Poverty is a social problem that can increase the crime rate, and cause a lot of micro chaos in a country. In Islam, leaving poverty is an obligation. Adolescents who live in poverty are prone to experiencing physical illness at risk, depression, personality disorders, and are vulnerable to exploitation, violence and drug addiction. One of the precautions that can be done is to have a good family function. This study aims to find out how the Islamic perspective on the role of family functioning on the quality of life related to health among poor adolescents. This study uses a library research approach. The results showed that the effective functioning of the family in understanding the roles, rights and obligations of each family member in an Islamic perspective involves a comprehensive dynamic pattern where this pattern is related to the quality of life related to health, that is, each family member is physically, psychologically, healthy and healthy. social relations, educational environment, and cultivation of Islamic faith and attainment of the end of the world.
Kemiskinan merupakan masalah sosial . Ketika kemiskinan meningkat, maka angka kriminalitas juga akan meningkat. Dampak lain dari kemiskinan adalah memicu timbulnya ketidakberdayaan mikro yang menjadi cikal-bakal kehancuran ekonomi suatu Negara (Narendra, 2019). Selain berdampak pada kriminalitas dan perekonomian Negara, kemiskinan dapat memberi pengaruh negatif pada perkembangan anak. Anak yang dibesarkan dalam keluarga miskin rentan mengalami masalah saat usia remaja (Gunn & Duncan, 1997 dalam Krisnayanti, Rahmatika, & Listiyandini, 2018). Remaja yang hidup dalam kemiskinan rentan mengalami gangguan kesehatan fisik, misalnya ditemukan remaja usia 15 tahun yang kerap kali sakit-sakitan (demam, pilek dan flu) karena harus bekerja sebagai pengamen di perempatan jalan , remaja yang hidup dalam kemiskinan pada umumnya identik tinggal diwilayah yang kumuh, lingkungan kumuh dan memiliki sanitasi kotor akan menghantarkan beberapa penyakit yang menyebabkan kondisi kesehatan menjadi buruk . Berbagai pemaparan di atas menunjukkan remaja miskin mengalami kerentanan dalam dimensi kesehatan fisik.
Remaja yang hidup dalam kemiskinan rentan pula mengalami gangguan psikologis seperti depresi, dan gangguan kepribadian (Noviawati & Narendri, 2017). Bahkan pada beberapa kasus, remaja dengan kondisi keluarga berlatar belakang penghasilan rendah, rentan melakukan aksi bunuh diri karena depresi, seperti kasus remaja yang tak kuat menjadi tulang punggung keluarga yang dipaparkan Bempah (2017). Kondisi kurangnya sumber ekonomi dapat mengarahkan peningkatan kemungkinan depresi dan stres . Berbagai pemaparan di atas menunjukkan remaja miskin mengalami kerentanan dalam dimensi psikologis. Remaja yang hidup dalam kemiskinan juga akan memiliki ruang pergaulan yang rentan terhadap eksploitasi, kekerasan, kecanduan obat dan juga pelecehan seksual (Tjandraningsih, 1995 dalam Astri, 2014), serta rentan mengalami gejala patologi sosial, salah satunya kenakalan remaja . Berbagai pemaparan di atas menunjukkan remaja miskin mengalami kerentanan dalam dimensi hubungan sosial.
Remaja yang hidup dalam kemiskinan juga sulit untuk mengakses lingkungan pendidikan yang bermutu karena tidak mampu dalam hal finansial . Ketika mengikuti pembelajaran di sekolah, remaja miskin tak jarang mendapatkan perilaku diskriminasi dari pihak sekolah, umumnya, pihak sekolah mengidentifikasi mereka sebagai “anak nakal” yang tidak tahu aturan dan hal tersebut dapat mempengaruhi siswa-siswa yang lain (Astri, 2014). Berbagai pemaparan di atas menunjukkan remaja miskin mengalami kerentanan dalam dimensi lingkungan sekolah. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa remaja miskin memiliki kerentanan dalam dimensi fisik, psikologis, sosial dan lingkungan pendidikan (sekolah). Kerentanan dalam berbagai dimensi tersebut mengindikasikan bahwa remaja miskin berpeluang lebih besar memiliki kualitas hidup terkait kesehatan atau health-related quality of life (HRQOL) yang rendah. Tingkat kualitas hidup terkait kesehatan yang rendah pada dimensi psikologis, dan sosial pada remaja miskin cenderung membuat mereka melakukan penyimpangan sosial.
