Articles
DOI: 10.21070/iiucp.v1i1.625

Family Resilience during the COVID-19 Pandemic: A Systematic Literature Study


Resiliensi Keluarga selama Pandemi COVID-19 : Studi Literatur Sistematik

Universitas Diponegoro, Semarang
Indonesia
Universitas Diponegoro, Semarang
Indonesia
Universitas Diponegoro, Semarang
Indonesia
Universitas Diponegoro, Semarang
Indonesia
Family Family Resilience COVID-19 Pandemic

Abstract

The COVID-19 pandemic that has been taking place since the end of 2019 has brought many changes for many families. Families in the pandemic era are required to carry out all activities at home. This causes unclear boundaries between work and roles in the family which can increase distress in the family. This study aims to see how efforts to build family resilience in the era of the COVID-19 pandemic. The method in this research is a systematic literature study. The literature study uses articles from the 2020 range published in PsycNet, ScienceDirect, EBSCO, and Google Scholar. The characteristics of the articles reviewed were English-language articles, the study participants were families, and focused on family resilience during the COVID-19 pandemic. A total of 6 articles on family resilience during the COVID-19 pandemic met the inclusion criteria. The results show that journals discussing family resilience during the COVID-19 pandemic are still limited. However, from this review literature study, it can be seen that the resilience of parents in the family can affect the resilience of other family members (their children). Each family member has an important role in it to build resilience during a pandemic. Resilience in families during this pandemic can be built with several activities, for example, jointly carrying out physical activities and spiritual activities in the family. Resilience in the pandemic era plays an important role in the psychological well-being of families. More research into resilience in more specific families is needed now. In addition, further research can develop programs that function to increase family resilience in the era of the COVID-19 pandemic.

Pendahuluan

Pandemi COVID-19 merupakan pandemi global yang telah terjadi sejak akhir tahun 2019 dan telah memberikan banyak perubahan pada kehidupan manusia. Penyebaran virus yang cepat mengakibatkan timbulnya kebijakan untuk melakukan karantina dan melakukan segala aktivitas di rumah, termasuk bekerja, beribadah, dan sekolah. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wang, dkk [20], lamanya waktu karantina di rumah dapat menimbulkan dampak negatif pada kesehatan mental. Selaras dengan penelitian tersebut, Tee, dkk [18] mengungkapkan bahwa lamanya waktu untuk tinggal di rumah selama pandemi COVID-19 dikaitkan dengan tingginya skor kecemasan dan depresi, ketakutan dan kekhawatiran Zhang & Ma, [21], serta stres Wang dkk, [20]. Berdasarkan kajian literatur yang dilakukan oleh Brooks dkk [3] mengenai fungsi psikologis selama karantina menunjukkan adanya peningkatan suasana hati yang tertekan dan rendahnya kesejahteraan secara umum.

Dampak tersebut tidak hanya berpengaruh terhadap situasi individu saja, namun juga mempengaruhi kondisi di dalam keluarga. Patrick dkk [13] menjelaskan bahwa orang tua melaporkan kesehatan mental yang memburuk sejak pandemi COVID-19 dimulai. Hal ini didukung oleh penelitian Sprang dan Silman [17] mengenai efek psikologis yang timbul akibat dilakukannya karantina dan lockdown dimana dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa sebanyak 30% anak-anak dan 25% orang tua menunjukkan tekanan psikologis yang tinggi. Selama masa karantina di rumah, Cusinato, dkk [4] menjelaskan bahwa perubahan kondisi kerja, anak-anak kecil, masalah psikologis, fisik, atau genetik orang tua berkaitan dengan tingkat kesejahteraan psikologis orang tua.

Ashforth, Kreiner, dan Fugate dalam Cusinato dkk, [4] mengungkap bahwa selama masa karantina, keluarga kesulitan untuk mempertahankan batasan antara pekerjaan dengan peran dalam keluarga karena adanya keharusan untuk menjalani transisi peran. Cusinato, dkk [4] menjelaskan bahwa selama masa karantina orang tua harus mengatur pekerjaan dan pada saat yang sama orang tua juga harus membantu anak-anak mengerjakan pekerjaan rumah. Penelitian yang dilakukan oleh Daks dkk [5] menyatakan bahwa keluarga akan banyak menemukan hal-hal yang tidak terduga di tengah pandemi seperti tekanan keuangan, beban pengasuhan tambahan, dan perawatan anak. Hal-hal tak terduga tersebut dapat menjadi pemicu munculnya beberapa masalah kesehatan mental seperti distress dan burnout. Menurut Griffith [6], kelelahan atau burnout yang dialami oleh orang tua selama pandemi COVID-19 disebabkan oleh beberapa faktor risiko diantaranya orang tua yang tidak bekerja, ketidakamanan finansial, rendahnya dukungan sosial yang diterima dari teman maupun keluarga, dan kurangnya waktu luang. Apabila orang tua tidak dapat mengelola emosi negatif seperti stres dan kelelahan dengan baik, maka akan mempengaruhi kondisi psikologis serta kesejahteraan pada anak-anaknya.

