Articles
DOI: 10.21070/iiucp.v1i1.633

Work-overload and Happiness in Generation Y Employees


Work-overload dan Happiness pada Karyawan Generasi Y

UIN Sunan Gunung Djati, Bandung
Indonesia
UIN Sunan Gunung Djati, Bandung
Indonesia
UIN Sunan Gunung Djati, Bandung
Indonesia
UIN Sunan Gunung Djati, Bandung
Indonesia
Work Overload Happiness Generation Y

Abstract

In general, every company has certain targets that must be met by employees, high production demands and long working hours often make employees experience work overload. Even though employees who work must still feel happiness. Employees who are happy will feel satisfied and have high productivity at work. Therefore, happiness is important for employees who work overload. The purpose of this study was to determine the effect of work overload on happiness in generation Y  production employees. This study uses a quantitative approach, with a causality model. The subjects of this study were 82 employees. The data collection technique is distributing questionnaires using the work overload scale of Tahir (2012) and the Happiness scale of Seligman (2010). The data analysis technique used is descriptive analysis and  statistic analysis. Based on the results of simple linear regression analysis, it was found that there was an effect of work overload on employee happiness by 56.9% and the remaining 43.1% was influenced by other variables.

Pendahuluan

Kabupaten Karawang menjadi salah satu daerah yang memiliki kawasan industri terbesar di Jawa Barat, dengan luas 1.737,30 km(Porpemda, 2018). Kabupaten Karawang yang dulunya terkenal sebagai kota lumbung padi karena sebagian besar lahannya adalah pesawahan dengan mata pencaharian warganya sebagai petani kini berubah menjadi kota industri karena banyaknya perusahaan yang berlokasi di Kabupaten Karawang. Banyaknya perusahaan lokal maupun mancanegara yang mendirikan pabrik/perusahaannya di Kabupaten Karawang menjadikannya sebagai salah satu pusat kawasan industri terbesar di Jawa Barat. Banyaknya perusahaan yang mendirikan pabrik di Kabupaten Karawang dan tingginya Upah Minimum Kabupaten (UMK) Karawang menjadi daya tarik tersendiri bagi para calon tenaga kerja untuk bekerja di perusahaan yang terletak di Kabupaten Karawang. Banyaknya perusahaan yang mendirikan pabrik di Kabupaten Karawang dan tingginya Upah Minimum Kabupaten (UMK) Karawang menjadi daya tarik tersendiri bagi para calon tenaga kerja untuk bekerja di perusahaan yang terletak di Kabupaten Karawang.

Salah satu perusahaan, sebut saja perusahaan X yang terletak di Kawasan Industri Indotaise Kabupaten Karawang memiliki jam kerja 8 jam perhari. Saat produksi perusahaan meningkat karena banyaknya permintaan produksi dari beberapa customer perusahaan, hal ini berdampak pada seringnya karyawan bagian produksi yang diminta untuk overtime. Dalam satu hari karyawan seringkali diminta overtime selama 2-4 jam. Jika produksi perusahaan sedang meningkat, adakalanya hari sabtu atau minggu karyawan diminta overtime untuk memenuhi target produksi.

Perusahaan X merupakan perusahaan dengan produksi yang meningkat terutama pada bulan Januari hingga September, sehingga pada kurun waktu tersebut karyawannya sering diminta overtime. Meningkatnya permintaan customer pada bulan Januari hingga September mengakibatkan bertambahnya target produksi yang harus dipenuhi oleh karyawan. Overtime dilakukan karyawan untuk memenuhi kebutuhan produksi perusahaan tersebut. Berdasarkan kebijakan yang dimiliki oleh perusahaan, karyawan wajib memenuhi kebutuhan produksi perusahaan dengan adanya target yang harus dipenuhi karyawan setiap harinya. Selain itu, saat produksi sedang meningkat karyawan diminta overtime untuk memenuhi permintaan customer yang berdampak pada jam kerja karyawan dan target produksi harian yang bertambah. Overtime yang dilakukan tentu sesuai kesepakatan antara karyawan dan pihak perusahaan, hal ini dilakukan untuk memenuhi target perusahaan. Jika dikalkulasikan ketika produksi perusahaan meningkat, adakalanya karyawan dapat diminta overtime dengan jam kerja 10-12 jam perhari selama 5-6 hari dalam satu pekan. Subjek dalam pengambilan data awal penelitian merupakan karyawan yang berusia 20-25 tahun atau yang dapat dikategorikan sebagai generasi Y atau millenial generation. Menurut Horovitz (2012) dalam (Prabowo & Putranta, 2017) generasi Y adalah seseorang yang lahir pada kisaran tahun 1980-2000. Karakteristik generasi Y yaitu menginginkan fleksibilitas dalam bekerja, memiliki kualitas lingkungan kerja yang memadai serta berharap bekerja dengan sistem work-life (Endang, Astuti, & Prasetya, 2016).

Berdasarkan wawancara pengambilan data awal yang dilakukan kepada 20 karyawan bagian produksi perusahaan X yang berusia 20-25 tahun, karyawan memiliki jam kerja normal 8 jam perhari disertai overtime 2-4 jam perhari. Jadi, jika dikalkulasikan karyawan perusahaan X memiliki rata-rata jam kerja selama 10-12 jam dengan jam istirahat selama 1 jam perhari, hal ini disebabkan oleh tuntutan produksi dari pihak perusahaan. Perusahaan juga menentukan target produksi harian yang harus dipenuhi karyawan sesuai ketersediaan bahan baku dan permintaan customer, yaitu standarnya sebanyak 1130 unit jika pelaksanaannya shift 1 dan 920 unit jika shift 2. Target yang harus dipenuhi karyawan saat permintaan customer meningkat dan diminta overtime selama 2-4 jam untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah 1230 unit jika pelaksanaannya shift 1 dan 1020 jika pelaksanaannya shift 2. Beban kerja meningkat yang diakibatkan dari tuntutan perusahaan untuk mencapai produksi yang maksimal membuat karyawan memiliki jam kerja yang cukup panjang dan target produksi yang bertambah untuk memenuhi permintaan customer. Hal tersebut dilakukan oleh karyawan agar permintaan customer terpenuhi dan produksi perusahaan tidak terganggu. Ketika jam kerja dan target produksi bertambah, karyawan tentu merasakan dampak hal tersebut secara langsung.

Pada pelaksanaannya terdapat beberapa dampak positif dan negatif yang dialami oleh karyawan dari work overload. Pada saat pengambilan data awal penelitian, sebanyak 60% karyawan mengungkapkan dampak positif dari adanya work overload adalah gaji yang diterima stabil sesuai UMK dan mendapatkan insentif tambahan sesuai jam pelaksanaan overtime. Kemudian, produksi yang dilakukan lebih terkontrol karena sesuai target untuk memenuhi permintaan customer, karyawan juga merasa lebih teratur, lebih disiplin, dan lebih bersemangat karena dengan adanya work overload terdapat target yang harus diselesaikan oleh karyawan dalam kurun waktu tertentu. Selain itu, karyawan juga mengungkapkan beberapa dampak negatif yang dialami dengan adanya work overload yaitu pekerjaan yang dilakukan terasa lebih lama karena dikejar waktu, istirahat kurang dan menyebabkan tenaga serta daya tahan tubuh menurun jadi lebih mudah lelah. Work overload juga dapat menjadi indikator adanya stress kerja, selain otoritas dan konflik peran serta kurangnya dukungan saat bekerja (Malik, 2011).

