Articles
DOI: 10.21070/iiucp.v1i1.631

The Dynamics of Marriage Commitment to a Husband whose Wife Becomes TKW in Indramayu Regency


Dinamika Komitmen Pernikahan Pada Suami yang Istrinya Menjadi TKW di Kabupaten Indramayu

Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
Indonesia
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
Indonesia
Commitment Marriage Husband TKW

Abstract

The purpose of this qualitative research is to determine the dynamics of commitment to husbands whose wives become TKW in communities in Indramayu Regency. Researchers want to know what factors influence respondents to maintain their marriage to this day. Respondents in this study were two husbands who have the status of playing multiple roles in daily life, as husband as well as wife. Both respondents have been left by their wives to work as TKW for two times in a period of 4-5 years. The design in this study uses a case study approach. Researchers conducted in-depth interviews and observations to collect data. The method used for data analysis in this study uses coding to show an overview of the topics studied and thematically analyzed in order to produce a list of themes, theme models or complex indicators. From the results of this study it is known that two respondents have commitment, principles in marriage, self-control, and have future plans for a long-term marriage. The factors affecting the marriage commitment of the two respondents consisted of trust between spouses, family support, tawakal, and interrelationships between partners.

Pendahuluan

Pernikahan merupakan ikatan lahir dan batin antara laki-laki dan perempuan untuk saling mengasihi dan menyayangi satu sama lain dengan berbagi emosi hingga berbagi peran antara suami dan istri. Tujuan pernikahan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah untuk membentuk keluarga bahagia, sejahtera dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Setiap pasangan yang menikah tentunya mengharapkan pernikahan tersebut berakhir dengan bahagia, yaitu hidup bahagia bersama anak dan cucu hingga ajal menjemputnya. Namun ada beberapa hal yang menyebabkan pernikahan tersebut berakhir pada perceraian. Banyak faktor yang menyebabkan perceraian menjadi jalan pintas untuk menyelesaikan masalah dalam berumah tangga. Paul Bohannon [1] mengungkapkan bahwa terdapat enam tahap terjadinya proses perceraian, yaitu perpisahan secara emosional, perpisahan secara hukum, perpisahan secara ekonomis, perpisahan koparetal (pengasuhan anak), perpisahan komunitas dan perpisahan dari ketergantungan.

Di Indonesia semakin tahun angka perceraian semakin tinggi. Seperti yang telah dilansir oleh pikiran-rakyat.com (2015) pada tahun 2009 sebanyak 216.286 pasangan bercerai. Tahun 2010 sebanyak 285.184 pasangan bercerai. Tahun 2011 sebanyak 258.119 pasangan bercerai. Tahun 2012 sebanyak 372.577 pasangan bercerai. Tahun 2013 sebanyak 324.527 pasangan bercerai. Indramayu merupakan kabupaten dengan angka perceraian tertinggi di Indonesia, perceraian dianggap sudah menjadi budaya. Menurut Kepala Pengadilan Agama Indramayu, Anis Fuadz, terdapat 9.444 kasus perceraian pada tahun 2015, 5.425 kasus pada bulan Januari hingga Agustus tahun 2016. Faktor penyebab perceraian diasumsikan karena banyaknya poligami, rendahnya pendidikan masyarakat, banyaknya perempuan yang menjadi TKI di luar negeri, dan banyaknya pernikahan di bawah umur (Jamil & Fakhruddin, 2015).

Dari sekian banyak kasus perceraian di Indramayu dengan faktor istri menjadi TKW di luar negeri, ada beberapa pasangan yang mempertahankan keutuhan rumah tangganya. Hal ini tentunya terdapat komitmen yang kuat antara pasangan suami istri tersebut. Pasangan yang memiliki komitmen kuat satu sama lain mungkin akan sering mengorbankan kepentingan diri sendiri ketika berkonflik demi kebahagiaan mereka [7]. [4] mendefinisikan komitmen sebagai suatu keadaan yang mengarahkan seseorang untuk mempertahankan suatu hubungan yang meliputi orientasi jangka panjang, kedekatan dengan pasangan dan keinginan untuk terus bersama-sama melanjutkan hubungan dengan pasangan. Menurut [6] terdapat tiga aspek dalam komitmen pada pernikahan, yaitu: satisfaction level (kepuasan yang diperoleh dari hubungan), quality alternative (kualitas dari alternatif yang tersedia), dan investment size (investasi yang telah dibuat dalam suatu hubungan seperti waktu, energi, materi, dan keterbukaan diri).