Daks dkk [5], dalam penelitiannya menjelaskan bahwa dibutuhkan keterampilan pada keluarga untuk menghadapi tantangan selama pandemi. Keterampilan yang dibahas pada penelitian Daks dkk [5] yakni fleksibilitas psikologis yang dapat menjadi sumber resiliensi (ketahanan) pada keluarga. Bonanno dan Burton [2] menjelaskan bahwa fleksibilitas berarti memperhatikan tuntutan situasi yang berubah, memutuskan strategi yang mungkin untuk memenuhi tuntutan, memantau keberhasilan strategi yang dipilih, mengevaluasi kembali situasi yang telah berubah, dan melakukan modifikasi pada strategi yang disesuaikan kepada kebutuhan. Konsep fleksibilitas psikologis dalam keluarga ini terbilang cukup baru terutama pada kajian psikologi keluarga di masa pandemi. Dengan adanya keterampilan tersebut diharapkan dapat menjadi strategi dalam menghadapi tantangan dan kesulitan; dapat mengembangkan toleransi; serta dapat megembangkan penerimaan keluarga akan perubahan-perubahan yang terjadi selama masa pandemi COVID-19 ini. Pada akhirnya, resiliensi (ketahanan) pada keluarga akan terbentuk dan berkembang dalam keluarga, sehingga dapat meminimalisir tingkat stres keluarga yang diakibatkan dari tekanan selama keluarga melakukan segala kegiatan di rumah Daks dkk, [5].

Penelitian-penelitian yang membahas mengenai resiliensi keluarga telah lama dilakukan, namun penelitian secara lebih spesifik tentang resiliensi keluarga di era pandemi COVID-19 masih sedikit dilakukan. Sehingga, penelitian ini bertujuan untuk melakukan literatur sistematik guna melihat upaya keluarga dalam membangun resiliensi dalam menghadapi tantangan-tantangan selama pandemi COVID- 19.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode studi literatur sistematik yang disusun dengan panduan dari Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analysis (PRISMA). Adapun penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian sebagai berikut : (a) bagaimana gambaran resiliensi pada keluarga selama pandemi COVID-19?; dan (b) bagaimana cara untuk membangun resiliensi pada keluarga di era pandemi COVID-19?

Pencarian Data

Pencarian data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan beberapa database. Database yang digunakan dalam penelitian ini adalah Google Scholar, EBSCO, ScienceDirect, dan PsycNet.

Strategi Pemilihan Data

Dalam proses pencarian artikel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dalam penelitian ini, peneliti dipandu dengan kata kunci yang sesuai topik dari judul studi literatur sistematik, yakni “Family” AND “Resilience” OR “Resilient” OR “Resiliency” AND “COVID-19”. Pada tahap pertama, peneliti menyaring seluruh judul dan abstrak yang dihasilkan oleh pencarian database. Kemudian, pada tahap kedua, artikel yang akan direviu disaring dengan melihat keseluruhan artikel yang diperoleh.

Kriteria Studi

Artikel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi adalah artikel dari rentang tahun 2020. Artikel penelitian yang memenuhi kriteria selanjutnya ialah artikel berbahasa Inggris dengan partisipan penelitian adalah keluarga dan berfokus pada resiliensi keluarga di masa pandemi COVID-19. Resiliensi dalam keluarga dibutuhkan untuk menanggapi tantangan dan kesulitan pikiran, perasaan, dan pengalaman yang terjadi selama pandemi ini. Pada kondisi ini, keluarga dapat mengalami banyak hal yang tak terduga sehingga dapat menjadi penyebab munculnya stres. Desain penelitian yang memenuhi inklusi ialah artikel penelitian dengan desain studi kuantitatif, kualitatif, dan eksperimen, yang berfokus pada resiliensi yang ada pada keluarga di masa COVID-19.

Hasil dan Pembahasan

Proses pencarian data dalam artikel ini dilakukan sejak tanggal 11-13 November 2020, dan sebanyak 14 artikel diperoleh. Kemudian, artikel diseleksi berdasarkan duplikasi, judul, kata kunci, dan keseluruhan teks artikel. Sebanyak 8 artikel tidak memenuhi kriteria inklusi. Hal ini disebabkan oleh adanya artikel yang sama dan bukan merupakan artikel penelitian. Sehingga sebanyak 6 artikel yang dipilih untuk ditinjau. Proses pencarian artikel dalam penelitian ini tertuang dalam Gambar 1.