Subjek data awal penelitian juga memaparkan terdapat beberapa kekurangan dan kelebihan work overload. Karyawan perusahaan X mengungkapkan kekurangan work overload yaitu lebih lelah dari biasanya, waktu untuk beristirahat kurang, pekerjaan yang dilakukan lebih banyak, dan jika terlalu sering overtime tubuh memiliki keluhan kesehatan seperti pusing, pegal, panas dingin. Sedangkan kelebihannya yaitu income atau penghasilan yang didapatkan lebih banyak dari biasanya, lebih disiplin dan semangat memenuhi target perusahaan karena ada insentif yang diberikan oleh perusahaan sesuai dengan waktu overtime. Berdasarkan studi awal penelitian sebanyak 60% subjek mengungkapkan bahwa selama bekerja di perusahaan X walaupun mengalami work overload tetapi ada beberapa hal yang membuat karyawan tetap merasa nyaman dan bersemangat melakukan pekerjaannya. Karyawan mengungkapkan bahwa lingkungan kerja di perusahaan X membuat karyawan merasa nyaman karena didukung oleh tempat kerja yang rapi dan bersih serta memiliki fasilitas kerja yang lengkap, rekan kerja yang baik, saling membantu jika terdapat masalah serta memiliki kerjasama tim dan pelaksanaan problem solving yang baik.

Karyawan bagian produksi yang mengalami work overload merasakan beberapa kendala dan keluhan diantaranya adalah waktu yang dimiliki untuk keluarga, dan lingkungan sosial lainnya sangat terbatas karena sebagian besar waktunya digunakan untuk bekerja di perusahaan. Namun hal tersebut masih dapat diatasi karena karyawan selalu berusaha meluangkan waktu diluar jam kerjanya agar dapat menjalin hubungan yang positif dengan keluarga, pasangan dan lingkungan sekitarnya. Selain itu hal tersebut masih dapat diatasi karena di lingkungan kerja perusahaan X membuat karyawan yang mengalami work overload merasa nyaman saat bekerja. Karyawan yang work overload tidak punya pilihan lain karena terdapat target perusahaan yang harus dipenuhi dan sudah menjadi tanggung jawab bagi karyawan. Berdasarkan pemaparan tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pengaruh work overload terhadap happiness pada karyawan produksi generasi Y di perusahaan X Kabupaten Karawang. Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh work overload terhadap happiness pada karyawan generasi Y bagian produksi di perusahaan X Kabupaten Karawang.

Work overload

Schultz and Schultz mengemukakan bahwa work overload adalah waktu yang tersedia terlalu sedikit dibandingkan pekerjaan yang harus dilakukan atau karyawan mengerjakan pekerjaan yang terlalu sulit untuk dikerjakan (Arifin, Alhabsji, & Utami, 2016). Work overload juga didefinisikan sebagai jumlah kegiatan yang harus diselesaikan dalam rentang waktu tertentu dengan kondisi normal (Fajriani & Septiari, 2015). Ada beberapa hal yang mendasari work overload diantaranya yaitu jam kerja yang terlalu lama, liburan atau istirahat yang lebih sedikit, adanya tekanan untuk bekerja dari waktu kewaktu, kelebihan jam kerja yang tidak masuk akal dan mempertahankan lebih banyak harapan untuk mencapai tugas-tugas dalam waktu terbatas dengan sumber daya yang lebih sedikit (Arifin et al., 2016). Work overload juga dijelaskan sebagai tuntutan peran pekerjaan yang dirasa cukup besar, perasaan banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan serta waktu untuk melakukan hal tersebut dirasa tidak cukup (Florencya, 2018). Contoh work overload yang terjadi dalam lingkungan pekerjaan yaitu karyawan diminta bekerja lebih lama dari biasanya, memiliki tekanan untuk bekerja lembur, melakukan beberapa tugas tambahan disamping tugas tetapnya. Hal tersebut dilakukan oleh karyawan dengan langkah yang lebih cepat dan memiliki batasan waktu tertentu (Wulandari, 2017). Berdasarkan uraian tersebut work overload adalah situasi dimana seseorang memiliki terlalu banyak tuntutan pekerjaan yang harus dilakukan dalam rentang waktu yang telah ditentukan.

Terdapat beberapa dampak atau konsekuensi work overload diantaranya berdasarkan hasil penelitian sebelumnya work overload berdampak pada meningkatnya keinginan karyawan untuk berpindah tempat kerja (Nisa & Malik, 2017). Work overload yang dijalani karyawan juga berdampak pada stress kerja (Dhania, 2010). Waktu juga berpengaruh pada beban kerja yang dihadapi karyawan, dalam mempertimbangkan beban kerja karyawan juga mempertimbangkan keutamaan waktu (Situmorang & Simanjuntak, 2010). Work overload juga memiliki pengaruh positif yang signifikan dengan burnout, semakin tinggi tingkat work overload semakin tinggi pula tingkat burnout dalam perusahaan (Tamaela, 2011). Jadi work overload berdampak pada keinginan karyawan untuk berpindah tempat kerja, stress kerja, dan burnout. Seperti yang diketahui sebelumnya work overload merupakan masalah yang dialami pada setiap organisasi. Work overload memiliki beberapa indicator, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tahir, dkk (2012) indikator work overload yaitu : task repetition (tugas atau beban pekerjaan yang berulang), task excess, (tambahan beban pekerjaan yang timbul dari faktor lingkungan dalam suatu pekerjaan)Work at odd times (waktu kerja yang bertambah akan membuat karyawan mengalami kelelahan dan akan meningkatkan kesalahan kerja), Physical/ mental load(beban kerja secara fisik maupun pentan yang dapat berupa pekerjaan yang berat).

Pada dasarnya work overload merupakan bagian dari konsep beban keja secara keseluruhan. Menurut Manuaba, A. (2000) faktor yang memengaruhi beban pekerjaan terdiri dari faktor yang berasal dari dalam diri akibat reaksi pekerjaan eksternal,organisasi dan lingkungan kerja, serta tugas yang bersifat fisik (Fajriani & Septiari, 2015). Terdapat beberapa dampak atau konsekuensi work overload diantaranya berdasarkan hasil penelitian sebelumnya work overload berdampak pada meningkatnya keinginan karyawan untuk berpindah tempat kerja (Nisa & Malik, 2017). Work overload yang dijalani karyawan juga berdampak pada stress kerja (Dhania, 2010). Waktu juga berpengaruh pada beban kerja yang dihadapi karyawan, dalam mempertimbangkan beban kerja karyawan juga mempertimbangkan keutamaan waktu (Situmorang & Simanjuntak, 2010). Selain itu menurut penelitian Tamaela (2011) work overload juga memiliki memiliki pengaruh positif yang signifikan dengan burnout, semakin tinggi tingkat work overload semakin tinggi pula tingkat burnout dalam perusahaan.