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti ingin mengetahui lebih dalam mengenai komitmen pernikahan yang dimiliki oleh suami dari TKW yang ada di kabupaten Indramayu.

Metode Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika komitmen pernikahan pada suami yang istrinya bekerja menjadi TKW di Kabupaten Indramayu. Subjek penelitian merupakan dua orang suami yang istrinya bekerja menjadi TKW. Responden pertama berinisial T dan responden kedua berinisial AH. Jika diakumulasikan, masing-masing responden ditinggal istrinya bekerja menjadi TKW selama empat tahun. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan pendekatan studi kasus. Maka dari itu, peneliti melakukan wawancara mendalam dan observasi untuk mengumpulkan data. Metode yang digunakan untuk analisis data pada penelitian ini menggunakan koding untuk memperlihatkan gambaran topik yang dipelajari dan dianalisis tematik guna menghasilkan daftar tema, model tema atau indikator kompleks.

Hasil dan Pembahasan

Responden 1 ( T )

T merupakan seorang laki-laki berusia 45 tahun. T menikahi K pada tahun 1993, kini T dan K sudah menjalani kehidupan berumah tangga kurang lebih selama 25 tahun. T dan K dikaruniai dua orang anak yakni SM (22) dan AM (14). T sudah dua kali ditinggal istrinya menjadi TWK, pertama pada tahun 2008 hingga 2010 K menjadi TKW di negara Oman dan pada akhir tahun 2015 hingga sekarang di negara Libya. Adapun faktor yang membuat T dan K tetap mempertahankan rumah tangganya karena masih ingin hidup bersama. T memaknai sebuah pernikahan suatu kewajiban bagi laki-laki dan perempuan supaya dapat membangun rumah tangga yang baik. Selain itu, T memiliki prinsip menikah cukup satu kali selama dalam hidupnya. Hal ini juga yang membuat T tetap mempertahankan pernikahannya dengan K. Selain prinsip dalam dirinya, T juga menuturkan bahwa dalam sebuah hubungan sangat diperlukan rasa percaya satu sama lain. Salah satu bentuk rasa percaya tersebut tidak mudah percaya dengan pernyataan pihak ketiga. T berpendapat jika ada suami yang istrinya bekerja menjadi TKW di luar negeri terus dia menikah lagi atau selingkuh maka orang tersebut tidak memiliki rasa percaya satu sama lain dan mudah termakan omongan pihak ketiga. Alasan T menikahi K waktu itu selain karena cinta juga karena K merupakan sosok wanita yang cantik, secara spiritual cukup baik, dan yakin dapat memberikan keturunan yang baik. Adapun usaha yang dilakukan untuk terus membangun cinta yang fluktuaktif dengan rasa percaya satu sama lain. Selain cinta dan percaya, aspek lain yang tidak kalah penting dalam sebuah hubungan adalah komitmen. T menyatakan sepenuhnya berkomitmen untuk tetap mempertahankan rumah tangganya bersama K. Namun, kembali lagi manusia hanya bisa berusaha sebaik mungkin yang menentukan kedepannya tetap hanya Tuhan Yang Maha Kuasa.