Figure 1.Tahapan Pencarian Artikel Penelitian

Sumber literatur yang pertama adalah penelitian dari Daks dkk [5]. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengukur tingkat fleksibilitas psikologis orang tua dalam menghadapi tantangan selama pandemi yang dapat mempengaruhi psikologis anggota keluarga lainnya (anak). Hasil penelitian menjelaskan apabila orang tua cenderung tidak fleksibel secara psikologisnya maka akan berpengaruh pada stres akibat COVID-19 yang lebih besar, perselisihan keluarga yang lebih besar, permasalahan pengasuhan yang lebih besar, dan penderitaan antara orang tua dengan anak yang lebih besar. Dengan demikian, Daks dkk [5], menyoroti bahwa kefleksibelan dan ketidakflesibelan orang tua merupakan poin utama dalam pemberian intervensi pada penelitian selanjutnya yang bertujuan untuk membantu keluarga menghadapi tantangan krisis berskala besar seperti pandemi COVID-19. Disisi lain, penelitian Daks dkk [5] juga memberikan wawasan terkait perspektif sistem keluarga yang lebih luas, yang mana keadaan psikologis salah satu anggota keluarga dapat mempengaruhi berbagai aspek dalam sistem keluarga. Sehingga adanya konsep teori fleksibilitas, dapat dijadikan salah satu upaya menurut Daks dkk [5] untuk meningkatkan resiliensi keluarga secara utuh.

Sumber literatur selanjutnya ialah penelitian dari Günther-Bel, dkk [7] Penelitian tersebut memiliki empat tujuan spesifik, yakni : (a) membandingkan tanggapan lockdown dari sampel kenyamanan pandemi yang menjadi tolok ukur fungsi individu, pasangan, dan orang tua; (b) menjelaskan secara kualitatif mengenai cara partisipan penelitian merasakan hubungan pasangan dan keluarga telah membaik atau memburuk selama minggu pertama lockdown; (c) mengidentifikasi korelasi demografis, rumah tangga, dan pekerjaan yang terkait dengan fungsi hubungan dalam situasi pandemi dan tekanan psikologis dengan perhatian khusus pada variasi di seluruh pasangan dengan anak-anak di rumah, pasangan tanpa anak, dan pasangan dengan empty nest; dan (d) mengeksplorasi kemungkinan perubahan hubungan yang terjadi selama tiga minggu masa lockdown. Hasil dari penelitian Günther-Bel, dkk [7] menjelaskan bahwa secara umum, pengalaman selama lockdown menghasilkan kecemasan dan ketidakpastian situasional tingkat sedang hingga tinggi. Dalam ranah relasi, bagi partisipan yang tidak memiliki anak-anak di dalam rumah, dilaporkan bahwa kualitas hubungan pasangan selama lockdown COVID-19 tampak tidak lebih buruk dari sebelum lockdown dilakukan, namun dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa dengan hadirnya anak di rumah meningkatkan kemungkinan bahwa keharmonisan keluarga mungkin terkadang terjadi dengan mengorbankan pengasuhan keluarga.

Penelitian dari sumber literatur yang ketiga adalah dari Kasdi dan Saifudin [8]. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur resiliensi keluarga ditinjau dari beberapa aspek seperti kemitraan gender; kesehatan dan keamanan; kondisi ekonomi; ketahanan sosial-psikologis; dan ketahanan sosial- budaya pada keluarga muslim milenial di Indonesia.Figure 1