Happiness

Happiness menjadi aspek psikologis yang penting bagi karyawan karena happiness merupakan emosi serta aktivitas positif yang dirasakan oleh individu ketika ia merasa nyaman dan mencintai pekerjaannya. Dengan merasa bahagia, aktivitas yang dijalani akan terasa ringan dan menikmati aktivitas yang dijalani. Happiness ditempat kerja juga didefinisikan sebagai pikiran yang memungkinkan seseorang untuk dapat memaksimalkan kinerja serta potensi yang dimiliki (Jones, 2010). Perasaan puas dan senang dalam semua aspek kehidupan disebut juga sebagai Happiness (Wijayanto, 2017)(Wijayanto, 2017). Happiness merupakan hal penting yang harus dirasakan oleh individu agar mencapai kesejahteraan dan kenyamanan di tempat kerja. Menurut hasil penelitian Siska Wulandari dan Ami Widyastuti (2014) happiness ditempat kerja merupakan hal penting yang harus dirasakan oleh individu. Happiness yang dirasakan karyawan saat bekerja akan berpengaruh positif pada kinerja karyawan. Produktivitas karyawan saat bekerja juga akan meningkat ketika karyawan merasakan happiness di tempat kerja. Selain itu, karyawan yang merasakan happiness ditempat kerja akan merasa nyaman dan tetap semangat dalam bekerja walaupun terdapat beban bekerjaan yang harus diselesaikan. Oleh karena itu kebahagiaan di tempat kerja penting dirasakan oleh setiap karyawan karena akan menaikkan produktivitas dalam bekerja, kinerja karyawan, dan semangat kerja.

Menurut Seligman (2010) happiness mengacu pada perasaan yang dirasakan serta disukai individu terkait emosi dan aktivitas positif yang dijalani. Seligman juga memaparkan terdapat 3 jenis kebahagiaan yang berbeda, diantaranya yaitu kehidupan yang menyenangkan, keterlibatan hidup yang baik serta hidup yang bermakna (Rusdiana, 2017). Perasaan positif yang dimiliki individu setiap saat yang dikarenakan oleh individu tersebut dapat mengetahui, mengelola serta memengaruhi dunia kerjanya sehingga dapat menghasilkan kinerja yang maksimal dan kepuasan kerja bagi dirinya merupakan happiness ditempat kerja (Pryce dan Jones, 2010). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa happiness adalah emosi positif yang dirasakan individu sehingga memunculkan perilaku yang dapat memengaruhi dirinya. Happiness merupakan hal penting yang harus dirasakan oleh individu agar mencapai kesejahteraan dan kenyamanan di tempat kerja. Menurut hasil studi literatur, happiness penting dimiliki individu karena berpengaruh terhadap emosi, produktifitas, dan kinerja individu itu sendiri. Seligman (2010) mengemukakan 5 aspek happiness diantaranya yaitu terjalinnya hubungan positif dengan orang lain, keterlibatan penuh : karir, hobi, aktivitas dengan keluarga serta keterlibatan fisik, hati dan pikiran, lalu penemuan makna dalam keseharian, optimisme yang realistis, dan resiliensi. Jadi, seseorang yang merasakan happiness akan merasakan 5 aspek tersebut.

Generasi Y

Menurut Horovitz (2012) generasi Y adalah seseorang yang lahir pada kisaran tahun 1980-2000. Generasi Y ini dianggap memiliki perbedaan dari generasi sebelumnya dan memiliki beberapa karakteristik diantaranya menurut Crampton & Hodge (2009) dalam (Prabowo & Putranta, 2017) generasi ini merupakan generasi yang memiliki pandangan beragam mengenai suatu hal, jiwa kesukarelawanan dan self confidence yang tinggi, serta pandai dalam teknologi. Generasi Y juga dipandang sebagai individu yang ingin usahanya dihargai serta ingin selalu mendapakan pujian. Generasi Y dianggap menginginkan fleksibilitas dalam bekerja, memiliki kualitas lingkungan kerja yang memadai serta berharap bekerja dengan sistem work-life (Endang et al., 2016). Saat ini banyak dari generasi Y yang telah memasuki dunia kerja, generasi ini menjadi sumber daya manusia yang dibutuhkan oleh perusahaan. Generasi Y memiliki karakteristik yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Dengan adanya perbedaan karakteristik membuat perusahaan perlu melakukan penyesuaian, hal tersebut juga dikarenakan dunia kerja yang sudah berubah (Nurhasan, 2017).

Generasi Y memiliki beberapa karakteristik yang lebih kompleks dari generasi sebelumnya. Menurut penelitian sebelumnya oleh Prakoso & Listiara (2017) karakteristik tersebut adalah : 1) Penerimaan budaya, generasi Y sebagai generasi milenial memiliki karakter yang lebih toleran terhadap ras, agama, budaya, orientasi sesksual dan status ekonomi. Hal tersebut dikarenakan generasi Y tumbuh dan berkembang di lingkungan dan masyarakat yang beragam. Generasi Y dinilai lebih menunjukkan kesediaan dan keterbukaan untuk merangkul dan menerima perbedaan budaya; 2) Kesukarelawanan, generasi Y nampak cenderung lebih aktif terlibat dalam relawan publik dibanding generasi sebelumnya. Hal ini terlihat dari banyaknya generasi Y yang turut terlibat dalam pelayanan masyarakat sebagai relawan atau volunteer; 3) Dampak teknologi, generasi Y pintar dalam berteknologi. Generasi Y juga dianggap sebagai generasi yang ramah teknologi, dalam berhubungan teknologi memudahkan generasi Y dalam berkomunikasi dengan orang lain dan mengakses informasi dengan cepat; 4) Sikap kerja, teknologi tak hanya memengaruhi karya-karya generasi Y namun bagitu juga dengan sikap kerja mereka. Generasi Y digambarkan memiliki sikap dalam bekerja yang menginginkan bekerja secara fleksibel, memiliki sikap keingintahuan untuk belajar terus menerus dan memiliki kecenderungan untuk berorientasi terhadap kerja tim. 5) Keluwesan, generasi Y memiliki keinginan fleksibilitas dalam bekerja dan karir mereka, hal tersebut dikarenakan generasi Y ingin mengantisipasi perubahan pekerjaan. Generasi Y juga terus belajar dan mencari feedback serta saran dari atasan atau dari generasi sebelumnya. Hal tersebut digunakan sebagai pengetahuan demi kemajuan karir mereka dan mencari kesempatan untuk belajar dari generasi sebelumnya. Hal tersebut juga membuat mereka melihat kegagalan sebagai kesempatan untuk meningkatkan kinerja; 6) Orientasi tim dan individualisme, generasi Y lebih menyukai fleksibelitas dalam bekerja di luar kantor karena, generasi Y nyaman dengan kelompok. Dalam dunia kerja, generasi Y mengacu pada keinginan untuk berkoordinasi dan berbagi informasi dengan anggota lainnya. Sementara itu, sisi individualis mereka mengacu pada keinginan untuk dilatih dan dibimbing sebagai individu oleh atasan atau orang yang lebih berpengalaman daripada mereka.