Health Related Quality of Life (HRQOL) atau kualitas hidup terkait kesehatan mengacu pada seberapa baik fungsi seseorang dalam kehidupannya dan kesejahteraannya dalam bidang kesehatan, fisik, mental dan sosial. Keberfungsian mengacu pada kemampuan individu untuk melakukan kegiatannya sedangkan kesejahteraan mengacu pada perasaan subjektif individu . Penelitian lain menyebutkan bahwa kualitas hidup terkait kesehatan ialah sebuah konsep multidimensional yang mengukur persepsi individu terkait kesejahteraan psikologis, selfesteem, citra tubuh, fungsi kognitif, mobilitas, energi/vitalitas, hubungan sosial dan fungsi keluarga/rumah (Ravens Sieberer, dkk., 2005). Pada remaja, kualitas hidup terkait kesehatan dilihat sebagai adanya kesejahteraan fisik, kesejahteraan psikologis, suasana hati dan emosi, teman kelompok (sebaya) dan dukungan sosial, hubungan dengan orangtua dan kemandirian, persepsi diri dan otonomi, lingkungan sekolah, penerimaan sosial dan sumber daya keuangan (Rueden, dkk., 2006). Keluarga merupakan unit dasar sosial terkecil di suatu masyarakat yang menentukan suatu kelompok masyarakat menjadi kelompok yang kuat, artinya segala aspek kehidupan masyarakat tidak lepas dari pengaruh keluarga. Penguatan fungsi-fungsi keluarga memungkinkan keluarga membangun anggotanya menjadi sejahtera, mandiri, dan sanggup menghadapi tantangan . Dengan demikian, mengacu pada hal ini, kondisi keluarga turut mempengaruhi remaja miskin dalam mencapai atau tidak mencapai kualitas hidup terkait kesehatan yang optimal.
Kualitas hubungan keluarga maupun komunikasi yang buruk, serta adanya konflik seperti contoh diatas mengindikasikan keluarga tidak menjalankan fungsinya secara optimal . Dengan demikian, salah satu kondisi keluarga yang berpengaruh terhadap ketercapaian kualitas hidup terkait kesehatan yang optimal pada remaja miskin adalah keberfungsian keluarga. Herawaty dan Wulan (2013) mendefinisikan keberfungsian keluarga sebagai suatu keadaan dalam keluarga yang anggotanya mampu menjalankan dengan baik tugas-tugas dasar atau segala dimensi dalam kehidupan sehari-hari. Keberfungsian keluarga menurut Beavers dan Hampson (2000) merujuk pada tiap-tiap anggota keluarga untuk berfungsi secara efektif pada situasi yang penuh tekanan, bersifat fleksibel dan adaptif serta mau bernegosiasi. Selain itu, keluarga yang dianggap optimal dan berfungsi dengan baik ialah mereka yang mau terbuka untuk menyadari bahwa mereka membutuhkan sebuah interaksi dan relasi yang intens, sehingga adalah penting untuk membangun interaksi yang berkualitas didalam sebuah keluarga agar terciptanya sebuah keseimbangan. Kualitas hidup terkait kesehatan dan keberfungsian keluarga selama ini lebih banyak dibahas menurut perspektif Psikologi sebagaimana yang tertera diatas, penelitian ini mencoba untuk membahas kedua konsep tersebut menurut perspektif Islam. Adapun tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui bagaimana perspektif Islam tentang peran keberfungsian keluarga terhadap kualitas hidup terkait kesehatan pada remaja miskin.