Selama 25 tahun T dan K menjalani kehidupan rumah tangga, T merasa puas dengan pernikahannya. Kepuasan tersebut disampaikan karena K sudah mampu memberikan keturunan yang baik dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Terkait berhubungan biologis, T merasa sudah ideal dan sempurna. Dalam keadaan berjauhan seperti saat ini adapun cara mengontrol kebutuhan seksualnya, T biasanya mencari aktivitas lain seperti mencari teman untuk berbincang, menyibukkan diri untuk mempersiapkan jualan atau aktivitas lainnya yang mengalihkan pemikirannya. Jikalau dibandingkan dengan pasangan lain yang memiliki kondisi serupa T merasa hubungannya dengan K lebih baik dan lebih puas daripada pasangan lain karena ada rasa percaya yang begitu besar antara T dan K dalam menjalani semuanya. Banyak kebutuhan-kebutuhan lain dalam hubungan suami istri yang harus dipenuhi. Seperti kebutuhan emosional dan kebutuhan rasa aman. T menuturkan bahwa pemenuhan kebutuhan selama ini cukup baik. Selain sepuasan T juga merasa bahagia dalam menjalani hubungan dengan K. Menurut T karena dalam sebuah pernikahan yang dicari adalah sebuah kebahagiaan. Berarti jika orang menikah harusnya bahagia. T juga menyatakan bahwa dia tetap bahagia walaupun saat ini jarak memisahkan keduanya karena T merasa ada sebuah keterikatan satu sama lain yang tidak bisa dijelaskan.

Figure 1. Bagan Dinamika Komitmen Pernikahan T

Responden II (AH)

AH merupakan seorang laki-laki berusia 31 tahun. AH menikahi S pada tahun 2009, saat ini AH dan S sudah menjalani kehidupan rumah tangga kurang lebih 9 tahun. Selama menikah dengan AH, S sudah dua kali pergi ke luar negeri untuk menjadi TKW. Negara pertama yang menjadi tujuan S bekerja adalah Taiwan. Saat itu S berangkat ke Taiwan sekitar 80 hari setelah menikah dan menjadi TKW di negara tersebut selama dua tahun. Setelah pulang dari Taiwan S dan AH dikaruniai seorang anak laki-laki yakni AM yang saat ini sudah berusia 4 tahun. Saat ini S sedang bekerja di Hongkong sudah berjalan kurang lebih dua tahun.

Adapun faktor-faktor yang membuat AH dan S masih tetap mempertahankan pernikahannya adalah karena masih ada keinginan untuk bersama, masih ingin mempertahankan rumah tangga, masih satu tujuan, dan telah memiliki buah hati dari pernikahannya. Selain itu, AH memaparkan bahwa hal tersebut sebuah tanggaung jawab terhadap istrinya. Jika istri berangkat masih berstatus menjadi istrinya maka saat istri pulang pun harus tetap menjadi istrinya, apapun yang terjadi. Walaupun ada masalah yang menimpa AH dan S maka tidak mengambil keputusan saat masih berjauhan, AH menceritakan keputusannya akan ditentukan menunggu bertemu kedua belah pihak bertemu dan dibicarakan untuk penyelesaian kedepannya. AH juga menyampaikan ia hanya menjalankan peran sebagai suami dan ayah sebaik mungkin, bagaimana pun penilaian orang AH tidak terlalu mempermasalahkan hal tersebut. AH hanya berikhtiar sebaik mungkin untuk kedepannya ia tetap menyerahkan semua yang terjadi kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

Selama sembilan tahun AH menjalani kehidupan pernikahan dengan S, AH merasa puas dengan status pernikahannya. Jika diberikan skala 1-10 AH menilai kepuasan pernikahannya berada pada nilai 7 hingga 8. AH juga menyatakan jika dibandingkan dengan hubungan orang lain yang memiliki kondisi yang sama, hubungan AH bersama S lebih baik daripada hubungan orang lain karena AH dan S mampu mempertahankan pernikahannya hingga saat ini. Namun kembali lagi pada pribadi masing-masing, karena setiap orang memiliki dinamika kehidupan yang berbeda sehingga menjalaninya pun dengan cara yang berbeda. Untuk kebahagiaan sendiri AH merasa bahagia dengan hubungan saat ini karena AH masih mampu bertahan dengan S. Namun, AH merasa kebahagiaannya kurang lengkap karena waktu kebersamaan dengan istri terhalang oleh jarak. Secara fisik memang jauh, namun AH menceritakan ia dengan istrinya dekat secara emosional. Dalam pemenuhan kebutuhan, seperti kebutuhan emosional, kebutuhan keamanan, hingga kebutuhan seksual AH menceritakan semuanya berjalan dengan baik, akan tetapi tetap merasa ada hal-hal yang kurang terutama dalam pemenuhan kebutuhan seksual. AH menyampaikan kembali bahwa bahwa semua yang dihadapi merupakan konsekuensi dari keputusannya, sehingga jika muncul kebutuhan biologis maka dialihkan pada aktivitas lain atau bisa juga mengobrol hal-hal pribadi melalui telepon bersama istri. Namun tak bisa dipungkiri, AH menyatakan terkadang terbesit keinginan untuk menikah lagi. Keinginan tersebut biasanya muncul ketika AH berpikir random, iseng dan berhayal. AH menjelaskan hal tersebut hanya sekedar keinginan namun tidak benar-benar dilakukan. Dalam mengatasi hal tersebut biasanya AH mengalihkan pikiran dan fokus pada pekerjaan. AH memiliki prinsip untuk mengatasi keinginan menikah lagi. Pertama, AH tidak akan melakukan tindakan apapun sebelum S pulang ke Indramayu. Kedua, stigma masyarakat menguatkan AH untuk tetap mempertahankan pernikahannya. Di lingkungannya, jika suami menikah lagi ketika istri bekerja menjadi TKW maka akan di cap buruk oleh masyarakat.