Dalam penelitian ini, peneliti mengajukan hipotesis yaitu terdapat pengaruh work overload terhadap happiness pada karyawan generasi Y bagian produksi di perusahaan X Kabupaten Karawang.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan model kausalitas. Terdapat dua variabel dalam penelitian ini, diantaranya yaitu work overload dan happiness. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen merupakan work overload dan yang menjadi variabel dependen yaitu happiness.

Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini terdiri dari 100 orang karyawan produksi yang bekerja di perusahaan X Kabupaten Karawang yang telah memenuhi kriteria subjek penelitian. Kriteria subjek penelitian ini yaitu subjek merupakan karyawan yang berusia 19-35 tahun, subjek bekerja di perusahaan X Kabupaten Karawang, subjek memiliki jam kerja lebih dari 7 jam perhari dan memiliki target pekerjaan harian atau bulanan yang harus diselesaikan, subjek sudah bekerja minimal selama 3 bulan di perusahaan X. Hal ini dikarenakan yang sudah bekerja minimal selama 3 bulan di perusahaan X dianggap telah mampu beradaptasi dengan peraturan, budaya serta iklim organisasi perusahaan tersebut. Jumlah subjek penelitian yang terbatas serta terdapat karakteristik tertentu pada penelitian ini maka, peneliti memutuskan untuk menggunakan keseluruhan populasi untuk dijadikan subjek penelitian. Setelah proses pengambilan data, diketahui dari 100 orang karyawan produksi yang bekerja di perusahaan X Kabupaten Karawang hanya terdapat 82 orang yang memenuhi karakteristik penelitian. Sebanyak 18 orang sisanya tidak memenuhi karakteristik penelitian karena tidak memenuhi kriteria usia dan lama bekerja diperusahaan X kurang dari 3 bulan, sehingga populasi akhir yang digunakan dalam penelitian ini adalah 82 orang.

Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan skala pengukuran work overloadyang disusun berdasarkan indikator work overload menurut Tahir, dkk (2012) yang terdiri dari task repetition, work at odd times, task excess, dan physical and mental load. Skala ini dikembangkan oleh Balbeid (2017) dan dimodifikasi oleh peneliti sesuai dengan konteks penelitian ini dengan jumlah 17 item. Skala happiness yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarkan aspek-aspek happiness yang dikemukakan oleh Seligman (2010) yang terdiri dari terjalinnya hubungan positif dengan orang lain, penemuan makna dalam keseharian, resiliensi, optimis, dan keterlibatan penuh. Skala ini dikembangkan oleh Novavita (2016) dan dimodifikasi kembali oleh peneliti sesuai dengan konteks penelitian ini dengan item yang berjumlah 28. Skala tersebut disusun menggunakan skala likert, alternatif pilihan jawaban yang disediakan adalah sangat sesuai, sesuai, tidak sesuai, dan sesuai.

Setelah menyusun alat ukur yang digunakan dalam penelitian, langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian instrumen penelitian. Pengujian instrumen ini dilakukan dengan mengacu pada langkah-langkah yang dikemukakan oleh Azwar (2017), yakni pengujian ini secara umum dilakukan dengan tiga tahap yaitu analisis item, pengujian reliabelitas alat ukur, dan pengujian validitas alat ukur. Untuk melihat kriteria reliabilitas dan validitas alat ukur dalam penelitian ini peneliti menggunakan kriteria dari Guildford (1956). Setelah dilakukan analisis item terdapat 10 item work overload yang sesuai dengan kriteria dan dapat dinyatakan layak untuk mengukur work overload. Skala tersebut terdiri dari10 item yang memiliki nilai skor item korelasi rx ≥ 0,25, untuk menyelamatkan item yang ada agar masih dapat mewakili indikator skala work overloadmaka digunakan kriteria dengan nilai skor korelasi rx ≥ 0,25 (Azwar, 2017). Berdasarkan analisis item, terdapat 7 item yang terbuang dan dinyatakan tidak layak.

Uji Validitas

Menurut Silalahi (2015) validitas merujuk pada sejauh mana ukuran secara akurat merefleksikan pokok isi konstruk yang diukur.. Berdasarkan uji validitas yang dilakukan pada skala ukur work overload memiliki kriteria validitas sangat tinggi dengan nilai validitas 0.999-1.000. Sedangkan pada skala ukur happiness memiliki kriteria validitas sangat tinggi dengan nilai validitas 0.759-0.885.

Uji Reliabilitas

Reliabilitas menekankan apakah responden konsisten dan stabil dalam jawabannya. Menurut Sugiyono (2012) uji reliabilitas adalah sejauh mana hasil pengukuran dengan menggunakan objek yang sama dan akan menghasilkan data yang sama. Apabila nilai korelasi 0,7 maka dikatakan item tersebut memberikan tingkat reliabel yang cukup, sebaliknya apabila nilai korelasi dibawah 0,7 maka dikatakan item tersebut kurang reliabel. Berdasarkan uji reliabilitas yang dilakukan pada skala ukur work overloadmemiliki nilai Alpha Cronbach’s 0.731 dengan kriteria reliabilitas tinggi. Sedangkan pada skala ukur happiness memiliki nilai Alpha Cronbach’s0.750 dengan kriteria reliabilitas tinggi.

Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan analisis inferensial untuk mendeskripsikan hasil penelitian. Analisis deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya, tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang umum/generalisasi yang mendeskripsikan data sampel (Sugiyono, 2012). Data yang diperoleh kemudian dianalisis berdasarkan rata-rata standar deviasi yang diperoleh dari perhitungan statistik dengan menggunakan aplikasi komputer. Sedangkan analisis inferensial merupakan teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel, dan hasilnya diberlakukan untuk populasi. Analisis inferensial digunakan untuk menguji hipotesis, untuk mengetahui apakah hasil dari sampel berlaku untuk populasi darimana sampel diambil dan apakah hasilnya benar-benar menunjukkan ada korelasi atau perbedaan. Pada penelitian ini, dilakukan analisis inferensial dengan menggunakan uji normalitas, uji linieritas, serta uji hipotesis menggunakan analisis regresi sederhana.

Hasil dan Pembahasan

Hasil

Dalam proses pengambilan data penelitian ini, terdapat data demografi yang terdiri dari nama/inisial, jenis kelamin, usia subjek, serta masa kerja subjek. Data tersebut digunakan untuk mengetahui sebaran usia dan masa kerja subjek penelitian. Data demografi ini memberikan gambaran mengenai sebaran distribusi subjek penelitian berdasarkan usia, jenis kelamin, dan lamanya subjek bekerja di perusahaan X. Data demografi sebaran subjek penelitian menurut usia dapat dilihat pada Gambar 1

Figure 1.Data Demografi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa mayoritas subjek penelitian berusia 19-24 tahun yang berjumlah 71 orang atau dengan persentase 85.58 %, sedangkan jumlah responden yang paling sedikit yakni subjek yang berusia 30-35 tahun dengan jumlah 4 orang atau 4.87 %. Data demografi penelitian juga dapat dikategorikan menurut masa kerja subjek di perusahaan X. Data tersebut dapat dilihat pada Gambar 2

Figure 2.Data Demografi Subjek Penelitian Berdasarkan Masa Kerja

Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa mayoritas responden merupakan karyawan generasi Y bagian produksi perusahaan X yang telah bekerja selama 5-12 bulan, yakni berjumlah 55 atau dengan persentase 67.07 % sedangkan jumlah responden yang paling sedikit merupakan karyawan generasi Y bagian produksi perusahaan X yang telah bekerja selama 25-72 bulan yang berjumlah 9 orang atau dengan persentase 10.97 %.

Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan karakteristik data yang diperoleh dari hasil pengambilan data yang berhubungan dengan variabel penelitian ini yaitu work overload dan happiness. Hasil analisis deskriptif dari masing-masing variabel dapat dilihat pada tabel 3

Work overload Happiness
Mean 31.45 81.49
Median 31 81
St.Deviasi 2.04 8.75
Min 10 25
Max 40 100
Table 1. Tabel Deskriptif Variabel Work overload dan Happiness

Kategorisasi Variabel

Dalam penelitian ini peneliti menggolongkan subjek kedalam 3 kategori diagnosis pada variabel work overload dan happiness. Menurut Azwar (2017) kategorisasi ini dapat diperoleh dari nilai standar deviasi yang di bagi kedalam 3 bagian dengan rumus yang telah ditentukan. Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus yang ditentukan oleh Azwar (2017).

Berdasarkan nilai standar deviasi, kemudian skor dari masing-masing subjek penelitian diklasifikasikan menjadi 3 kategori, yakni yang memperoleh skor rendah, sedang, dan tinggi. Berdasarkan hasil kategorisasi tersebut maka diperoleh data terdapat 13.41 % karyawan perusahaan X yang memiliki tingkat work overload dengan kategorisasi sedang, dan terdapat 86.58 % karyawan perusahaan X yang memiliki tingkat work overloaddengan kategorisasi tinggi. Sedangkan pada variabel happinessdiperoleh data terdapat 1.21 % karyawan perusahaan X yang memiliki tingkat happinessdengan kategorisasi rendah, 13.41 % karyawan perusahaan X yang memiliki tingkat happiness dengan kategorisasi sedang, dan sisanya 85.36 % karyawan perusahaan X memiliki tingkat happinessdengan kategorisasi tinggi. Adapun rinciannya dapat dilihat pada gambar berikut:

Figure 3.Grafik Kategorisasi Tingkat Work overload

Figure 4.Grafik Kategorisasi Tingkat Happiness

Analisis Inferensial

Penelitian ini menggunakan analisis inferensial dengan teknik analisis regresi linier sederhana dengan bantuan perangkat lunak komputer statistik. Untuk memenuhi syarat analaisis regresi linier sederhana penelitian ini harus melewati rangkaian uji asumsi klasik. Agar dapat diuji menggunakan analisis regresi linier sederhana data yang diperoleh harus melewati uji asumsi klasik dan harus memenuhi syarat yaitu, datanya harus berdistribusi normal dan linier. Uji asumsi klasik terdiri dari uji normalitas, uji linieritas, dan uji heteroskedositas.

Penelitian ini menggunakan uji Kolmogrov-Smirnov untuk mengetahui data yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak. Adapun kriteria untuk memperoleh data berdistribusi normal menggunakan uji Kolmogrov-Smirnov yaitu data memiliki nilai signifikansi (p) >.05. Jika data yang diperoleh memiliki nilai signifikansi (p) <.05 maka data tersebut dinyatakan tidak normal. Berdasarkan hasil pengujian data, maka didapatkan hasil data dari variabel work overloadmemiliki nilai signifikansi (p) .053 dan variabel happiness memiliki nilai signifikansi (p) .084.

Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan data yang diperoleh dalam penelitian ini berdistribusi normal. Hasil analisis uji linieritas dalam pelitian ini menunjukkan bahwa data yang diperoleh memiliki syarat linieritas dengan nilai signifikansi (p) = .076. Adapun kriteria linieritas data yang diperoleh memiliki nilai signifikansi (p) = >.05 sehingga hasil penelitian dinyatakan linier.

Hasil uji heteroskedositas dalam penelitian ini peneliti menggunakan uji Glejser dengan cara meregresikan antara variabel prediktor dengan variabel residual. Adapun kriteria yang menunjukkan tidak terjadi masalah heteroskedositas apabila memiliki nilai signifikansi antara variabel prediktor dan variabel residual ≥ .05. Berdasarkan hasil perhitungan pada data penelitian ini menggunakan perangkat lunak komputer maka diperoleh nilai signifikansi sebesar .914. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka dapat diketahui bahwa data tersebut tidak terjadi masalah heteroskedositas.

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .754a .569 .563 5.818
Predictors: (Constant), WORK-OVERLOADb. Dependent Variable: HAPPINES
Table 2. Hasil Uji Korelasi

Berdasarkan hasil uji asumsi klasik menggunakan uji normalitas, uji linieritas, dan uji heteroskedositas maka dapat disimpulkan bahwa data yang diperoleh dari penelitian ini berdistribusi normal, linier, dan tidak terjadi masalah heteroskedositas sehingga memenuhi syarat untuk dilanjutkan diuji menggunakan uji analisis regresi linier sederhana.

Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat nilai koefisien korelasi sebesar (R = .754) dan nilai koefisien determinasi sebesar (R Square = .569). Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini maka, terdapat pengaruh work overload terhadap happiness pada karyawan generasi Y bagian produksi di perusahaan X Kabupaten Karawang sebesar 56.9% dan sisanya yaitu sebesar 43.1% dipengaruhi oleh variabel lain.

Figure 5. Hasil Uji Korelasi

Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa hipotesis nol dalam penelitian ini ditolak, hipotesis nol ditolak apabila memiliki nilai signifikansi (p < .05). Berdasarkan hasil tersebut dapat diartikan bahwa hipotesis pada penelitian ini diterima, yakni “terdapat pengaruh work overload terhadap happiness pada karyawan generasi Y bagian produksi di perusahaan X Kabupaten Karawang. Berdasarkan hasil tersebut juga dapat ditarik kesimpulan bahwa model persamaan regresi yang digunakan pada penelitian ini adalah Y = a + bX. Sehingga model regresi yang digunakan adalah Y = 11.005 + .133 X.

Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh work overload terhadap happiness pada karyawan produksi generasi Y di perusahaan X Kabupaten Karawang. Berdasarkan data penelitian diketahui bahwa work overload dapat memengaruhi happiness sebesar 56.9% dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa karyawan yang mengalami work overload masih dapat merasakan happiness yang disebabkan oleh beberapa faktor.