Penelitian ini menggunakan pendekatan library research atau studi Pustaka. Jenis literatur yang digunakan ialah mengacu pada sumber utama yakni Al-quran, kedua Hadits, dan diikuti kumpulan jurnal-jurnal ilmiah serta kumpulan artikel ilmiah dan beberapa laman internet. Studi Pustaka yang dilakukan menggunakan penelusuran jurnal daring, pembedahan buku, melakukan akses pada research gate, penelusuran google scholar dan penelusuran laman-laman website lainnya.
Remaja Miskin dalam Perspektif Islam
Jahja (2011) menyebutkan bahwa masa remaja bermula kira-kira pada usia 13 tahun hingga 16 tahun, dan berakhir pada usia 18 tahun, yaitu usia yang dianggap matang secara hukum. Hukum Islam menyatakan bahwa individu yang sudah dianggap remaja ialah mereka yang telah sampai pada masa baligh. Dalam Islam, status remaja disamakan dengan hukum-hukum yang jatuh dengan orang dewasa. Rasulullah SAW bersabda:
جَاءَ بِي أَبِي يَوْمَ أُحُدٍ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ، وَأناَ ابْنُ أرْبَعَ عَشْرَةَ ، فَلَمْ يُجِزْنِى النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، ثُمَّ جَاءَ بِي يَوْمَ الخَنْدَقِ وَأَنَا ابْنُ خَمْسَ عَشْرَةَ ، فَفَرَضَ لِي رَسوْلِ اللهِ صلّى ا للهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ.
Artinya:“AyahkumembawakukepadaRasulullahSAW saatperang Uhud dan saatituakuberumur 14 tahun. Beliautidakmengizinkanku. KemudianAyahkumembawakusaatperangKhandaq dan aku berumur 15 tahun , maka beliau mengizinkanku” (H.R Al-Thabrani).
Hadits diatas menjelaskan bahwa pada kalimat “Beliautidakmengizinkanku” karena Rasulullah tidak menetapkannya ke dalam daftar orang-orang yang ikut berperang dan tidak menetapkan untuknya bayaran, seperti bayaran para prajurit. Kemudian pada kalimat ”Makabeliaumengizinkanku” hal ini kemudian dijadikan dalil bahwa laki-laki yang tepat berumur lima belas tahun dianggap telah baligh, sehingga berlaku padanya hukum orang-orang yang berusia baligh, walaupun ia belum bermimpi . Baligh berasal dari bahasa arab yakni bulugh yang memiliki arti ‘sampai’. Secara terminologis, al-bulugh ialah berakhirnya masa kanak-kanak dan secara sosial, individu yang sudah baligh memiliki tanggung jawab penuh terhadap semua perbuatannya, entah itu baik ataupun buruk .
Penelitian ini berfokus pada kondisi remaja yang hidup dalam kemiskinan. Agama Islam memandang kemiskinan sebagai sebuah hal yang perlu diperhatikan, sahabat Nabi SAW, Ali bin Abi Thalib pernah berkata:
لَوْ كَانَ الفَقْرُ رَجُلاً لَقَتَلْتُهُ
Artinya: “Seandainyakemiskinanberwujudmanusia, niscayaakuakanmembunuhnya”.
Hal ini mengindikasikan bahwa merajalelanya kemiskinan akan merusak tatanan keseimbangan bumi bahkan mampu menimbulkan kejahatan akibat kekurangan dan perasaan menderita. Dalam Islam, seorang remaja atau pemuda diisyaratkan untuk tumbuh dan terus berusaha memperbaiki kehidupannya, apabila ia terlahir dalam kondisi keluarga miskin, maka ia wajib hukumnya untuk berusaha keluar dari kemiskinan tersebut serta membawa keluarganya agar tidak lagi berada dalam kemiskinan. Islam mewajibkan hal tersebut disebabkan karena kemiskinan merupakan salah satu faktor rendahnya kualitas hidup terkait kesehatan .