No Penulis Variabel Partisipan Hasil Negara
1. Daks, dkk [5] COVID-19, keluarga, orangtua, anak, fleksibilitas psikologi 742 orang tua (terdiri dari 71% perempuan; 84% Kaukasia, 85% menikah); memiliki anak usia 5-18 tahun; mengisi survei online Ketidakfleksibelan orang tua menyebabkan meningkatnya stres akibat COVID-19, meningkatnya perselisihan dalam pengasuhan dan keluarga, menyebabkan pengasuhan yang keras, dan meningkatkan tekanan orang tua dan anak. Sebaliknya, fleksibilitas orang tua menyebabkan menurunnya perselisihan keluarga dan penggunaan strategi pengasuhan yang lebih konstruktif. Amerika Serikat
2. Günther-Bel [7] Fungsi individu, pasangan dan orang tua; aturan pemerintah selama lockdown. 407 partisipan; berusia 18 tahun ke atas; mengisi survei online; mix-method study. Terjadi peningkatan kecemasan, namun bukan sifat kecemasan atau depresi selama lockdown. Sejalan dengan hasil kualitatif, pasangan yang tidak memiliki anak di rumah melaporkan tingkat penyesuaian diadik yang tinggi, tetapi dengan kehadiran anak-anak, fungsi orang tua melebihi fungsi perkawinan. Meskipun korelasi tekanan psikologis relatif stabil di seluruh sub-kelompok, prediktor fungsi hubungan bervariasi secara substansial dengan status rumah tangga / orang tua. Spanyol
3. Kasdi dan Saifudin [8] Resiliensi keluarga, ; milenial; kesehatan; COVID-19 15 provinsi di Indonesia, namun sebagian besar responden berasal dari Jawa Tengah dengan 403 responden. Keluarga muslim di Indonesia memperkuat resliensi keluarga mereka ketika muncul tantangan yang besar, yaitu pandemi COVID-19 yang semakin parah. Kondisi fisik yang sehat bagi seluruh anggota keluarga merupakan syarat penting bagi reseiliensi keluarga dalam menghadapi KLB. Kemampuan fisik anggota keluarga tercermin dari adanya tubuh yang sehat dan terbebas dari penyakit dan rasa lemah, sehingga keluarga akan memiliki tingkat resiliensi yang tinggi. Indonesia
4. Roberto, dkk (2020) Spiritualisme, resiliensi, coping, COVID-19 127 responden, 88 orang terdisi dari perempuan . Kisaran umur 25 - 65 tahun. Studi ini mengidentifikasi lima tema utama, yaitu : (1) resiliensi; (2) optimisme dan harapan; (3) kedamaian dan kenyamanan; (4) . Ditemukan bahwa keyakinan dan spiritualitas membantu dalam menghadapi hari selama pandemi COVID-19. Amerika Serikat
5 Koskela, dkk [10] Sekolah jarak jauh, masyarakat, pendidikan inklusif orang tua, dan resiliensi selama pandemi COVID-19 316 orang tua Hasil penelitian menunjukkan pengalamanorang tua mengeanai resliensi keluarga dan dukungan yang diberikan sekolah pada anat dan orang tua bervariasi. Para orang tua mengungkapkan bahwa mereka tidak khawatir dengan keadaan anak-anak mereka yang melakukan kegiatan “sekolah dari rumah” dan mengklaim kemampuan dalam diri mereka dan keluarga. Selanjutnya mencerminkan kolaborasi yang berhasil antara orang tua dan guru untuk mendukung praktik pengajaran yang efektif dan inklusif. Finlandia
6 Cusinato, dkk [4] Resiliensi anak, kesejahteraan anak, stres pengasuhan, kesejahteraan orang tua 463 partisisipan; orang dewasa; berbahasa Italia. Langkah-langkah pembatasan dan perubahan dalam rutinitas sehari-hari yang berdampak negatif pada dimensi psikologi orang tua yang mengakibarkan anak-anak beresiko besar pada kesejahteraan mereka. Mendekteksi beberapa daktor resiko ketidak sesuaian psikologis, seperti tingkat stres orang tua, tingkat resiliensi yang lebih rendah pada anak-anak, perubahan kondisi kerja, dan masalah psikologis, fisik, atau genetik orang tua. Italia
Table 1. Ringkasan Reviu Artikel

Hasil menunjukkan bahwa kemitraan gender; kesehatan dan keamanan; ketahanan sosial-psikologis; dan ketahanan sosial-budaya berada dalam kondisi yang cukup baik, namun pada aspek kondisi ekonomi, keluarga muslim milenial ini justru berbanding terbalik. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa adanya kondisi krisis seperti pandemi COVID-19, memaksa keluarga untuk mencari cara agar tetap mempertahankan keberlangsungan hidup keluarga. Upaya-upaya keluarga untuk meningkatkan resiliensi dalam penelitian ini yakni seperti suami dan istri yang berusaha untuk meningkatkan hubungannya selama pandemi, sehingga kebersamaan dalam keluarga juga turut meningkat; yang kedua, keluarga dalam penelitian ini tetap menjaga pola hidup sehat karena kekhawatirannya akan penyebaran virus COVID-19; yang ketiga, dilihat dari aspek sosial budaya adalah keluarga muslim milenial yang lebih memperhatikan anggota keluarga lanjut usia (usia diatas 60 tahun) dan keluarga yang kurang beruntung lainnya yang rentan akan virus COVID-19; dan yang keempat yakni dari aspek sosial psikologis, meskipun kondisi ekonomi pada keluarga muslim milenial ini sedang melemah, namun mereka tidak menempatkan anggota keluarga mereka dibawah tekanan sosial psikologis, atau dapat dikatakan mereka berusaha untuk memahami kondisi dan meminimalisir timbulnya konflik yang dapat meningkatkan risiko munculnya stres dalam keluarga. Berdasarkan penjabaran upaya keluarga ditinjau dari penelitian Kasdi dan Saifudin [8], dapat diketahui bahwa beragam upaya untuk meningkatkan resiliensi bagi keluarga. Resiliensi pada keluarga muslim milenial dalam penelitian ini dapat dijadikan tolok ukur masyarakat dalam menghadapi krisis seperti pandemi COVID-19 saat ini.