Berdasarkan data demografi yang diperoleh, diketahui bahwa subjek penelitian mayoritas berusia 19-24 tahun dengan mayoritas masa kerja selama 5-12 bulan. Generasi Y ini yang memiliki masa kerja 5-12 bulan ini memiliki happiness dengan kategori tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa karyawan yang memiliki masa kerja 5-12 bulan memiliki adaptasi yang baik terhadap kebijakan perusahaan dan rekan kerja yang ada. Karyawan generasi Y bagian produksi yang memiliki masa kerja 25-72 bulan juga memiliki happiness dengan kategorisasi tinggi. Hal tersebut menggambarkan bahwa karyawan generasi Y bagian produksi yang memiliki masa kerja yang cukup lama walaupun mengalami work overload karyawan generasi Y tersebut tetap merasakan happiness.

Karyawan generasi Y di perusahaan X yang mengalami work overload ternyata tetap dapat merasakan happiness. Hal tersebut dapat terjadi karena didukung oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu faktor dari dalam diri karyawan, perusahaan terkait, lingkungan kerja karyawan, serta lingkungan sosial karyawan yang dapat memenuhi faktor dan aspek happiness karyawan. Aspek happiness yang terpenuhi membuat karyawan yang mengalami work overload akan tetap produktif dalam bekerja. Berdasarkan analisis hasil penelitian diketahui bahwa karyawan generasi Y yang mengalami work overload tetap mampu membangun hubungan positif dengan orang lain, menghargai hidup yang dijalani, menganggap kegiatan yang dilakukan memiliki makna, memiliki sikap yang optimis dan resiliensi, serta memiliki sikap tekun dalam melakukan kegiatan.

Berdasarkan analisis kualitatif yang dilakukan oleh peneliti dari jawaban subjek penelitian diketahui bahwa pada aspek terjalinnya hubungan positif dengan orang lain merupakan aspek paling dominan yang dirasakan oleh karyawan generasi Y bagian produksi di perusahaan X Kabupaten Karawang sehingga memiliki tingkat happiness yang tinggi walaupun karyawan juga mengalami work overload yang tinggi. Hal tersebut mendukung penelitian yang dilakukan oleh Siska Wulandari & Ami Widyastuti (2014) dengan hasil penelitian yaitu terdapat beberapa faktor kebahagiaan ditempat kerja diantaranya yaitu memiliki hubungan positif dengan orang lain berupa dukungan dari lingkungan sosialnya, memiliki prestasi mengenai keberhasilan menyelesaikan tugas, adanya pekerjaan yang sesuai dengan dirinya dan memiliki kesempatan untuk berkembang, memiliki lingkungan kerja fisik yang menunjang seperti fasilititas, kompensasi, serta kesehatan badan yang juga rileks.

Happiness yang dirasakan oleh karyawan generasi Y bagian produksi yang mengalami work overload dikarenakan terpenuhinya aspek-aspek yang membuat karyawan merasa happiness. Aspek paling dominan yang berpengaruh terhadap happiness seseorang dalam penelitian ini adalah aspek terjalinnya hubungan positif dengan orang lain. Seseorang yang memiliki hubungan positif dengan orang lain dinilai dapat menjalin relasi yang baik dengan lingkungan sosialnya, hal tersebut juga akan mendukung happiness seseorang. Hal tersebut juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh (Hakim & Septarini, 2014) yang mengungkapkan bahwa terjalinnya hubungan positif dengan orang lain akan membuat individu lebih produktif dalam melaksanakan aktivitasnya termasuk dalam bekerja.

Terjalinnya hubungan positif dengan orang lain akan membuat seseorang lebih produktif dalam menjalankan aktivitasnya. Adanya keterkaitan satu individu dengan individu lain membuat hubungan positif positif tersebut terjalin. Terjalinnya hubungan positif dengan orang lain akan membuat individu merasa dihargai, sehingga individu akan mampu mengembangkan harga diri, meminimalisir masalah psikologis, serta mengasah kemampuan problem solving yang adaptif sehingga akan membuat individu sehat secara fisik maupun psikis. Hal tersebut selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Primasari & Wahyu (2012) yang mengatakan bahwa terjalinnya hubungan positif dengan orang lain menjadi faktor utama yang membuat seseorang merasa bahagia.

Terpenuhinya aspek-aspek yang membuat seseorang merasa happiness akan membuat karyawan nyaman saat bekerja. Pada subjek penelitian ini dibuktikan bahwa terdapat karyawan generasi Y bagian produksi perusahaan X memiliki work overload yang tinggi, namun karena didukung dengan beberapa faktor seperti memiliki lingkungan kerja yang nyaman, fasilitas kerja yang lengkap, rekan kerja yang suportif, serta terdapat kesempatan untuk mengembangkan diri, sehingga karyawan juga memiliki tingkat happiness yang tinggi. Selain itu, jika aspek happiness di tempat kerja karyawan terpenuhi karyawan akan memiliki loyalitas yang tinggi kepada perusahaan. Hal tersebut dibuktikan dengan walaupun karyawan bagian produksi memiliki jam kerja yang panjang dan memiliki target harian serta target bulanan yang harus dipenuhi, akan tetapi karyawan tersebut tetap memenuhi tuntutan perusahaan untuk bekerja overtime.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa terdapat 1.21% subjek penelitian yang memiliki tingkat happiness dengan kategorisasi rendah. Hal tersebut membuktikan bahwa karyawan generasi Y bagian produksi di perusahaan X mayoritas memiliki tingkat happiness yang tinggi. Karyawan yang mengalami work overload ternyata dapat merasakan happiness jika, perusahaan dapat memenuhi aspek-aspek yang membuat karyawan happiness. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karyawan generasi Y bagian produksi yang mengalami work overload memang merasakan beban fisik maupun psikologis saat mereka bekerja namun disamping itu, perusahaan memenuhi aspek-aspek happiness karyawan sehingga karyawan tetap merasakan happiness.

Menurut hasil pengambilan data awal penelitian ini karyawan bagian produksi mengatakan bahwa faktor yang membuat mereka merasakan happiness ditempat kerja adalah lingkungan kerja yang nyaman, fasilitas kerja yang lengkap, serta rekan kerja yang baik. Hal ini juga dibuktikan dengan hasil penelitian yang diketahui bahwa ternyata aspek happiness yang paling dominan menurut karyawan bagian produksi adalah aspek terjalinnya hubungan positif dengan orang lain. Aspek happiness tersebut diukur dengan tiga kategori yaitu, suka berinteraksi dengan orang lain, berperilaku positif terhadap orang lain, dan merasa berguna bagi orang lain. Berdasarkan hasil penelitian, indikator tersebut sudah terpenuhi dan diketahui sangat dominan.

Happiness yang dirasakan karyawan sangat penting dan selaras dengan loyalitasnya terhadap perusahaan. Karyawan yang merasakan happiness di tempat kerja walaupun memiliki tuntutan dan target tertentu yang harus dipenuhi akan tetap bersikap loyal juga semangat dalam mengerjakan tugasnya karena karyawan akan merasa dihargai oleh perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian, karyawan produksi generasi Y di perusahaan X Kabupaten Karawang memiliki tingkat work overload yang tinggi namun, karyawan merasa faktor yang membuat mereka merasakan happiness di tempat kerja sudah terpenuhi.