Kualitas hidup terkait kesehatan dalam Perspektif Islam
Kualitas hidup terkait kesehatan ialah sebuah konsep multidimensional yang terdiri dari beberapa dimensi, antara lain ialah persepsi individual terhadap kehidupan mereka dalam konteks fisik, mental, budaya dan kesejahteraan sosial serta harapan tidak adanya suatu penyakit berlandaskan model kesehatan yang bersifat subjektif dan komprehensif (Sieberer, Gocsh, Rajmil, Erhart, 2005). Kualitas hidup terkait kesehatan juga dapat berfokuskan pada kegiatan hari-hari dan partisipasi individu yang relevan bagi masyarakat. Konsep sehat dalam Islam dapat diartikan seperti yang dipaparkan WHO, yakni terkait dengan dimensi kesejahteraan fisik yang melibatkan sejauhmana individu sehat secara fisik, kesejahteraan psikologis yang melibatkan sejauhmana individu sehat secara mental, dan hubungan sosial yang melibatkan sejauhmana individu membangun relasi yang sehat dengan lingkungannya. Namun konsep sehat dalam Islam ditambahkan unsur tauhid dan pencapaian akan hari akhir, sehingga konsep sehat dalam perspektif Islam cukup komprehensif daripada paparan WHO sebagaimana hal tersebut ialah paradigma dunia barat.
Sieberer, Auquier, Erhart, Gosch, Rajmil, dan Bruil (2007) menyebutkan, terdapat lima dimensi lain pada kualitas hidup terkait kesehatan yakni, (1) kesejahteraan fisik, yang mencakup tingkat aktivitas fisik, energi dan kebugaran fisik, (2) kesejahteraan psikologis yang mencakup emosi positif, kepuasan terhadap hidup dan merasakan keseimbangan emosional, (3) hubungan dengan orangtua dan kemandirian (4) dukungan sosial dan teman sebaya serta (5) Lingkungan sekolah. Dalam pandangan Islam, kesejahteraan fisik yang meliputi tingkat aktivitas fisik, energi dan kebugaran fisik dimanifestasikan dalam bentuk pergerakan, diriwayatkan oleh Imam An-Nasa’i bahwa Rasullah SAW pernah bersabda:
سَمِعْتُ رَسُول اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسلَّمَ يَقُؤْلُ : كُلُّ شَيْءٍ لَيْسَ فِيهِ ذِكْرُ الله ، فَهُوَ لَهُوُ وَلَعِبَ ، إلا أرْبَعَ : مُلاعَبَةُ الرَّجُلِ امْرَأتَهُ ، وَتَأْدِيبُ الرَّجُلِ فَرَسَهُ ، وَمَشْيُهُ بَينَ الْعَرْضَيْنِ ، وَتَعْلِيْمُ الرَّجُلِ السَّبَّاحَة
Artinya: “Setiap hal yang tidak ada dzikir kepada Allah adalah lahwun (kesia-siaan) dan permainan belaka, kecuali empat: candaan suami kepada istrinya, seorang lelaki yang melatih kudanya, latihan memanah, dan mengajarkan renang” (H.R An-Nasa’i)
Dimana pada hadits ini dinyatakan bahwa individu sebaiknya terus bergerak aktif dan melatih pergerakan fisik semaksimal mungkin, namun kesejahteraan fisik tidak hanya sebatas aktivitas berolahraga, tetapi kegiatan sehari-haripun termasuk ke dalam aktivitas maupun kegiatan yang melibatkan pergerakan fisik. Dimensi kesejahteraan psikologis yang meliputi emosi positif, kepuasan terhadap hidup dan merasakan keseimbangan emosional bisa dilihat dari firman Allah Surat Al-Imran ayat 133-134:
وَسَارِعُوْٓا اِلٰى مَغْفِرَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُۙ اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَۙ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ.
