan dengan Paired Sample Test program SPSS ver. 26.00 for Windows adalah sebagai berikut:

Paired Samples Test
Paired Differences t df Sig. (2-tailed)
Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
Pair 1 Pre - Post -33,23077 15,62641 3,06459 -39,54241 -26,91913 -10,843 25 ,000
Table 1. Paired Samples Test

Keterampilan partisipan dalam menangani kasus bullying juga mengalami peningkatan setelah diberikan pelatihan. Hal ini terlihat dari nilai sig. (two-tailed) p < 0.05. Hasil analisis data pre-test dan post-test sikap terhadap perilaku bullying dengan program SPSS ver. 26.00 for Windows adalah sebagai berikut:

Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
PosttestTot - PretestTot Negative Ranks 0a .00 .00
Positive Ranks 26b 13.50 351.00
Ties 0c
Total 26
a. PosttestTot < PretestTot
b. PosttestTot > PretestTot
c. PosttestTot = PretestTot
Table 2.Ranks
Test Statistics a
PostKorban – PreKorban
Z -4.348b
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on negative ranks.
Table 3.Test Statistics a

Berdasarkan uji perbedaan nilai pre-test dan post-test pada pengetahuan partisipan, diketahui bahwa tingkat pengetahuan partisipan sebelum dan setelah diberikan pelatihan mengalami peningkatan. Hal ini dilihat melalui nilai sig. (two-tailed) sebesar 0,000 dimana p < 0,05. Artinya ada perubahan yang signifikan antara nilai sebelum diberikan pelatihan (pre-test) dengan nilai setelah diberikan pelatihan (post-test). Dapat disimpulkan bahwa pelatihan steps to respect: program pengembangan kompetensi guru TK untuk mencegah perilaku bullying siswa dapat meningkatkan pengetahuan partisipan tentang bullying secara signifikan.

Uji perbedaan juga dilakukan dengan menggunakan hasil pre-test dan post-test observasi keterampilan partisipan. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa terdapat peningkatan keterampilan pertisipan antara sebelum diberikan pelatihan dengan setelah diberikan pelatihan. Hal ini dilihat dari nilai sig. (two-tailed) sebesar 0,000 dimana p < 0,05. Artinya pelatihan steps to respect: program pengembangan kompetensi guru TK untuk mencegah perilaku bullying siswa dapat meningkatkan keterampilan partisipan dalam menangani kasus bullying secara signifikan. Dari data yang ada juga terlihat bahwa peningkatan nilai ketrampilan terjadi secara menyeluruh, artinya semua partisipan mengalami peningkatan pada nilai keterampilannya (Post-test > Pre-test).

Kesimpulan

Pelatihan Steps to Respect: Program Pengembangan Kompetensi Guru TK untuk Mencegah Perilaku Bullying Siswa sudah terlaksana dengan lancar dan dinamis. Hal tersebut dikuatkan dengan fakta bahwa terdapat peningkatan pengetahuan dan keterampilan partisipan dari sebelum dan setelah pelatihan dilaksanakan. Berdasarkan hasil yang ditemukan, peningkatan pengetahuan partisipan tentang penanganan kasus bullying dan peningkatan keterampilan partisipan dalam menangani kasus-kasus bullying siswa dapat membantu partisipan dalam mengoptimalkan peran sebagai guru untuk mencegah perilaku bullying siswa dan memberikan ruang yang nyaman dan aman untuk siswa belajar di sekolah.

Luaran dari penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan program pelatihan guru, terutama guru TK, untuk menangani kasus-kasus bullying yang kerap terjadi dalam instansi pendidikan di Indonesia.

Ucapan Taerimakasih

Kegiatan pelatihan steps to respect: program pengembangan kompetensi guru TK untuk mencegah perilaku bullying siswa ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa dukungan dan peran serta pihak terkait. Ucapan terima kasih penulis kepada: Universitas Airlangga, khususnya Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) yang telah memfasilitasi seluruh pelaksanaan kegiatan. Pemerintah Kabupaten Jember yang telah terbuka menjalin kerja sama dengan Universitas Airlangga sehingga kegiatan ini dapat terlaksana. Partisipan pelatihan, yaitu guru TK yang berada di Kabupaten Jember, Jawa Timur. Narasumber dalam seluruh rangkaian kegiatan. Seluruh tim pelaksana kegiatan pelatihan yang membantu pelaksanaan kegiatan dari awal hingga akhir.

References

  1. Arumsari, A. D. (2017). Bullying pada Anak Usia Dini. Motoric.
  2. Arumsari, A. D., & Setyawan, D. (2018). Peran Guru dalam Pencegahan Bullying di PAUD. Motoric, 34-43.
  3. Burns, M. K. (2019). Introduction to School Psychology: Controversies and Current Practice. Oxford: Oxford University Press.
  4. Elmahera, D. (2018). Analisis Bullying pada Anak Usia Dini. Prosiding Seminar dan Diskusi Nasional Pendidikan Dasar. Jakarta.
  5. Jan, A., & Husain, S. (2015). Bullying in Elementary Schools: Its Causes and Effects on Students. Journal of Education and Practice, 43-56.
  6. Purnama, F., Herman, & Syamsuardi. (2018). Perilaku Bullying pada Anak di Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Bustanul Athfal I Cabang Bara-Baraya Kota Makassar. Jurnal Publikasi Pendidikan, 41-45.
  7. Rejeki, S. (2016). Pendidikan Psikologi Anak "Anti Bullying" pada Guru-Guru PAUD. Dimas.
  8. Santrock, J. W. (2007). Educational Psychology. Toronto: Mc Graw-Hill Ryerson.
  9. Wiyani, N. A. (2012). Save Our Children from School Bullying. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.