Sumber literatur berikutnya, yakni penelitian yang dilakukan oleh Roberto, dkk [16]. Partisipan dalam penelitian ini adalah 127 responden. Secara kuantitatif, penelitian tersebut mengungkap bahwa tingkat spiritualitas yang tinggi juga menunjukkan tingginya tingkat resiliensi partisipan. Secara kualitatif, terdapat lima tema utama dan satu tema kecil berdasarkan pengalaman partisipan. Tema-tema utama saling berkaitan dan sangat berfokus pada cara-cara partisipan menghadapi krisis, seperti resiliensi, optimisme dan harapan, serta kedamaian dan kenyamanan, dimana tema-tema ini dibahas oleh beberapa partisipan dan menggambarkan narasi tandingan dengan tema yang lebih besar, seperti ketakutan, keputusasaan, dan keraguan.

Munculnya resiliensi sebagai tema utama dalam penelitian Roberto, dkk [16] menyoroti cara-cara partisipan dalam upaya membangun resiliensi. Bagi banyak partisipan, spiritualitas telah menjadi aspek penting untuk meningkatkan resiliensi dan pertumbuhan melalui keadaan-keadaan sulit. Resiliensi dalam penelitian ini terikat pada kemampuan untuk berhasil melewati peristiwa-peristiwa masa lalu dan mengembangkan keterampilan untuk tumbuh dalam menghadapi tantangan-tantangan baru. Adapun kemampuan tersebut berupa kemampuan menyesuaikan diri, mengatasi emosi, kebijaksanaan, kemampuan untuk menjaga segala sesuatu dalam perspektif, dan kepercayaan diri. Meski dihadapkan dengan situasi yang sulit, partisipan mengungkapkan adanya harapan dan optimisme. Berkaitan dengan hal tersebut, partisipan mengungkap terdapat tiga hal sumber harapan dan optimisme di saat krisis, yakni Tuhan atau spiritualitas, harapan kepada orang lain, dan harapan kepada alam.

Penelitian dari sumber literatur kelima ialah penelitian Koskela, dkk [10] yang bertujuan untuk berfokus pada pandangan orang tua mengenai cara menyesuaikan diri dengan perubahan yang cepat dan mendorong kesinambungan pembelajaran anak-anak secara jarak jauh dengan cara berkesinambungan. Partisipan dalam penelitian ini adalah 316 orang tua. Hasil dari penelitian ini menggarisbawahi tiga hal, yakni : (1) kesulitan orang tua selama sekolah jarak jauh; (2) kemampuan dan sumber daya selama sekolah jarak jauh; dan (3) pandangan orang tua mengenai resiliensi keluarga di sekolah jarak jauh selama pandemi COVID-19.

Pada bahasan mengenai kesulitan orang tua selama sekolah jarak jauh, ditemukan bahwa salah satu kesulitan yang dihadapi oleh orang tua ialah kekhawatiran orang tua mengenai pembelajaran jarak jauh terkait dengan kualitas pengajaran. Banyak anak membutuhkan dukungan ekstra untuk mengelola pembelajaran jarak jauh, terlepas dari usia dan kemampuan yang dimiliki. Sehingga orang tua berperan untuk membantu anak dalam menjalani pembelajaran jarak jauh. Kesulitan lain yang dihadapi oleh orang tua ialah kekhawatiran orang tua dengan kesejahteraan anak, hal ini disebabkan karena dengan pembelajaran jarak jauh mengakibatkan kurangnya hubungan sosial yang dialami oleh anak dan menimbulkan lebih banyak konflik antar anggota keluarga. Selain itu, masalah kesehatan fisik juga menimbulkan kekhawatiran pada orang tua, seperti penggunaan gadget yang berlebihan, kurangnya aktivitas fisik di luar rumah, serta munculnya masalah kesehatan mental sepeti kecemasan dan depresi. Orang tua juga mengkhawatirkan mengenai pengelolaan kehidupan sehari-hari karena orang tua juga harus menjalani bekerja secara jarak jauh, dan penggunaan gadget, seperti keterampilan dalam mengakses atau mengoperasikan gadget, koneksi internet, dan komunikasi orang tua dengan guru.

Pada bahasan mengenai kemampuan dan sumber daya selama sekolah jarak jauh, orang tua mengungkap bahwa meski penutupan sekolah membuat orang tua khawatir, namun terdapat elemen yang mendukung resiliensi sehari-hari, dimana unsur-unsur positif yang mendukung tersebut mengacu pada kemampuan pribadi orang tua, kemampuan sumber daya di dalam dan luar keluarga. Secara pribadi, banyak orang tua yang mengambil sikap positif dalam perubahan yang terjadi secara cepat, seperti merasa bahagia dan bersemangat karena memiliki sesuatu yang baru di dalam kehidupan, merasa puas dan memiliki kesempatan lebih dalam hal mendidik anak, serta berorientasi untuk membantu, memahami, dan mendorong anak-anak dengan menggunakan beberapa keterampilan seperti gigih, tenang, humoris, dan empati sebagai kekuatan orang tua selama sekolah jarak jauh. Meski demikian, perubahan yang cepat dirasa tidak mudah bagi orang tua, sehingga beberapa orang tua merasa kelelahan dan cemas atas pandemi COVID-19. Pada tingkat keluarga, orang tua menekankan pentingnya pemecahan masalah dan pengorganisasian keterampilan dalam sekolah jarak jauh, seperti kreativitas, fokus pada solusi, dan penggunaan akal sehat dalam memecahkan masalah yang ditimbulkan oleh situasi baru, serta membuat jadwal untuk melakukan aktivitas belajar di rumah, waktu untuk makan, dan berolahraga. Adapun sumber daya yang mendukung dari luar keluarga adalah pekerjaan. Pada situasi pandemi, orang tua harus menjalankan pekerjaan di rumah. Hal ini memudahkan dukungan orang tua terhadap pembelajaran anak selama pembelajaran jarak jauh.