Figure 2. Bagan Dinamika Komitmen Pernikahan AH

Berdasarkan hasil penelitian, dinamika komitmen pernikahan kedua responden menyangkut tiga komponen seperti yang dikemukakan oleh [6], yaitu kepuasan yang diperoleh dari hubungan, alternatif yang berkualitas, dan investasi yang telah dibuat dalam suatu hubungan. Kepuasan yang diperoleh dari sebuah hubungan pada responden pertama dengan diberikannya keturunan. Selain itu, respoden pertama merasa puas dengan hubungan yang dibangun bersama istri karena terdapat kepuasan yang dirasakan ketika berhubungan dengan istri, responden merasa puas, ideal, dan sempurna. Sedangkan kepuasan yang diperoleh dari sebuah hubungan pada responden kedua adalah bentuk dari kepuasan sama-sama mampu mempertahankan pernikahan hingga saat ini, hal ini sesuai dengan pernyataan [5] bahwa hubungan yang memuaskan harus memiliki komitmen yang lebih kuat.

Kepuasan pada pernikahan memunculkan kebahagiaan dalam menjalin hubungan. Kedua responden tetap merasakan kebahagiaan walaupun harus menjalani hubungan jarak jauh. Responden pertama memaparkan alasan ia tetap merasa bahaagia walaupun saat ini hubungan dengan istri dipisahkan oleh jarak dan waktu. Komunikasi yang sangat terbatas tidak menghalangi responden pertama untuk tetap merasakan kebahagiaan. Hal tersebut dikarenakan masih adanya rasa percaya satu sama lain yang diberikan dalam hubungan dan terdapat ikatan batin antara responden pertama dengan istri yang tidak dapat dijelaskan secara mendetail. Sedangkan alasan responden kedua kebahagiaan tersebut muncul karena hingga saat ini responden kedua dan istri mampu untuk mempertahankan pernikahannya. Selain itu, komunikasi yang terjalin antara responden kedua dan istri pun sangat baik. Sehingga, hal tersebut membuat responden kedua merasa dekat secara emosional walaupun jauh secara fisik.

Alternatif yang berkualitas tidak menjalin hubungan dengan selain pasangan atau tidak memberikan kesempatan kepada orang lain untuk masuk dalam hubungan yang sudah dibangun bersama pasangan. Adapun usaha yang dilakukan responden pertama untuk tidak menjalin hubungan dengan selain pasangan adalah dengan memberikan rasa percaya satu sama lain kepada pasangan. Salah satu bentuk rasa percaya tersebut adalah tidak mudah dipengaruhi oleh orang ketiga, seperti tidak mudah dihasut dan tidak langsung percaya dengan pernyataan orang lain ketika membicarakan keburukan pasangan. Selain rasa percaya, quality alternative lain yang muncul adalah terdapat prinsip pada responden satu bahwa ia hanya menikah satu kali selama hidupnya. Hal ini tentunya semakin memperkuat komitmen responden pertama untuk tetap mempertahankan rumah tangga bersama istrinya. Adapun usaha yang dilakukan oleh responden pertama untuk tetap mempertahankan pernikahannya dengan sepenuhnya berkomitmen dan memberikan kepercayaan satu sama lain, selebihnya responden mengembalikan takdir yang dimiliki kepada Sang Pencipta.