Berdasarkan hasil studi literatur, penelitian dilakukan oleh Balbeid (2017)yang menunjukkan bahwa antara work overload dan job stress karyawan memiliki hubungan positif yang signifikan. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian tersebut karena hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa walaupun karyawan memiliki tingkat work overload yang tinggi namun karyawan juga memiliki tingkat happiness yang tinggi karena faktor-faktor kebahagiaan karyawan bagian produksi di perusahaan X Kabupaten Karawang sudah terpenuhi. Jadi, walaupun karyawan memiliki tingkat work overload yang tinggi, karyawan memiliki penilaian lain terhadap perusahaan sehingga dapat merasakan happiness.

Selain itu, hasil penelitian ini juga mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dhania (2010) yang menyatakan bahwa work overload tidak selalu menjadi sumber penyebab job stress. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat banyak faktor yang dapat menjadi sumber penyebab job stress, dan sangat tergantung pada persepsi masing-masing individu dalam menghadapi suatu masalah. Terkadang ada individu yang saat menghadapi work overload menjadi merasa tertantang untuk dapat dengan segera menyelesaikan pekerjaannya sehingga lebih rajin dan giat untuk mencapai target yang telah dibebankan. Individu yang demikian memiliki kemungkinan tidak merasakan job stress saat bekerja melainkan akan merasa lebih bersemangat untuk bekerja dan menyelesaikan target yang telah dibebankan.

Subjek penelitian ini merupakan individu yang berusia 19-35 tahun atau yang tergolong sebagai generasi Y. Generasi Y memiliki beberapa karakteristik yang berbeda dari generasi sebelumnya, salah satunya yaitu memiliki sikap yang fleksibel saat bekerja. Sikap fleksibel dalam bekerja juga merupakan salah satu faktor yang membuat generasi Y memiliki loyalitas tinggi saat bekerja. Hal tersebut selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurhasan (2017) yang mengatakan bahwa karyawan generasi Y akan memiliki sikap loyalitas yang tinggi karena generasi Y memiliki karakteristik yang fleksibel saat bekerja.

Berdasarkan hasil penelitian, karyawan generasi Y di perusahaan X walaupun mengalami work overload namun tetap memiliki happiness yang tinggi. Hasil data demografi menunjukkan bahwa karyawan yang memiliki rentang usia 19-24 dengan masa kerja rata-rata 12 bulan memiliki happiness yang tinggi. Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa karyawan generasi Y bagian produksi di perusahaan X dapat beradaptasi dengan lingkungan kerja serta pekerjaan yang dihadapi dengan baik.

Karakteristik generasi Y Menurut Prabowo & Putranta (2017) ialah memiliki sikap kerja yang fleksibel serta memiliki keinginan untuk belajar terus menerus. Hal tersebut berarti mendukung hasil penelitian yang menunjukkan bahwa karyawan generasi Y yang mengalami work overload memiliki sikap kerja yang fleksibel serta memiliki keinginan untuk belajar karena, setiap terdapat tantangan dan kendala saat bekerja karyawan generasi Y terus belajar untuk berusaha menyelesaikan tantangan tersebut. Hasil penelitian juga menunjukkan karyawan generasi Y di perusahaan X memiliki sikap resiliensi serta optimis yang tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa kekurangan yang ada dalam penelitian ini. Kekurangan dalam penelitian ini diantaranya adalah, menurut hasil penelitian work overload memiliki pengaruh terhadap happiness karyawan generasi Y bagian produksi sebesar 56,9 % dan 43,1 % lainnya dipengaruhi oleh variabel lain. Seharusnya penelitian ini menggunakan tiga variabel atau variabel moderator yang diasumsikan oleh peneliti, yaitu variabel yang dapat ikut memengaruhi variabel terikat. Hal tersebut dapat dipertimbangkan berdasarkan pengambilan data awal penelitian kepada populasi penelitian yang berjumlah representatif. Selain itu, dalam penelitian ini memiliki populasi penelitian yang terbatas, agar penelitian dapat lebih representatif seharusnya menggunakan populasi penelitian yang jumlahnya lebih banyak.

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dan hasil analisis yang telah dilakukan terdapat beberapa simpulan yang dapat diambil, yaitu data hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan work overload terhadap happiness pada karyawan produksi generasi Y di perusahaan X Kabupaten Karawang. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa pada variabel work overload diperoleh 13.41% karyawan produksi yang memiliki tingkat work overload yang tergolong sedang, dan sisanya sebanyak 86.58% karyawan memiliki tingkat work overload yang tergolong tinggi , sedangkan pada variabel happiness hasil penelitian menunjukkan 1.21% karyawan memiliki tingkat happiness yang tergolong rendah, 13.41% yang tergolong sedang, dan sisanya sebanyak 85.36% karyawan memiliki tingkat happiness yang tergolong tinggi.