Selanjutnya, pada pandangan orang tua mengenai ketahanan keluarga di sekolah jarak jauh selama pandemi COVID-19. Secara umum, orang tua harus menemukan keseimbangan antara mengatur tugas dan pekerjaan serta sekolah untuk anak-anak di lingkungan rumah. Situasi tersebut membutuhkan proses adaptasi yang cepat, ketahanan, dan fungsi keluarga yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa untuk meningkatkan ketahanan keluarga dibutuhkan kemampuan orang tua untuk merefleksikan situasi dan kebutuhan anak-anak.

Penelitian dari sumber literatur terakhir adalah penelitian yang dilakukan oleh Cusinato, dkk [4]. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui kesejahteraan orang tua dan anak-anak, stres orang tua, dan resiliensi anak selama pandemi COVID-19, khususnya pada masa karantina. Selain itu, penelitian Cusinato, dkk [4] bertujuan untuk mengetahui variabel proksimal dan distal yang bersifat protektif dan faktor risiko ketidaksesuaian psikologis. Penelitian tersebut diikuti oleh 463 partisipan. Dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada masa karantina, berdampak negatif pada dimensi perilaku dan emosional anak-anak dan orang tua. Dalam penelitian tersebut diketahui bahwa variabel sosio-demografis dan kontekstual tertentu mempengaruhi stres dan kesejahteraan orang tua, seperti perubahan kondisi kerja, memiliki anak yang berusia muda, dan psikologis orang tua, masalah fisik atau genetik terkait dengan tingkat kesejahteraan psikologis yang lebih rendah pada orang tua selama masa karantina. Meski demikian, terdapat beberapa sumber daya keluarga yang dapat melindungi anak-anak dan keluarga dari dampak negatif situasi yang menekan dan meningkatkan kesejahteraan. Salah satu faktor pelindung dalam penelitian tersebut ialah resiliensi anak. Orang tua dari anak-anak yang memiliki penyesuaian psikologis yang lebih baik, akan mengalami lebih sedikit kesulitan dalam peran orang tua. Hal ini berarti bahwa seluruh anggota keluarga saling mempengaruhi penyesuaian satu sama lain, dan dapat membantu mengembangkan sumber daya dengan mempromosikan adaptasi positif di masa-masa sulit. Hasil tinjauan mengenai resiliensi di era pandemi COVID-19 secara singkat tertulis di dalam tabel 1.

Berdasarkan kajian literatur yang telah dilakukan, perubahan pada keluarga selama pandemi COVID-19 yang terjadi secara cepat memicu berbagai masalah kesehatan mental seperti kecemasan, kelelahan, distress, bahkan depresi. Hal ini disebabkan oleh tuntutan untuk melaksanakan berbagai peran. Purba [15] menjelaskan bahwa pada era pandemi, orang tua dituntut untuk melaksanakan perannya sebagai orang tua sekaligus menjadi “guru” bagi anak-anaknya dikarenakan sekolah yang harus dilaksanakan secara daring. Oleh karena itu, perlu adanya sumber daya yang mendukung keluarga agar dapat menjaga kesehatan mental di era pandemi. Salah satunya ialah dengan adanya resiliensi. Masten [12] menjelaskan bahwa resiliensi merupakan sekelompok fenomena yang ditandai dengan pola adaptasi positif dalam konteks kesulitan atau risiko yang signifikan. Kim, dkk [9] dalam penelitiannya menjelaskan bahwa resiliensi sangat dibutuhkan sebagai bentuk kekuatan yang berfungsi sebagai faktor pelindung dari dampak-dampak psikososial tertentu.