Artinya: “Dan bersegeralahmenujuampunandariTuhan kalian dan surga yang lebarnya (seluas) langit dan bumi yang disediakanbagiorang yang bertakwa, yaitu orang yang menginfakkanhartanyadiwaktulapangataususah, dan orang-orang yang menahanmarah dan bersikappemaafkepadamanusia, dan Allah mencintai orang-orang yang berbuatbaik”.(QS. Al-Imran (3) : 133-134)
Ayat ini banyak mengandung maksud dari dimensi Psikologis yang meliputi emosi positif. Emosi positif sendiri menghantarkan individu untuk mengerjakan sesuatu dengan perasaan gembira, serta konsisten). Emosi positif yang mengalir didalam diri individu akan membuatnya sadar tentang hal-hal yang baik untuk dirinya dan menjauhi hal-hal yang buruk untuk dirinya . Hal ini sejalan dengan konsep “orang yang bertakwa”. Makna kalimat takwa dapat dilihat dari segi bahasa yang berasal dari kata qawa (قوى) yang asalnya dari kata al-wiqayah (الوقاية)yang berarti pencegahan . Hasan Al-Basri menyatakan orang yang bertakwa adalah individu yang memelihara diri daripada hal yang diharamkan oleh Allah SWT dan menunaikan hal yang diperintahkan olehNya. Emosi positif yang mengalir didalam diri seseorang akan menghantarkan individu tersebut untuk senantiasa melakukan pencegahan terhadap hal-hal yang buruk baginya, yakni hal ini tidak mengerjakan sesuatu yang diharamkan oleh Allah dan akan mengejarkan hal-hal yang baik untuk dirinya, yaitu menunaikan segala sesuatu yang diwajibkan oleh Allah.
Dalam pandangan Islam, dimensi hubungan dengan orangtua dan kemandirian bisa dilihat dalam Surat Al-Isra:
۞ وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيٰنِيْ صَغِيْرًاۗ
Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, makasekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasihs ayang dan ucapkanlah, “WahaiTuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidikaku pada waktu kecil.”(QS. Al-Isra (17): 23-24)
Ayat ini menjelaskan bahwa perlu adanya pembinaan relasi yang sehat dengan orangtua untuk mencapai kualitas hidup terkait kesehatan yang sempurna. Relasi yang sehat sebagaimana paparan ayat diatas ditandai dengan keberbaktian anak terhadap orangtuanya, seperti, tidak membentak orang tua, selalu bertutur kata yang sopan, tidak mengatakan “ah” kepada orangtua dan senantiasa mendoakan mereka. Kedudukan orang tua dalam Islam sangat istimewa, bahkan berbakti kepada orangtua termasuk amalan yang paling utama. Hal ini dikarenakan ridho Allah tergantung pada ridho orangtua. Rasulullah SAW bersabda:
رِضَى الرَّبِّ فِي رِضَى الوَالِدِ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ
Artinya:“Ridho Allah tergantungridhoorangtua dan murka Allah tergantungmurkaorangtua” (HR. Tirmidzi.)
Namun dalam Islam, dimensi hubungan dengan orangtua dan kemandirian tidak hanya memandang satu interaksi saja, tetapi dua interaksi yang saling kooperatif. Ketika Islam memandang bahwa diwajibkan untuk seorang anak berbakti kepada orangtuanya, maka Islam pun mewajibkan orangtua untuk memberikan pendidikan terbaik kepada anaknya. Hal ini telah dicantumkan dalam Al-Quran sebagaimana pendidikan terbaik dari orangtua kepada anak ialah cara Lukman mendidik anaknya, Allah SWT berfirman:
وَاِذْ قَالَ لُقْمٰنُ لِابْنِهٖ وَهُوَ يَعِظُهٗ يٰبُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللّٰهِ ۗاِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, ”Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. Lukman (31) : 13).