Di Indramayu sendiri, istri bekerja menjadi TKW bukan menjadi hal tabu lagi. Mayoritas masyarakat berpikir instan untuk mendapatkan uang dengan cepat. Tidak jarang, ketika istri bekerja menjadi TKW di luar negeri suami menyalahgunakan kepercayaan tersebut. Sehingga, responden pertama menyatakan jika ada suami yang istrinya bekerja menjadi TKW di luar negeri kemudian suami selingkuh atau menikah lagi maka orang tersebut tidak memiliki rasa percaya satu sama lain dan terlalu bebas membuka akses untuk membiarkan orang lain masuk ke dalam hubungan rumah tangga.

Sedangkan usaha yang dilakukan responden kedua untuk tidak menjalin hubungan dengan selain pasangan juga dengan memberikan rasa percaya satu sama lain. Bentuk rasa percaya tersebut ditunjukkan dengan sikap berpikir positif, tidak mudah dipengaruhi orang lain, dan sikap fleksibel terhadap pasangan. Responden kedua memberikan toleransi kepada pasangan terhadap apa yang dilakukan. Selain rasa percaya, responden kedua pun memiliki prinsip untuk menjalankan peran sebaik mungkin. Hal ini memotivasi responden kedua untuk tetap mempertahankan pernikahan. Kedua responden memiliki keterikatan dengan pasangannya atau merasa saling memiliki satu sama lain. Sehingga hal tersebut memunculkan self control pada diri kedua responden untuk tidak melakukakan sesuatu yang dapat mengancam hubungan.

Menurut Rusbult [6] komitmen terhadap hubungan dikatakan tinggi jika sejumlah sumber penting secara langsung maupun tak langsung dihubungkan dengan hubungan, seperti waktu, usaha, harta, dan jaringan persahabatan yang dulu merupakan milik pribadi kini meningkat menjadi milik dan dilakukan bersama pasangan. Investasi yang telah dibuat dalam hubungan oleh kedua responden padalah waktu, keturunan, materi, dan relasi keluarga. Responden pertama dan istri sudah menjalin hubungan pernikahan hampir 25 tahun, sudah terlalu banyak waktu dan energi yang diinvestasikan dalam hubungan tersebut sehingga mempengaruhi responden pertama untuk tetap berkomitmen. Tentunya, jika responden pertama mengakhiri hubungan tersebut maka akan banyak waktu dan energi yang terbuang sia-sia selama 25 tahun. Usia pernikahan responden kedua memang jauh lebih muda dari usia pernikahan responden pertama. Akan tetapi, Sembilan tahun adalah bukan waktu yang sebentar. Terlebih, sebelum responden kedua menikah dengan istrinya, responden pernah menjalin hubungan yang cukup serius. Sebelum menikah dengan responden kedua, istrinya pernah menjadi TKW kurang lebih sekitar tiga tahun. Saat itu, responden dan istrinya sudah menjalin hubungan.

Selain waktu dan energi, keturunan merupakan investasi nyata dari buah cinta antara kedua responden dengan istri. Anak adalah harapan keluarga karena anak mempunyai banyak arti dan fungsi bagi keluarga. Oleh karena itu, mempunyai anak sangat didambakan, baik dalam keluarga orang desa maupun orang kota [2] Tidak hanya itu, investasi materi pun berperan cukup penting dalam hubungan responden pertama. Adapun alasan istri responden bekerja menjadi TKW karena untuk mengambil alih asset keluarga yang digadaikan oleh responden. Istri responden merasa, asset tersebut adalah peninggalan dari orangtua responden sehingga sangat disayangkan jika harus dilepaskan begitu saja. Sedangkan bentuk invetasi materi dari responden kedua adalah masih mengumpulkan dana untuk membangun rumah bersama. Adapun alasan istri responden kedua bekerja menjadi TKW supaya lebih cepat dalam mengumpulkan uang untuk membangun rumah sendiri.