Black dan Lobo [1] menjelaskan bahwa keluarga yang kuat ialah keluarga yang berbagi proses ketangguhan dalam menanggapi stres atau perubahan. Prime dkk [14] menjelaskan bahwa setidaknya terdapat dua proses umum pada resiliensi keluarga yang akan mendukung fenomena mengenai kecenderungan keluarga untuk melakukan adaptasi dalam menghadapi tantangan, yakni : (a) pembangunan dan pemeliharaan hubungan keluarga yang mengimbangi dampak dari situasi yang menyulitkan; dan (b) mengoptimalisasi sistem kepercayaan keluarga dalam menyediakan kerangka pemahaman yang berhubungan dengan COVID-19. Terkait dengan sistem kepercayaan keluarga dalam upaya meningkatkan resiliensi pada keluarga, Walsh [19] mengungkapkan terdapat tiga hal, yakni : (a) membuat kesengsaraan yang berarti; (b) membina pandangan yang positif; serta (c) transedensi dan spiritualitas. Adapun faktor-faktor resiliensi keluarga menurut Black dan Lobo [1], yakni : pandangan positif, spiritualitas, kesepakatan anggota keluarga, fleksibilitas, komunikasi, manajemen keuangan, waktu bersama, minat dalam melakukan rekreasi bersama, rutinitas dan ritual, serta dukungan sosial.

Black dan Lobo [1] mengungkapkan bahwa ketangguhan keluarga membutuhkan lebih dari sekadar bertahan dari situasi krisis, namun juga menawarkan potensi untuk berkembang dari situasi sulit yang dihadapi. Lietz [11] mengungkapkan bahwa keluarga-keluarga yang tangguh secara unik diposisikan untuk memahami sudut pandang keluarga-keluarga lain yang menghadapi permasalahan yang serupa, mendukung kesediaan dan kemampuan keluarga untuk membantu dan memberikan manfaat bagi orang-orang yang membutuhkan dukungan.

Kesimpulan

Konstruk resiliensi pada keluarga selama pandemi COVID-19 mengalami banyak perubahan, dikarenakan adanya perubahan aktivitas sekolah, bekerja, dan beribadah yang saat ini dilakukan di rumah. Kondisi ini menimbulkan ketidakjelasan batasan antara pekerjaan dengan peran seseorang dalam keluarga, sehingga dapat memicu stres bahkan depresi apabila hal tersebut tak tertangani dengan baik. Beragam upaya yang dilakukan keluarga untuk meningkatkan resiliensi selama pandemi, seperti mengembangkan keterampilan flesksibilitas psikologis, orang tua yang mengambil sikap positif dalam menghadapi perubahan, berusaha memahami dan meminimalisir timbulnya konflik, meningkatkan relasi yang baik antar anggota keluarga, meningkatkan spiritualitas, serta berorientasi untuk membantu, memahami, dan mendorong anak-anak dengan menggunakan beberapa keterampilan sebagai kekuatan orang tua selama sekolah jarak jauh. Dilaporkan pula bahwa keluarga adalah sebuah sistem, sehingga keadaan psikologis tiap anggota keluarga dapat mempengaruhi anggota lainnya. Limitasi dalam reviu literatur ini yaitu kurangnya literatur yang berfokus pada resiliensi keluarga selama pandemi COVID-19, terbatasnya data penelitian pada literatur yang ada dikarenakan tidak bisa maksimal dalam proses pengambilan data, serta adanya perbedaan kondisi dan budaya pada setiap negara. Berdasarkan hasil dari reviu literatur ini, peneliti mengharapkan dijadikan langkah awal pada penelitian selanjutnya untuk pemberian intervensi pada keluarga sebagai upaya meningkatkan resiliensi selama pandemi. Selain itu, peneliti memberikan saran untuk peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian mengenai resiliensi pada keluarga dengan kondisi yang lebih spesifik.

Ucapan Terimakasih

Penelitian ini difasilitasi oleh Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi Sumber Dana Direktorat Riset dan Pengembangan Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional dengan nomor penugasan 257-47/UN7.6.1/PP/2020. Peneliti juga menyampaikan terima kasih kepada enam tim peneliti yang menuliskan artikel penelitian yang direview dalam penelitian ini.