Pada ayat ini dijelaskan bahwa pendidikan pertama yang diberikan oleh orangtua kepada anak ialah akidah, dimana anak diajarkan konsep bahwa Allah adalah satu, dan mempersekutukan Allah adalah hal yang teramat melanggar batas . Dalam pandangan Islam, dimensi dukungan sosial dan teman sebaya mengindikasikan pertemanan yang suportif dan sehat, yang saling menguntungkan dan saling mendoakan, sebagaimana yang Rasulullah SAW sampaikan dalam hadits berikut:
دَعْوَةُ المَرْءِ لمُسْلِمِ لأخِيهِ بِظَهْرِ الغَيبِ مُسْتَجاَبَةُ عِندَ رَأسِهِ مَلَكُ مُوَكَّلُ كُلَّمَا دَعاَ لأخِيهِ بِخَيرِ قَالَ المَلَكُ المُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ
Artinya: “Sesungguhnya doa seorang muslim kepada saudaranya (kakak/adik/teman/sahabat) disaat saudaranya tidak mengetahuinya adalah doa yang mustajab (terkabulkan). Disisi orang yang akan mendoakan saudaranya ini ada malaikat yang bertugas mengaminkan doanya. Tatkala dia mendoakan saudaranya dengan kebaikan, malaikat tersebut akan berkata “Amin, engkau akan mendapatkan semisal dengan saudara mutadi” (H.R Muslim)
Dimensi dukungan sosial dan teman sebaya pada kualitas hidup terkait kesehatan dalam perpektif Islam dipandang lebih jauh lagi, yakni menjaga interaksi agar tetap harmonis. Hal tersebut biasa disebut dengan silaturahmi, sebagaimana dalam firman Allah Surat An-Nisa ayat 1:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا
كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءً ۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِهٖ وَالْاَرْحَامَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
Artinya: “Wahaimanusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalahkepada Allah yang dengannama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungankekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalumenjaga dan mengawasimu”(QS. An-Nisa (4): 1)
Dimensi lingkungan sekolah meliputi persepsi remaja tentang kapasitas kognitif. Hal ini mengindikasikan pentingnya peran pendidikan dalam proses belajar seorang remaja. Islam cukup memandang penting sebuah pendidikan, sebagaimana yang disampaikan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ
Artinya:“Barang siapa yang melewati suatu jalan untuk mencari Ilmu, maka Allah memudahkan untuknya jalan menuju Surga” (HR. Muslim)
Hadits diatas menerangkan bahwa ketika manusia telah berniat untuk menuntut Ilmu maka perjalanan dalam mencari Ilmu tersebut akan Allah mudahkan, derajatnya akan Allah tinggikan dan akan Allah beri jaminan kepadanya jalan menuju Surga . Hukum menuntut Ilmu dalam Islam adalah wajib, sehingga para remaja muslim diharuskan untuk menuntut Ilmu, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Artinya: “Menuntut Ilmu itu wajib atas setiap Muslim” (HR. Ibnu Majah)
Tingkat kualitas hidup terkait kesehatan yang rendah mampu menyebabkan remaja yang hidup dalam kemiskinan mendapatkan berbagai masalah kehidupan, bahkan tak jarang, remaja yang memiliki kualitas hidup terkait kesehatan yang rendah disebabkan oleh kondisi keluarga yang tidak stabil, yang tidak mampu memuaskan kebutuhan mereka. Kebutuhan-kebutuhan tersebut bisa merupa materi dan juga kebutuhan batin, misalnya, kasih sayang, penghargaan, ataupun keberfungsian keluarga yang terjalin dengan baik.
Keberfungsian keluarga dalam perspektif Islam
Keberfungsian keluarga menurut Beavers dan Hampson (2000) merujuk pada tiap-tiap anggota keluarga untuk berfungsi secara efektif pada situasi yang penuh tekanan, bersifat fleksibel dan adaptif serta mau bernegosiasi. Selain itu, keluarga yang dianggap optimal dan berfungsi dengan baik ialah mereka yang mau terbuka untuk menyadari bahwa mereka membutuhkan sebuah interaksi dan relasi yang intens. Dalam perpekstif Islam, keberfungsian keluarga yang merujuk pada tiap-tiap anggota keluarga untuk berfungsi secara efektif ialah memahami peran, hak dan kewajiban masing-masing anggota keluarga, artinya seorang suami harus paham akan peran, hak dan kewajibannya, begitu pula dengan istri serta anak. Pemahaman peran, hak dan kewajiban ini akan menghantarkan tiap-tiap anggota keluarga untuk berfungsi secara efektif pada situasi yang penuh tekanan, bersifat fleksibel dan adaptif serta mau bernegosiasi. Adapun peran suami dan istri dalam Islam terdapat dalam Surah An-Nisa ayat 34:
اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ ۗ فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ ۗوَالّٰتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا ۗاِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا
Artinya: “Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar”(QS. An-Nisa (4) : 34)
Makna ayat diatas menjelaskan peran suami dan istri dengan makna sebenarnya. Suami adalah pemimpin dalam keluarga, yang berarti secara keseluruhan, suami memegang kendali atas keluarganya. Mempimpin disini tidak hanya dipandang sebagai kepala keluarga saja, tetapi juga memegang kendali, memberi nafkah, mendidik, membimbing, bahkan meluruskan akidah pada tiap-tiap anggota keluarga apabila terjadi penyimpangan akidah dalam diri mereka. Pada ayat diatas, peran istri ialah memahami dirinya bahwa ia harus senantiasa taat pada suaminya, tidak membangkang, dan tidak pula menjadi pemantik untuk sebuah perdebatan, dan pertengkaran di dalam keluarga, sebagaimana hal itu akan membawa ia pada pencapaian status di dalam Alquran, yakni “wanita shalehah”. Ayat diatas sekaligus menjelaskan hak istri dan kewajiban seorang suami, dimana istri berhak atasnya nafkah materi berupa harta-benda dan juga nafkah non materi atau batin berupa kasih sayang, pengertian, merasa dicintai dan juga merasa dihargai . Adapun hak suami yang menjadi kewajiban seorang istri ialah sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW sebagai berikut:
اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا فَإِنَّمَا هُنَّ عَوَانٌ عِنْدَكُمْ لَيْسَ تَمْلِكُونَ مِنْهُنَّ شَيْئًا غَيْرَ ذَلِكَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ فَإِنْ فَعَلْنَ فَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا أَلَا إِنَّ لَكُمْ عَلَى نِسَائِكُمْ حَقًّا وَلِنِسَائِكُمْ عَلَيْكُمْ حَقًّا فَأَمَّا حَقُّكُمْ عَلَى نِسَائِكُمْ فَلَا يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ مَنْ تَكْرَهُونَ وَلَا يَأْذَنَّ فِي بُيُوتِكُمْ لِمَنْ تَكْرَهُونَ أَلَا وَحَقُّهُنَّ عَلَيْكُمْ أَنْ تُحْسِنُوا إِلَيْهِنَّ فِي كِسْوَتِهِنَّ وَطَعَامِهِنَّ
Artinya:“Berbuat baiklah terhadap wanita, karena mereka adalah tawanan kalian. Kalian tidak berhak atas mereka lebih dari itu, kecuali jika mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Jika mereka melakukannya, jauhilah mereka di tempat tidur dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Jika kemudian mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Ketahuilah; kalian memiliki hak atas istri kalian dan istri kalian memiliki hak atas kalian. Hak kalian atas istri kalian ialah dia tidak boleh memasukkan orang yang kalian benci ketempat tidur kalian. Tidak boleh memasukan seseorang yang kalian benci ke dalam rumah kalian. Ketahuilah; hakistri kalian atas kalian ialah kalian berbuat baik kepada mereka dalam (memberikan) pakaian dan makanan (kepada) mereka." (HR. At-Tirmidzi)
Hadits diatas menerangkan bahwa hak suami atas istrinya dimana hal ini menjadi kewajiban istri atas suaminya ialah ia berhak untuk menerima perlakuan baik dari Istrinya, berhak untuk mendapatkan pemuasan biologis, berhak untuk menegur, menasehati, bahkan memukul istrinya, ia berhak atas kondisi rumah, dan berhak untuk melarang istrinya. Hadits diatas menerangkan pula hak istri atas suami dimana hal ini menjadi kewajiban suami kepada istrinya ialah dimana ia berhak atas segala kebutuhan primer untuk dirinya, seperti makanan, pakaian, dan juga pendidikan.