Selain waktu, keturunan, dan materi. Relasi keluarga pun berperan penting dalam keberlangsungan hidup responden ketika jauh dari istri. Dukungan keluarga dapat memberikan kekuatan tersendiri kepada responden. Kedua responden tinggal di lingkungan keluarganya. Responden pertama tinggal di rumah sendiri yang berdampingan dengan rumah saudara-saudaranya. Sedangkan responden kedua tinggal bersama orangtua responden. Menjalankan peran ganda tidaklah mudah, oleh karena itu dukungan keluarga sangat membantu responden dalam bertahan menjalankan hidup tanpa didampingi seorang istri. Responden pertama mendapatkan dukungan dari keluarganya datang dari saudara-saudara kandungnya. Terkadang saudaranya memberikan makan kepada anak dan responden. Selain itu, saudaranya pun berperan dalam pengasuhan anak responden seperti menjaga anak responden ketika pulang sekolah dan responden belum pulang jualan sayur hingga ketika responden ada kesibukan atau hanya sekedar ingin main dengan temannya dan tidak pulang ke rumah maka anak keduanya dititipkan kepada saudara-saudaranya. Sedangkan, responden kedua dukungan keluarga didapatkan dari ibunya. Ketika responden sibuk dengan pekerjaan maka anak responden diasuh oleh ibunya. Tidak hanya itu, ketika responden merantau ke luar kota pun anak responden ditinggal dan dititipkan dengan ibu responden.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan banyak faktor penting yang berperan kepada responden dalam berkomitmen. Pertama, kepusan dan kebahagiaan dalam pernikahan. Kedua, rasa percaya satu sama lain. Kedua, prinsip dalam menikah. Ketiga, keterikatan antar suami istri. Keempat, investasi yang diberikan dalam hubungan. Kelima, dukungan dari keluarga. Menurut Strenberg [7] komitmen meliputi kepuasan untuk tinggal dan bergantung dalam sebuah hubungan serta hal ini menjadi aspek kognitif untuk menjaga pernikahan dalam jangka waktu yang panjang. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kedua responden untuk tetap mempertahankan pernikahan adalah masih adanya keinginan untuk hidup bersama dan dipengaruhi oleh keturunan. Responden kedua menambahkan alasan menagapa ia masih mempertahankan pernikahannya, yaitu masih memiliki visi dan misi yang sama serta merasa bertanggung jawab kepada anak dan istri.

Dalam proses pelaksanaan penelitian ini terdapat beberapa kelemahan penelitian. Kelemahan tersebut berasal baik dari internal ataupun eksternal peneliti. Adapun faktor internal, pertama terdapat kesalahan dari peneliti terkait waktu wawancara kedua dengan responden pertama. Saat itu, responden pertama baru terbaung dari tidur. Namun, peneliti hanya menunggu responden membersihkan muka lalu langsung melakukan wawancara. Kedua, saat melakukan wawancara alangkah lebih baik memperhatikan jawaban responden supaya bisa melakukan probing lebih dalam sehingga menghasilkan data yang lebih kaya. Ketiga, ketika melakukan wawancara peneliti sekaligus melakukan observasi sehingga fokus peneliti terbagi dengan observasi perilaku responden dan jawaban dari responden. Selain itu, faktor eksternal yaitu jarak antara peneliti dan responden yang cukup jauh sehingga mempengaruhi waktu pengambilan data dalam penelitian ini.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, secara garis besar, komitmen pada kedua responden sudah terbentuk sebelum maupun saat istri memutuskan bekerja menjadi TKW.Dapat ditarik kesimpulan banyak faktor penting yang berperan kepada responden dalam berkomitmen. Pertama, kepusan dan kebahagiaan dalam pernikahan. Kedua, rasa percaya satu sama lain. Kedua, prinsip dalam menikah. Ketiga, keterikatan antar suami istri. Keempat, investasi yang diberikan dalam hubungan. Kelima, dukungan dari keluarga. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kedua responden untuk tetap mempertahankan pernikahan adalah masih adanya keinginan untuk hidup bersama dan dipengaruhi oleh keturunan. Responden kedua menambahkan alasan menagapa ia masih mempertahankan pernikahannya, yaitu masih memiliki visi dan misi yang sama serta merasa bertanggung jawab kepada anak dan istri. Adapun saran yang disimpulkan dari penelitian ini antara lain :