References

  1. Black, K., & Lobo, M. (2008). Family Resilience Factors. Journal of Family Nursing, 14(1), 33–55.
  2. Bonanno, G. A., & Burton, C. L. (2013). Regulatory Flexibility: An Individual Differences Perspective on Coping and Emotion Regulation. Perspectives on Psychological Science, 8(6), 591–612.https://doi.org/10.1177/1745691613504116
  3. Brooks, S. K., Webster, R. K., Smith, L. E., Woodland, L., Wessely, S., Greenberg, N., & Rubin, G. J. (2020). The psychological impact of quarantine and how to reduce it: rapid review of the evidence. The Lancet, 395(10227), 912–920. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(20)30460-8
  4. Cusinato, M., Iannattone, S., Spoto, A., Poli, M., Moretti, C., Gatta, M., & Miscioscia, M. (2020). Stress , Resilience , and Well-Being in Italian Children and Their Parents during the COVID-19 Pandemic. International Journal of Environmental Research and Public Health, 17, 1–17.
  5. Daks, J. S., Peltz, J. S., & Rogge, R. D. (2020). Psychological flexibility and inflexibility as sources of resiliency and risk during a pandemic: Modeling the cascade of COVID-19 stress on family systems with a contextual behavioral science lens. Journal of Contextual Behavioral Science, 18, 16–27. https://doi.org/10.1016/j.jcbs.2020.08.003
  6. Griffith, A. K. (2020). Parental Burnout and Child Maltreatment During the COVID-19 Pandemic. Journal of Family Violence. https://doi.org/10.1007/s10896-020-00172-2
  7. Gunther-Bel, C., Vilaregut, A., Carratala, E., Torras‐Garat, S., & Perez-Testor, C. (2017). Couple and family relations early in the state-regulated lockdown during the COVID-19 pandemic in Spain : An exploratory mixed-methods study. BMC Public Health, 5(1), 1–8. DOI : 10.1111/famp.12585
  8. Kasdi, A., & Saifudin, S. (2020). Resilience of muslim families in the pandemic era : Indonesian millennial muslim community’s response against COVID-19. Jurnal Penelitian, 17(1), 81–94.
  9. Kim, H., Kim, S., Choe, K., & Kim, J. S. (2018). Effects of Mandala Art Therapy on Subjective Well-being, Resilience, and Hope in Psychiatric Inpatients. Archives of Psychiatric Nursing, 32(2), 167–173. https://doi.org/10.1016/j.apnu.2017.08.008
  10. Koskela, T., Pihlainen, K., Piispa-Hakala, S., Vornanen, R., & Hämäläinen, J. (2020). Parents’ views on family resiliency in sustainable remote schooling during the COVID-19 outbreak in Finland. Sustainability, 12, 1–20. https://doi.org/10.3390/su12218844
  11. Lietz, C. A. (2011). Empathic action and family resilience: A narrative examination of the benefits of helping others. Journal of Social Service Research, 37, 254–265. https://doi.org/10.1080/01488376.2011.564035
  12. Masten, A. S. (2018). Resilience theory and research on children and families: Past, present, and promise. Journal of Family Theory & Review, 10(1), 1–20. https://doi.org/10.1111/jftr.12255
  13. Patrick, S. W., Henkhaus, L. E., Zickafoose, J. S., Lovell, K., Halvorson, A., Loch, S., Letterie, M., & Davis, M. M. (2020). Well-being of parents and children during the COVID-19 pandemic: A national survey. Pediatrics, 146(4), e2020016824. https://doi.org/10.1542/peds.2020-016824
  14. Prime, H., Wade, M., & Browne, D. T. (2020). Risk and resilience in family well-being during the COVID-19 pandemic. American Psychologist. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1037/amp0000660
  15. Purba, A. (2020). Tanggung Jawab Orang tua Kristen dalam Mendidikan Anak Menyikapi Pandemi Covid-19. EPIGRAPHE: Jurnal Teologi Dan Pelayanan Kristiani, 4(1), 86–97. https://doi.org/10.33991/epigraphe.v4i1.148
  16. Roberto, A., Sellon, A., Cherry, S. T., Hunter-Jones, J., & Winslow, H. (2020). Impact of spirituality on resilience and coping during the COVID-19 crisis: A mixed-method approach investigating the impact on women. In Health Care for Women International (pp. 1–22). https://doi.org/10.1080/07399332.2020.1832097
  17. Sprang, G., & Silman, M. (2013). Posttraumatic stress disorder in parents and youth after health-related disasters. Disaster Medicine and Public Health Preparedness, 7(1), 105–110. https://doi.org/10.1017/dmp.2013.22
  18. Tee, M. L., Tee, C. A., Anlacan, J. P., Aligam, K. J. G., Reyes, P. W. C., Kuruchittham, V., & Ho, R. C. (2020). Psychological impact of COVID-19 pandemic in the Philippines. Journal of Affective Disorders, 277, 379–391. https://doi.org/10.1016/j.jad.2020.08.043
  19. Walsh, F. (2016). Strengthening family resilience (3rd ed.). The Guilford Press.
  20. Wang, C., Pan, R., Wan, X., Tan, Y., Xu, L., Ho, C., & Ho, R. C. (2020). Immediate psychological responses and associated factors during the initial stage of the 2019 coronavirus disease (COVID-19) Epidemic among the General Population in China. International Journal of Environmental Research and Public Health, 17(1729), 1–25. https://doi.org/10.1093/qjmed/hcaa110
  21. Zhang Y, & Ma Z. (2020). Impact of the COVID-19 pandemic on mental health and quality of life among local residents in Liaoning Province, China: A cross-sectional study. International Journal of Environmental Research and Public Health [revista en Internet] 2020 [acceso 8 de octu. Impact of the COVID-19 Pandemic on Mental Health and Quality of Life among Local Residents in Liaoning Province, China: A Cross-Sectional Study., 17(march), 1–2. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32233719/