Peran keberfungsian keluarga terhadap kualitas hidup terkait kesehatan pada remaja miskin menurut perspektif Islam
Keberfungsian keluarga yang efektif dalam memahami peran, hak dan kewajiban masing-masing anggota keluarga akan menghantarkan pada suatu pola dinamis yang komprehensif. Dimana keluarga yang saling memahami peran, hak dan kewajibannya maka akan tampak rasa tanggung jawab antar individu, artinya individu akan saling membina hubungan yang menyehatkan secara fisik dengan tidak saling memukul atau menyakiti sesama anggota keluarga termasuk tidak pula menyakiti diri sendiri. Hal ini sejalan dengan konsep dimensi fisik kualitas hidup terkait kesehatan dalam perspektif Islam, dimana kesejahteraan fisik melibatkan sejauhmana individu sehat secara fisik. Pola dinamis yang komprehensif, tentu tidak dipandang dalam satu dimensi, dimensi lain yang tampak ialah dimensi psikologis. Dimana kebutuhan keluarga yang efektif dalam memahami peran, hak dan kewajiban masing-masing anggota keluarga ialah keterlibatan emosional antar masing-masing anggota keluarga untuk saling mendukung, menopang dan memberikan kasih sayang sehingga terciptalah masing-masing individu yang sehat secara mental sebagaimana hal ini sesuai dengan kualitas hidup terkait kesehatan dalam perspektif Islam.
Keberfungsian keluarga yang efektif dalam memahami peran, hak dan kewajiban masing-masing anggota keluarga juga melibatkan pembinaan relasi sosial yang sehat antar individu dan juga terhadap lingkungannya. Hal ini sejalan dengan konsep dimensi hubungan sosial pada kualitas hidup terkait kesehatan dalam perspektif Islam yang menekankan hubungan silaturahmi yang intens. Keberfungsian keluarga yang efektif dalam memahami peran, hak dan kewajiban masing-masing anggota keluarga melibatkan pula lingkungan pendidikan yang tak hanya pada pemberian pendidikan formal untuk anak-anak di sekolah, tetapi juga pemberian pendidikan agama dalam hal ini ialah akidah, dan syariat hukum Islam. Hal ini sejalan dengan dimensi lingkungan sekolah pada kualitas hidup terkait kesehatan dalam perspektif Islam yang dipandang secara komprehensif, dimana tiap tiap individu diwajibkan untuk senantiasa mencari dan menimba Ilmu. Keberfungsian keluarga yang efektif dalam memahami peran, hak dan kewajiban masing-masing anggota keluarga dalam perspektif Islam melibatkan unsur tauhid dan pencapaian hari akhir . Artinya, dalam satu keluarga ditanamkan nilai-nilai tauhid dan juga keyakinan penuh akan adanya Surga dan Neraka sebagai balasan perbuatan untuk individu yang bertakwa dan yang tidak.
Berdasarkan uraian diatas, penulis menyimpulkan bahwa keberfungsian keluarga yang efektif dalam memahami peran, hak dan kewajiban masing-masing anggota keluarga dalam perspektif Islam melibatkan pola dinamis yang komprehensif dimana masing-masing anggota keluarga saling menyehatkan secara fisik, psikologis, hubungan sosial, lingkungan pendidikan, dan penanaman unsur tauhid serta pencapaian hari akhir, dimana hal ini ialah dimensi-dimensi dari kualitas hidup terkait kesehatan dalam perspektif Islam.
Remaja yang hidup dalam kemiskinan akan mampu berkembang kearah yang lebih baik ketika mendapatkan lingkup keluarga yang menjalankan fungsinya dengan baik. Mulai dari memahami peran sebagai anak, memahami tanggung jawab dan mau membangun komunikasi yang intens. Ketika keberfungsian keluarga terjalin dengan efektif maka hal tersebut mampu meningkatkan kualitas hidup terkait kesehatan pada remaja miskin, mulai dari dimensi fisik, mental, sosial, pendidikan, bahkan hingga kokohnya akidah Islamiyah pada diri remaja.
Terima kasih kepada dosen pembimbing saya, bapak Karimulloh dan Ibu Melok Roro Kinanthi yang telah banyak memberikan bantuan dan masukan terkait isi materi saya. Terima kasih kepada bapak Elwansyah Elham, dan Muzayin Ardhi yang membantu saya dalam mencari referensi, dan memberikan kritik terhadap materi ini. Terima kasih kepada Muhammad Ichsan Fauzi yang selalu memberikan dukungan emosional, maupun finansial, serta kepada Ghorsa El-Jeinan yang mau bekerja sama dengan saya selama proses penulisan ini.