Responden penelitian, Responden dinilai memiliki komitmen dalam menjalani hubungan jarak jauh. Sebaiknya responden tetap mempertahankan komitmen, prinsip dalam pernikahan, kontrol diri, dan terus menjalankan peran sebaik mungkin. Kita menyadari bahwa seseorang yang ditinggal pergi istrinya menjadi TKW tidak jarang dipandang sebelah mata oleh masyarakat, namun hal tersebut bukan berarti menjadi hal yang melemahkan. Justru hal tersebut menjadi kesempatan untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa laki-laki yang istrinya menjadi TKW tetap mengemban tanggung jawab sebagai kepala keluarga yang memiliki tugas utama mencari nafkah.

Peneliti selanjutnya, Bagi peneliti yang ingin mengangkat permasalahan seperti ini, sebaiknya melakukan observasi secara lebih intens. Hal ini dimaksudkan supaya peneliti bisa mendapatkan gambaran lebih jelas bentuk interaksi antara responden dengan kelaurga maupun lingkungan sosialnya sehingga mampu mendukung hasil wawancara. Untuk peneliti selanjutnya, ketika akan melakukan wawancara alangkah lebih baiknya untuk memperhatikan waktu dan kondisi responden. Selain itu, alangkah lebih baik jika peneliti selanjutnya bisa memperkaya latar belakang responden yang memiliki hubungan pernikahan jarak jauh karena hal ini mungkin berpengaruh pada dinamika psikologis responden. Seperti, komitmen pernikahan pada istri yang suminya menikah lagi, komitmen pernikahan pada laki-laki yang memiliki istri lebih dari satu, dan lain sebagainya.

Pemerintah Kabupaten Indramayu, Alangkah lebih baiknya pemerintah Kabupaten Indramayu lebih peduli dengan kasus-kasus yang muncul dikarenakan seorang istri bekerja menjadi TKW di luar negeri. Tidak sedikit kasus perceraian dipicu oleh permasalahan ini. Sebaiknya, pemerintah Kabupaten Indramayu memberikan arahan seperti sosialisasi kepada suami yang ditinggal istrinya menjadi TKW, membatasi jumlah wanita yang bekerja menjadi TKW, atau menciptakan lapangan kerja lebih banyak untuk masyarakat Indramayu yang mayoritas berpendidikan rendah.

References

  1. Dariyo, A. (2004). Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: Grasindo.
  2. Jamil, A & Fakhruddin. (2015). Isu dan Realitas di Balik Tingginya Angka Cerai-Gugat di Indramayu. HARMONI. Vol. 14 (2): 138-159.
  3. Koentjaningrat. Kebudayaan Jawa. Jakarta: PN Balai Pustaka.
  4. Munady. (2015). Angka Perceraian di Indonesia Sangat Fantastis. Pikiran Rakyat. Diakses pada tanggal 14 Maret 2017 di website: http://www.pikiran-rakyat.com/nasional/2015/12/22/354484/angka-perceraian-di-indonesia-sangat-fantastis
  5. Rusbult, C.E. (1983). A Longitudinal Test of the Investment Model: The Development (and Deterioration) of Satisfaction and Commitment in Heterosexual Involvements. Journal of Personality and Social Psychology. Vol. 45(1), hal. 101-117.
  6. Rusbult, C.E., Johnson, D.J., Morrow, G.D. (1986). Predicting Satisfaction and Commitment in Adult Romantic Involveents: An assessment of the Generalizatibility of the Invesment Model. Social Psychology Quarterly. Vol. 49(1), hal. 81-89.
  7. Rusbult, C.E., Martz, J.M., Agnew, C.R. (1998). The Investment Model Scale: Measuring commitment level, satisvaction level, quality of alternative, and investment size. Personal Relationship. Vol. 5, hal. 357-391.
  8. Santrock, J.W. (2011). Life Span Development. Jakarta: Penerbit Erlangga.