References

  1. Altaf, A., & Atif, M. (2011). Moderating Affect of Workplace Spirituality on the Relationship of Job Overload and Job Satisfaction. 93–99. https://doi.org/10.1007/s10551-011-0891-0
  2. Arifin, M. Z., Alhabsji, T., & Utami, H. N. (2016). Pengaruh Beban Kerja Terhadap Komitmen Organisasional dalam Upaya Meningkatkan Kinerja Karyawan. Jurnal Bisnis Dan Manajemen, Vol. 3(2), 64–76.
  3. Azwar, S. (2017). Metode Penelitian Psikologi Edisi II (Edisi II). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  4. Balbeid, S. (2017). Hubungan antara beban kerja dengan job stress pada karyawan. Universitas Muhammadiyah Malang.
  5. Carr, A. (2011). Positive Psychology The Science of Happiness and Human Strengths Second Edition. In New York.
  6. Chandra, R. (2017). Pengaruh Beban Kerja dan Stres Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada PT . Mega Auto Central Finance Cabang di Langsa. 6(1), 670–678.
  7. Dewi, irawatie ary. (2013). Hubungan Antara Persepsi Terhadap Beban Kerja Dengan Komitmen Organisasi Karyawan Divisi Pelaksana Produksi PT. Solo Kawistara Garmindo. Retrieved from http://eprints.undip.ac.id/40786/
  8. Dhania, D. R. (2010). Pengaruh Stres Kerja , Beban Kerja Terhadap Kepuasan Kerja ( Studi Pada Medical Representatif Di Kota Kudus ). Universitas Muria Kudus, I(1), 15–23.
  9. Endang, L. A., Astuti, S., & Prasetya, A. (2016). Faktor-faktor yang mempengaruhi employee engagement generasi Y (Studi pada karyawan PT Unilever Indonesia Tbk-Surabaya. Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol, 37(2), 183–191. Retrieved from https://media.neliti.com/media/publications/87249-ID-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-employee.pdf
  10. Fajriani, A., & Septiari, D. (2015). Pengaruh Beban Pekerjaan terhadap Kinerja Karyawan : Efek Mediasi Burnout. Akuntansi, Ekonomi Dan Manajemen Bisnis, 3(1), 74–79.
  11. Fatimah, H., Dharmawan, A. H., Sunarti, E., Affandi, M. J., Pascasarjana, P., & Bogor, I. P. (2015). Pengaruh Faktor Karakteristik Individu dan Budaya Organisasi terhadap Keterikatan Pegawai Generasi X dan Y 1. 402(September), 402–409.
  12. Febriyanti, bahira mustika, & Faslah, R. (2013). Hubungan Antara Beban Kerja dengan Kinerja Karyawan pada Karyawan Balai Permasyarakatan Kelas I Jakarta Selatan (BAPAS) di Jakarta Timur. Urnal Pendidikan Ekonomi Dan Bisnis (JPEB) Vol.1 No.2 Oktober 2013, 1(2), 104–116. Retrieved from http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jpeb/article/view/2012
  13. Fitriah, E. A. (2015). Pengantar Metodologi Penelitian. Bandung.
  14. Florencya. (2018). Analisis Pengaruh Work overload Terhadap Emotional Exhaustion Serta Implikasinya Pada Job Embeddedness: Telaah pada Karyawan BSA Land. (Universitas Multimedia Nusantara). Retrieved from http://kc.umn.ac.id/id/eprint/5945
  15. Hakim, L., & Septarini, B. G. (2014). Kebahagiaan Kerja Pada Industri Kreatif (Relation of Work Autonomy with Happiness at Work in Creative Industry ). 03(01), 210–217.
  16. Hamim, K. (2016). Kebahagiaan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Filsafat. Tasamuh, 13(2), 127–150.
  17. Herlina, Mattlatta, & Kadir, I. (2018). YUME : Journal of Management. 1(3), 35–45.
  18. Irawati, R., & Carollina, D. A. (2017). Analisis Pengaruh Beban Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Operator PT Giken Precision Indonesia. Inovbiz: Jurnal Inovasi Dan Bisnis, Vol 5 No 1, 53–58.
  19. Jones, J. (2010). Happiness at Work: Maximizing your Pscychological (1st editio). United Kingdom: Wiley-Blackwell.
  20. Karatepe, O. M. (2013). The effects of work overload and work‐family conflict on job embeddedness and job performance. International Journal of Contemporary Hospitality Management, 25(4), 614–634. https://doi.org/10.1108/09596111311322952
  21. Makki. (2018). Upah Minimum Karawang Rp. 4,2 juta, masih tertinggi di Jabar. Retrieved from Edition.CNN.com
  22. Malik, N. (2011). A study on occupational stress experienced by private and public banks employees in Quetta City. African Journal of Business Management, 5(8), 3063–3070. https://doi.org/10.5897/AJBM10.199
  23. Matheos, M. O. (2017). Faktor-Faktor Determinan Kebahagiaan Kerja Karyawan (Studi Kasus Pada PT. Bank Bukopin Tbk. Cabang Manado). Jurnal Riset Bisnis Dan Manajemen, Vol 5 ,No., 611–630. Retrieved from ejournal.unsrat.ac.id
  24. Nisa, N. H., & Malik, N. (2017). Pengaruh Work overload Dan Work Family Conflict Terhadap Turnover Intention Yang Dimediasi Oleh Work Exhaustion. Journal of Innovation in Business and Economics, 7(1), 67. https://doi.org/10.22219/jibe.vol7.no1.67-76
  25. Nurhasan, R. (2017). Kepuasan kerja dan loyalitas generasi-y. Jurnal Wacana Ekonomi, Vol.17 No., 013–023. Retrieved from http://journal.uniga.ac.id/index.php/JA/article/view/221/212
  26. Porpemda. (2018). porpemda.
  27. Prabowo, A. D., & Putranta, P. (2017). Persepsi Generasi Y Terhadap Pilihan Karier di Perusahaan Publik. Modus, 28(1), 75. https://doi.org/10.24002/modus.v28i1.666
  28. Prakoso, G. A., & Listiara, A. (2017). Hubungan antara happiness at work dengan organizational citizenship behavior pada karyawan PT. PLN (PERSERO) distribusi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta dan PT. PLN (PERSERO) APJ Magelang. Jurnal Empati, 6(1), 173–180.
  29. Primasari, A., & Wahyu, K. (2012). What make teenagers happy ? An exploratory study using indigenous psychology approach. 1(2), 53–61.
  30. Rahayu, T. P. (2016). Determinan kebahagiaan di indonesia. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, 19(1), 149–170.
  31. Rahman, A. A. (2017). Metode Penelitian Piskologi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
  32. Rusdiana, I. (2017). Konsep Authentic Happiness pada Remaja dalam Perspektif Teori Myers. https://doi.org/https://doi.org/10.21154/ibriez.v2i1.23
  33. Sahaduta, boaz yegar. (2017). Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan Work overload Terhadap Job Stress Pada KaryawanE PT. Bahari Utama Karya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB, Vol. 5, No. Retrieved from https://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/4005
  34. Satrini, I. dewa ayu kadek, Riana, I. G., & Subudi, I. made. (2017). 3 1,2,3. 3(1), 1177–1204.
  35. Silalahi, U. (2015). Metode Penelitian Sosial Kuantitatif. Bandung: PT. Refika Aditama.
  36. Siska Wulandari, & Ami Widyastuti. (2014). Faktor - Faktor Kebahagiaan Di Tempat Kerja. Jurnal Psikologi UIN Sultan Syarif Kasim Riau, 10(Juni), 41–52.
  37. Situmorang, D. A., & Simanjuntak, R. A. (2010). Analisi Pengaruh Shift Kerja Terhadap Beban Kerja Mental dengan Metode Subjective Workload Assessment Technique (SWAT). Jurnal Teknologi, 3, 53–60.
  38. Sugiyono. (2012a). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta, CV.
  39. Sugiyono. (2012b). Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: Penerbit Alfabeta.
  40. Syaifi, H., Lengkong, V. P. K., & Saerang, R. (2019). The Relationship Between Happinees at Work with KFC Employees Performance in Manado. Jurnal EMBA, 7(4), 5773–5782.
  41. Tahir, S., Yusoff, R., Azam, K., Khan, A., & Kaleem, S. (2012). The Effects of Work overload on the Employees ’ Performance in relation to Customer Satisfaction : A Case of. 2(1), 174–181.
  42. Tamaela, E. Y. (2011). Konsekuensi Konflik Peran, Kelebihan Beban Kerja dan Motivasi Intrinsik terhadap Burnout pada Dosen yang Merangkap Jabatan Struktural. Jurnal Aset, Vol 3 (2)(2), 111–122.
  43. Wijaya, A. (2018). Pengaruh Beban Kerja Terhadap Kepuasan Kerja dengan Stress Kerja. 4(3), 278–288.
  44. Wijayanto, S. A. (2017). Dampak Iklim Organisasi Terhadap Kebahagiaan dan Kinerja Karyawan (Studi Pada Universitas Muhammadiyah Yogyakarta). IV(1).
  45. Wulandari, K. (2017). Pengaruh Spiritualitas di Tempat Kerja, Kepemimpinan Spirtual dan Kelebihan Beban Kerja Pada Kepuasan Kerja (Studi pada karyawan PT. Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk.). Digilib Unnes. Retrieved from https://lib.unnes.ac.id/30492/